Sistem pengawasan tergantung otomatis–siaranSistem pengawasan tergantung otomatis–siar atau automatic dependent surveillance-broadcast (disingkat ADS-B) adalah suatu teknik pengawasan kooperatif yang digunakan dalam pengelolaan ruang lalu lintas udara dan aplikasi lain yang terkait. Teknologi ini merupakan pengembangan dari konsep ”Komunikasi-Navigasi-Pengawasan” dalam manajemen lalu lintas udara. Sistem ini disebut sebagai pengawasan tergantung otomatis-siar karena:
Sistem ini terdiri dari perangkat sistem pengawasan in dan sistem pengawasan out. Sistem pengawasan out adalah kemampuan untuk mentransmisikan informasi dari pesawat terbang ke stasiun penerima di darat dan ke pesawat terbang lainnya. Sebaliknya, sistem pengawasan in adalah kemampuan pesawat terbang untuk menerima informasi dari pesawat lain atau dari stasiun penerima di darat. Sejarah sistem pengawasan tergantung otomatis-siarPada tahun 2001, Federal Aviation Administration (FAA), industri penerbangan dan komunitas Alaska merancang proyek Capstone untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan penerbangan. Salah satu dari teknologi baru yang dikembangkan adalah sistem pengawasan tergantung otomatis-siar. Setelah melewati tahap riset dan pengembangan selama beberapa tahun, pada tahun 2005, FAA menyatakan bahwa sistem pengawasan tergantung otomatis siar telah siap dioperasikan oleh sistem penerbangan umum secara nasional. Melalui proyek Capstone, FAA menyediakan peralatan stasiun penerima di darat, rangkaian komunikasi avionik, dan datalink yang dapat dipergunakan oleh penerbangan komersial. Awal 2007, FAA semakin mengintensifkan penyebaran sistem pengawasan tergantung otomatis-siar di sejumlah negara bagian Amerika Serikat. Selain itu, FAA juga meningkatkan kualitas akses sistem di bandara-bandara terpencil. Cara kerja sistem pengawasan tergantung otomatis-siarSistem pengawasan tergantung otomatis–siar memiliki cara kerja yang berbeda dengan radar yang selama ini digunakan oleh bandara untuk mendeteksi keberadaan pesawat. Sistem pengawasan tergantung otomatis–siar menggunakan teknologi Global Navigation Sattelite System (GNSS) seperti Global Positioning System (GPS) yang dipasang pada pesawat. Pesawat akan menyiarkan informasi seperti kecepatan, posisi, tujuan, ketinggian pesawat dari permukaan laut, bumi dan nomor penerbangan ke stasiun penerima di darat dan pesawat lain secara terus-menerus. Di bandara, informasi tersebut diterima oleh pusat pengatur lalu-lintas udara Mekanisme sistem pengawasan tergantung otomatis-siar dapat berjalan atas bantuan satelit yang menentukan posisi pesawat berdasarkan konstelasi GNSS . Kelebihan sistem pengawasan tergantung otomatis-siar
Hubungan dengan layanan siar penerbangan lainnya
Layanan informasi lalu lintas siar atau traffic information service-broadcast (TIS-B) adalah aplikasi yang menyediakan informasi antar pesawat terbang untuk meningkatkan kesadaran pilot mengenai situasi dan kondisi penerbangan. Layanan informasi lalu lintas-siar sangatlah penting dalam mendukung maskapai yang merupakan pengguna sistem pengawasan tergantung otomatis-siar untuk mendeteksi posisi pesawat lain yang belum memakai perangkat sistem ini.
Layanan informasi penerbangan-siar atau flight information service-broadcast (FIS-B) adalah komponen sistem pengawasan tergantung otomatis siar yang mengirimkan informasi penerbangan dan meteorologi ke kokpit pesawat. Data yang dikirimkan oleh layanan informasi penerbangan dapat berupa teks tertulis ataupun grafis. Kontra terhadap sistem pengawasan tergantung otomatis-siarBerbanding terbalik dari tujuan semula penciptaan sistem pengawasan tergantung otomatis-siar yakni efisiensi dan keselamatan penerbangan, muncul sejumlah pendapat yang mengkhawatirkan dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh sistem ini. Salah satu kecemasan adalah potensi pemanfaatan mekanisme sistem pengawasan tergantung otomatis-siar dalam terorisme.[2] Teroris dapat dengan sengaja mengendarai pesawat terbang tanpa menyalakan perangkat yang dapat menyiarkan posisinya. Sementara itu, ia tetap dapat memantau posisi pesawat lain melalui sistem penerima yang ada di pesawatnya. Perkembangan sistem pengawasan tergantung otomatis–siar di IndonesiaPercobaan sistem pengawasan tergantung otomatis-siar di Indonesia dilaksanakan di Jakarta pada akhir tahun 2006 sesuai dengan rekomendasi Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).[3] Percobaan tersebut dibantu oleh sejumlah pihak yakni Airservices Australia, spesialis komunikasi transportasi udara SITA, dan Thales Group, sebuah perusahaan sistem elektronik dunia. Selama pelaksanaan percobaan, data lalu lintas udara didapatkan melalui stasiun-stasiun penerima yang didirikan di Denpasar, Kupang dan Pulau Natuna. Informasi dari ketiga stasiun tersebut kemudian dihubungkan ke pusat pengatur lalu lintas udara di Jakarta dan Makassar. Saat ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Indonesia sudah memasang 22 stasiun penerima sistem pengawasan tergantung otomatis-siar di Jakarta, Kupang, Banda Aceh, Medan, Bali, Natuna, Makassar, Sorong, Merauke, Matak, Cilacap, Tarakan, Pangkalan Bun, Palu, Waingapu, Alor, Galela, Ambon, Saumlaki, Pekanbaru, Palembang dan Pontianak.[4] Stasiun-stasiun penerima tersebut belum dapat digunakan karena sistem pengawasan tergantung otomatis-siar sendiri belum diimplementasikan secara penuh di Indonesia. Hal tersebut antara lain karena penerbangan Indonesia masih menggunakan pesawat terbang generasi lama yang belum dapat dipasangi perangkat sistem pengawasan tergantung otomatis-siar. Selain itu, pemasangan sistem tersebut masih harus menunggu konfirmasi prosedur yang tepat dari ICAO. Satu stasiun penerima Sistem Pengawasan Tergantung Otomatis–siar memiliki jangkauan hanya sebesar 300 km sehingga dibutuhkan sekitar 30 stasiun untuk menjangkau seluruh wilayah nusantara. Di Indonesia, penggunaan Sistem Pengawasan Tergantung Otomatis–siar dapat lebih menghemat biaya karena biaya perawatan radar pada umumnya dapat mencapai Rp 50 Miliar atau 10 kali lipat lebih mahal dibandingkan biaya perawatan Sistem Pengawasan Tergantung Otomatis–siar. Pengumpulan ADS-B berbasis satelit (angkasa)Langkah maju yang signifikan bagi ADS-B adalah penerimaan sinyal ADS-B oleh satelit buatan. Sinyal ini diuji pertama kali pada tahun 2013 pada PROBA-V milik ESA dan sedang digunakan oleh perusahaan seperti Spire Global menggunakan nanosatelit berbiaya rendah. Aireon juga tengah mengerjakan ADS-B berbasis angkasa dengan jaringan satelit Iridium, jaringan satelit LEO (Low Earth Orbit) yang awalnya dibuat untuk menyediakan layanan telepon dan data di mana pun di planet ini. Dengan menangkap data posisi ADS-B dari pesawat yang terbang di bawah satelit, jaringan ini akan memberikan kemampuan berikut:
Sistem ini hanya menerima ADS-B pada pesawat yang menyiarkan pada frekuensi 1090 MHz. Hal ini membatasi sistem secara umum untuk pesawat komersial dan pesawat komersial, meskipun faktanya pesawat kecil sering kali tidak terdeteksi radar karena pegunungan menghalangi sinyal pada ketinggian rendah. Sistem ini dapat terganggu oleh pesawat pribadi yang lebih kecil dengan antena ADS-B yang dipasang di perut secara eksklusif, karena badan pesawat menghalangi sinyal. Alasan penggunaan jaringan satelit Iridium untuk kemampuan baru ini adalah karena:
Pada bulan September 2016, Aireon dan FlightAware mengumumkan kemitraan untuk menyediakan data ADS-B berbasis ruang angkasa global ini kepada maskapai penerbangan untuk pelacakan penerbangan armada mereka dan, sebagai tanggapan atas Penerbangan 370 Malaysia Airlines, untuk mematuhi persyaratan Sistem Keselamatan dan Keadaan Darurat Penerbangan Global (GADSS) ICAO bagi maskapai penerbangan untuk melacak armada mereka. Pada bulan Desember 2016, Flightradar24 menandatangani perjanjian dengan Gomspace untuk pelacakan berbasis ruang angkasa pada tahun 2016. SpaceX kemudian menempatkan 66 satelit operasional dan 9 satelit Iridium cadangan di orbit selama 8 peluncuran antara 14 Januari 2017 dan 11 Januari 2019. 6 satelit cadangan lainnya masih berada di darat. ICAO menggambarkan ADS-B berbasis ruang angkasa sebagai penyeimbang teknologi, yang menawarkan kemampuan pengawasan wilayah udara bagi negara-negara berkembang. Pada tahun 2020, 34 negara akan menggunakan sistem ini, termasuk 17 anggota Asecna di Afrika, dan badan layanan navigasi udara Cocesna di Amerika Tengah. Pembaruan yang lebih sering di Lintasan Atlantik Utara memungkinkan pengurangan jarak longitudinal dari 40 menjadi 14 nmi (74 menjadi 26 km) dan jarak lateral dari 23 menjadi 19 nmi (43 menjadi 35 km). FAA merencanakan evaluasi di wilayah udara Karibia dari Maret 2020 hingga 2021, untuk melengkapi radar Pulau Grand Turk yang tidak dapat diandalkan yang memungkinkan pengurangan jarak dari 30 menjadi 5 nmi (55,6 menjadi 9,3 km). Lihat pula
Referensi
|