Sulistyo Tirtokusumo (lahir 6 Juli 1953) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa koreografi tari yang dipentaskan di berbagai panggung pertunjukan, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Dia merupakan salah satu penari di Istana Negara. Sulistyo Tirtokusumo menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia.
[1]
[2][3][4][5][6]
Latar belakang
Sulistyo lahir di Solo, Jawa Tengah, 6 Juli 1953. Sejak usia muda sudah mengakrabi dunia kesenian, utamanya seni tari dengan belajar pada mpu tari R.M. Wignyohambegso dan bergabung dalam Pawiyatan Kabudayan Keraton Surakarta (1966-1971). Menginjak usia 16 tahun, ia memenangi seleksi menjadi penari dalam sendratari Ramayana dan dipersiapkan memerankan Rama dalam Sendratari Ramayana Prambanan yang diikutkan pada Festival International Ramayana di Pandaan, Jawa Timur (1971). Sejak itu, ia menjadi pemeran lakon Rama dalam sendratari Ramayana. Ia juga menari di Istana Negara, Taman Mini Indonesia Indah, dan tempat-tempat lainnya. Ia juga belajar tari Bedaya dan Srimpi kepada R.Ay. Laksmintorukmi, Nyi Bei Pamarditoyo dan R. Ngaliman Tjondropangrawit. Tahun 1971, pindah ke Jakarta dan bergabung di kelompok Padnecwara pimpinan Retno Maruti sebagai asisten koreografer dan penari. Selain bersama Retno Maruti, Sulistyo juga sering membantu pagelaran tari karya Sardono W. Kusumo, Sal Murgiyanto, dan Wiwiek Sipala. Tahun 1973, Sulistyo mulai menciptakan koreografi antara lain; tari ‘Catur Sagotro’ (1973), tari ‘Yudhasmoro’ (1973), tari ‘Bedaya Ratnaningprang’ (1974), drama tari ‘Bisma Gugur’ (1975), drama tari ‘Aryo Jipang’ (1979), tari ‘Kirono Ratih’ (1981), tari ‘Diam’ (1987), tari ‘Bedaya Suryo Sumirat’ (1990), tari kontemporer ‘Panji Sepuh’ (1993), tari ‘Puspito Retno’ (1998), tari kontemporer ‘Nyai Sembako’ (1999), dan tari ‘Krisis’ (1999). Kemampuannya menari dan menciptakan tarian, mengantarnya keliling dunia. Ia mementaskan karya tarinya di berbagai festival di luar negeri di antaranya Moomba Festival, Australia (1975), International Ramayana Festival Bangkok, Thailand (1991), Cervantino Festival, Juanajuato, Meksiko (1992), Korean International Dance Event, Seoul, Korea Selatan (1995), International Ramayana Festival, Angkor, Kamboja (1996), dan Indonesian-Japan Friendship Festival, Jepang (1997). Selain sebagai penari dan koreografer, ia pernah menjadi sekretaris pribadi Duta Besar Indonesia di Vatikan, pegawai negeri sipil di Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (kini Departemen Kebudayaan dan Pariwisata), menjabat sebagai Direktur Jenderal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sejak Agustus 2006, dan Direktur Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Karya-karyanya hingga kini terus menjadi bahan diskusi dan kajian para peminat tari, khususnya tari Jawa. Beberapa komunitas seni sempat pula mendaur ulang karya Sulistyo. Salah satunya ialah pentas ‘Panji Sepuh’ bersama Goenawan Mohammad dalam Festival Pembukaan Museum Nasional Singapura pada 2006.
Karya
Tari Catur Sagotro (1973)
- Tari Yudhasmoro (1973)
- Tari Bedaya Ratnaningprang (1974)
- Drama Tari Bisma Gugur (1975)
- Drama Tari Aryo Jipang (1979)
- Tari Kirono Ratih (1981)
- Tari Diam (1987)
- Tari Bedaya Suryo Sumirat (1990)
- Tari Kontemporer Panji Sepuh (1993)
- Tari Puspito Retno (1998)
- Tari Kontemporer Nyai Sembako (1999)
- Tari Krisis (1999)
- Kidung Dandaka (2016)
Referensi
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|