Untuk orang lain dengan nama yang sama, lihat
Suyanto.
Drs. H. Suyanto (lahir 5 Januari 1962) adalah Bupati Jombang yang menjabat pada dua periode, yakni 2003-2008 dan 2008-2013.
Riwayat Hidup
Keluarga
Suyanto lahir di Jombang pada 5 Januari 1962. Ia lahir dari pasangan Sukito dan Asmah. Pasangan ini melahirkan 6 orang anak: Suyanto, Subandriyah, Supracahyaningsih, Sadarestuwati, Sujayanah, dan yang terakhir adalah Sumrambah. Ibunya Asmah, meninggal pada tahun 2002 sedangkan Sukito menyusul wafat beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 2008.
Riwayat Pendidikan
Riwayat pendidikan Suyanto dimulai dari SDN Banjaragung (lulus tahun 1973). Ia lalu melanjutkan ke SMP Negeri Mojoagung (lulus tahun 1977). Lantas meneruskan sekolahnya di SMA Negeri 1 Surabaya (lulus tahun 1980). Kemudian gelar sarjana S-1 diperolehnya di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya pada tahun 1985. Tak cukup itu, ia lantas menempuh jenjang pendidikan S-2-nya di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dengan mengambil konsentrasi Manajemen Agribisnis, dan lulus pada tahun 2007.
Karier
Pada tahun 1986 hingga 1994, Suyanto bekerja menjadi guru. Pada tahun 1994 ia mulai menekuni dunia wiraswasta hingga tahun 2000. Kiprahnya mulai diperhitungkan ketika ia menjabat sebagai wakil Bupati Jombang pada tahun periode 1998 hingga 2003 mendampingi Bupati Affandi.
Menjadi Bupati
Tahun 2003 ia mencalonkan diri sebagai Bupati Jombang dan kenyataan itu benar-benar terwujud hingga memimpin Jombang sampai tahun 2008. Bersama wakil Bupati Ali Fikri ia menggenjot pertumbuhan dan perkembangan Jombang hingga masa jabatannya berakhir di pertengahan 2008. Ia kemudian mencalonkan diri kembali sebagai Bupati Jombang dengan maju pada (Pilkada) di mana ia diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Suyanto ditetapkan sebagai Bupati Jombang dimulai dari titimangsa 17 September 2003 sampai 12 Mei 2008, dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 123.35-497 Tahun 2003, Tanggal 17 September 2003. Hal yang menonjol dari pemerintahannya dalam periode 2003 sampai 2008 adalah keberhasilannya mengembangkan pusat kesehatan masyarakat yang setara dengan rumah sakit kecil. Ini bisa dilacak di berbagai puskesmas dengan menciptakan pelayanan sebanding dengan rumah sakit umum atau daerah. Kondisi ini mempertimbangkan bahwa angka kemiskinan di daerah Jombang pada tahun 2007 tercatat mencapai 83.724 jiwa.
Contoh pembangunan ini adalah Puskesmas Mojoagung yang menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin. Bahkan dalam kondisi darurat, menurut Sriwulani Sumargo (salah seorang dokter spesialis radiologi), puskesmas mampu melakukan bedah kandungan. Klinik akupuntur juga ada, hal yang terbilang langka ukuran sebuah puskesmas. Pelayanan puskesmas ini bermacam-macam. Dari pengobatan sampai perkara kecantikan. Pengunjungnya bisa mencapai 150-an per bulan. Prestasi dari gagasan Bupati Suyanto ini dapat dibuktikan dalam survei kepuasan pasien yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Jombang tahun 2007 yang memberikan skor 80,28 untuk Puskesmas Mojoagung, dari skor tertinggi 100. Puskesmas Plumbongambang juga mencapai skor di atas 80. Awal tahun 2005, Pemerintah Daerah dan Bupati Suyanto mulai meluncurkan program ”Puskesmas Idaman-Idolaku” dan ”Rumah Sakit Cintaku”. Tujuannya untuk menggenjot kualitas puskesmas dan rumah sakit masih dinilai rendah pelayanannya. Bupati Suyanto memulainya dengan merayu sejumlah dokter spesialis agar mau bekerja di rumah sakit daerah dan puskesmas. Di Mojoagung dan Cukir, Bupati Suyanto menyediakan sarana canggih seperti peralatan rontgen. Ia sempat ditegur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur ketika menempatkan dokter spesialis di puskesmas. Mungkin hal demikian dianggap sebagai sesuatu yang tidak pada tempatnya dan yang semestinya. Penampilan rumah sakit daerah juga ia permak sebaik mungkin dan memang kelihatan elegan.
Ruang perawatan VIP (Very Important Person) dibangun. Ketika beres di urusan fasilitas dan dokter, Bupati Suyanto mulai memperhitungkan tarif berobat. Ia ingin tarif berobat dibuat seringan mungkin sehingga semua warga terbebani biaya mahal. Kesan mahal baginya perlu dihapus dan tidak jadi momok siapa pun. Kalau perlu gratis sekalian. Untuk kepastian tarif, ia menerbitkan peraturan daerah tentang biaya pungut di puskesmas. Daftarnya wajid dipasang di loket pendaftaran. Hasilnya dapatlah dirasakan, biaya itu tergolong sangat murah. Biaya cek darah, urine, atau tinja Rp. 2000. Operasi kecil Rp. 20.000. Rawat inap komplet dengan tiga kali makan sehari juga Rp. 20.000.[1]
Referensi
- ^ Majalah Tempo,”Tokoh Pilihan Tempo 2008: Ada Tenggat di Alun-alun”. Edisi Khusus Tempo 28 Desember 2008. hlm. 46-49.