Sungai Singkil (Bahasa Aceh: Krueng Singkil) merupakan aliran dari sungai besar Lae Soraya, sungai terpanjang di Aceh, yang terhubung langsung dengan Lae Alas di Kabupaten Aceh Tenggara. dan salah satu yang terpenting di gugusan Pegunungan Pakpak. Sungai ini mempertemukan aliran Sungai Alas di Aceh Tenggara dan Sungai Simpang Kanan di Dairi (sumber lain menyatakan Lae Cinendang) di Sumatera Utara. Bermuara di Desa Kilangan, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil. Masyarakat sekitar sungai juga sering menyebutnya dengan nama Batang Air Besar. Sungai dengan lebar sekitar 60 meter tersebut juga dapat dilayari jauh ke arah hulu. Sungai ini memiliki dua muara yang dikenal dengan nama Kuala Aceh dan Kuala Baru.[1][2]
Wilayah ini dulunya juga dikenal sebagai pusat perdagangan terbesar di Sumatera. Sejak tahun 1861, kawasan DAS (daerah aliran sungai), bahkan alur sungai itu sendiri, menjadi lumbung perekonomian masyarakat nelayan. Sungai Singkil pernah memainkan peran penting untuk aktivitas perdagangan komoditas pada era kolonial Belanda itu tercatat dalam sejarah, telah datang ke Singkil Lama yang merupakan Kota Singkil pertama.
Hampir semua hasil bumi diangkut melalui sungai ini seperti lada, benzoin (kemenyan), kapur barus dan minyak nilam. Kegiatan perdagangan tersebut dikonsentrasikan di sebuah pasar yaitu Pasar Kota Singkil yang terletak sekitar setengah jam dari muara sungai. Di pasar ini juga bermukim beberapa penduduk yang terdiri dari suku bangsa Melayu, China, dan India. Para saudagar yang datang ke pasar ini berasal dari pedalaman dan kota-kota pantai lain di pesisir barat, bahkan dari luar negeri.[1]
Nelayan sungai khususnya, melakukan aktifitas perikanan tangkap air tawar, payau, termasuk pencari lokan (kerang khas Singkil) serta bidang usaha hasil hutan non kayu mengumpulkan dan mengolah pucuk nipah untuk bahan baku rokok linting (klobot) sudah menerobos pasar ekspor hingga keluar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar dan India. Banyak lagi sumber kekayaan yang ada di sekitar Sungai Singkil yang merupakan kawasan daratan rawa dan lahan gambut. Diantaranya berbagai jenis ikan laut dan tawar, siput dan burung Punai.[3]Pada bagian hulu sungai di wilayah Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, sungai ini membelah Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL]. Sementara di beberapa tempat, sungai ini juga menjadi batas hutan lindung dan hutan konservasi.[4]