Angkatan Darat Revolusioner Bougainville (bahasa Inggris: Bougainville Revolutionary Army, disingkat BRA) dibentuk pada tahun 1988 oleh orang-orang Bougainville yang ingin merdeka dari Papua Nugini. Pemimpin BRA adalah Francis Ona. Ia memimpin BRA dalam perang melawan Angkatan Pertahanan Papua Nugini yang berlangsung selama sepuluh tahun. Walaupun BRA sudah menandatangani perjanjian perdamaian dengan Papua Nugini, tidak semua anggota BRA setuju dengan tindakan ini dan mereka tetap bertahan di beberapa zona yang dilindungi oleh Angkatan Pertahanan Meekamui di bawah komando Moses Pepino.
Para pemimpin BRA merasa bahwa berdasarkan pembagian etnis, rakyat Bougainville memiliki etnis yang sama dengan penduduk Kepulauan Solomon. Mereka juga merasa kesal karena aktivitas penambangan di Bougainville tidak menguntungkan penduduk asli. Pada tahun 1989, pemimpin BRA menyatakan kemerdekaannya dari Papua Nugini dan mendirikan Pemerintahan Sementara Bougainville. Tindakan inilah yang memicu Perang Saudara Bougainville.
Pada Januari 1991, Deklarasi Honiara[1] ditandatangani dan kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata. Gencatan senjata ini kemudian dilanggar dan pertempuran berlanjut. Pada tahun 1997, Bill Skate dari Partai Kongres Nasional terpilih sebagai Perdana Menteri Papua Nugini dan berjanji bahwa prioritas tertingginya adalah perdamaian di Bougainville. Kemudian Persetujuan Rotokas ditandatangani oleh kedua belah pihak. Persetujuan ini menetapkan gencatan senjata dan merintis jalan menuju perdamaian dan otonomi di Bougainville. Semenjak itu, BRA tidak lagi aktif bertempur.
Referensi
Pranala luar