Sisavang Vatthana |
---|
|
|
Berkuasa | 29 Oktober 1959–2 Desember 1975 |
---|
Pendahulu | Sisavang Vong |
---|
Penerus | Monarki dibubarkan; Pangeran Souphanouvong menjadi presiden pada tahun 1975 |
---|
|
Kelahiran | (1907-11-13)13 November 1907 Luang Phrabang, Laos |
---|
Kematian | 13 Mei 1978 atau paling lama 1984 Sam Neua, Laos |
---|
Pasangan | Ratu Khamphoui |
---|
Keturunan | Putra Mahkota Vong Savang Putri Savivanh Savang Putri Thala Savang Pangeran Sisavang Savang Pangeran Sauryavong Savang |
---|
Wangsa | Dinasti Khun Lo |
---|
Ayah | Sisavang Vong |
---|
Ibu | Kham-Oun I |
---|
Sisavang Vatthana (bahasa Lao: ເຈົ້າສີສະຫວ່າງວັດທະນາ) atau sering disebut Savang Vatthana (Samdach Brhat Chao Mavattaha Sri Vitha Lan Xang Hom Khao Phra Rajanachakra Lao Parama Sidha Khattiya Suriya Varman Brhat Maha Sri Savangsa Vadhana, 13 November 1907 – 13 Mei (?) 1978 atau paling lama 1984) adalah raja terakhir Kerajaan Laos. Ia memerintah sejak kematian ayahnya pada tahun 1959 hingga tahun 1975 ketia ia dipaksa turun takhta. Savang Vatthana terbukti tidak mampu mengendalikan negerinya di tengah pergolakan politik. Pemerintahannya berakhir dengan pengambilalihan kekuasaan oleh Pathet Lao pada tahun 1975, dan keluarganya dikirim ke kamp reedukasi oleh pemerintahan yang baru.
Kehidupan awal
Pangeran Savang Vatthana lahir pada tanggal 13 November 1907 di Istana Kerajaan Luang Prabang sebagai putra dari Raja Sisavang Vong dan Ratu Kham-Oun I. Ia merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Saudara-saudaranya adalah Putri Sammathi, Pangeran Sayasack, Pangeran Souphantharangsri, dan kakak tertuanya, Putri Khampheng. Ia juga merupakan sepupu jauh dari Pamgeran Souvanma Phouma dan Pangeran Souphanouvong. Pada usia 10 tahun, Pangeran Savang dikirim untuk menempuh studi di Prancis. Ia bersekolah di Montpellier dan mendapat gelar dari École Libre des Sciences Politiques, tempat di mana diplomat-diplomat Prancis dididik. Setelah sepuluh tahun berada di luar negeri, ia kembali ke Laos dan tidak dapat berbicara dalam bahasa Lao lagi, sehingga ia harus dilatih oleh seorang pegawai istana selama bertahun-tahun.
Pada 7 Agustus 1930, ia menikahi Ratu Khamphoui. Pernikahan ini menghasilkan lima anak, yakni Putra Mahkota Vong Savang, Pangeran Sisavang Savang, Pangeran Sauryavong Savang, Putri Savivanh Savang, dan Putri Thala Savang. Seperti keluarga-keluarga kerajaan Asia lainnya, keluarga Savang bermain tenis bersama dan gemar menonton turnamen besar ketika bepergian ke luar negeri. Savang Vatthana merupakan penganut Buddha yang taat dan menjalankan peran sebagai pelindung agama negara itu dengan sungguh-sungguh.
Selama Perang Dunia II, ia mewakili sang ayah terhadap pasukan Jepang. Sang ayah mengirim Savang ke pusat Jepang di Saigon, di mana ia dengan keras menentang tindakan-tindakan Jepang karena mereka menyerang Laos dan memaksa negeri itu menyatakan kemerdekaan dari Prancis.
Raja Laos
Savang Vatthana menjabat sebagai Perdana Menteri Laos pada tahun 1951. Ketika Raja Sisavang Vong jatuh sakit pada 20 Agustus 1959, ia ditunjuk sebagai wali. Pada tanggal 29 Oktober 1959, ia secara informal naik takhta menyusul kematian samg ayah. Walaupun demikian, raja yang baru ini tak permah secara resmi dimahkotai sebagai raja, karena menunda penobatan hingga akhir perang saudara. Selama masa pemerintahannya, Raja Savang Vatthana mengunjungi banyak negara dalam kunjungan kenegaraan. Di bulan Maret 1963, ia mengunjungi 13 negara, termasuk Amerika Serikat di mana ia bertemu dengan Presiden John F. Kennedy di Washington D.C.. Dalam kunjungan itu, raja menjamin netralitas Kerajaan Laos dalam situasi Perang Dingin. Tepat sebelum kunjungan itu Savang Vatthana berkunjung ke Moskwa di mana pihak Rusia memberi banyak sekali hadiah, termasuk limpsin Chaika. Raja didampingi oleh Perdana Menteri Souvanma Phouma.
Raja Savang Vatthana sangat aktif dalam politik Laos dengan mencoba menstabilkan negeri yang di tengah pergolakan politik yang dipicu Konferensi Jenewa pada Juli 1954. Konferensi ini menghasilkan kemerdekaan penuh bagi Laos, tetapi tidak menentukan dengan jelas siapa yang akan menjadi penguasa negara tersebut. Pangeran Souvanma Phouma, seoramg yang netral, menyatakan diri sebagai perdana menteri dan didukung Uni Soviet. Pangeran Boun Oum dari selatan Laos yang pro-Barat diakui oleh Amerika Serikat sebagai perdana menteri. Di ujung utara, Pangeran Souphanouvong yang memimpin gerakan kiri, Pathet Lao, meraih dukungan dari Vietnam Utara dan mengklaim dirimya sebagai perdana menteri yang didukung para komunis. Untuk mengatasi permasalahan ini, Souvanna dan Boun Oum mesti meraih kata sepakat melalui Raja Savang Vatthana yang pro-Barat.
Pada 1961, mayoritas Majelis Nasional telah melakukan pemungutan suara dan mengangkat Boun Oum sebagai perdana menteri. Raja Savang Vatthana mengunjungi ibu kota untuk memberi pengesahannya bagi pemerintahan baru. Akan tetapi, ia menghendaki ketiga pangeran untuk membentuk suatu pemerintahan koalisi yang terbentuk pada tahun 1962 tetapi kemudian bubar.
Pada tahun 1964, suatu rangkaian kudeta dan aksi perlawanan terhadap kudeta menghasilkan Pathet Lao dalam satu sisi dengan kaum netral, berhadapan dengan kaum kanan. Sejak saat itu, Pathet Lao menolak menerima tawaran koalisi apa pun ataupun pemilihan umum nasional. Akibatnya, Perang Saudara Laos pun dimulai.
Pengunduran diri dan kematian
Pada tanggal 23 Agustus 1975, pasukan Pathet Lao memasuki Vientiane, kota terakhir yanh belum ditaklukkan pasukan ini. Pemerintahan Phouma pun secara efektif telah kehilangan kekuasaan selama beberapa bulan berikutnya. Pada 2 Desember, Sisavang Vatthana dipaksa turun takhta setelah Pathet Lao membubarkan monarki berusia 600 tahun tersebut. Savang Vatthana kemudian ditunjuk sebagai "Penasihat Utama Presiden", suatu posisi yang tak berarti.[1] Ia menolak meninggalkan negara tersebut dan menyerahkan istana kerajaan kepada Pemerintah. Savang pindah ke sebuah kediaman pribadi yang dekat istana. Pada bulan Maret 1977, pihak komunis kemudian menangkap Raja, Ratu, Puta Mahkota Vong Savang, Pangeran Sisavang, serta Pamgran Souphantharangsri dan Thongsouk karena khawatir Raja kabur dari tahanan rumah untuk memimpin pergolakan. Mereka dikirim ke provinsi utara di Distrik Viengxay.[2] Savang ditahan di sebuah kamp di Sam Neua yang disebut "Kamp Nomor Satu", di mana tahanan-tahanan politik yang penting ditempatkan. Selama penahanan Savang di kamp, keluarga kerajaan diperbolehkan bergerak dengan leluasa di kompleks. Mereka sering kali dikunjungi oleh anggota politbiro dan Souphanouvong sendiri.[3] Savang Vatthana merupakan tahanan tertua di sana – ia berusia 70 tahun pada bulan-bulan awal penahanan, ketika tahanan lain rata-rata berusia 55 tahun.
Sekitar tahun 1978, muncul laporan yang menyatakan bahwa ia bersama Ratu Khamphoui, dan Putra Mahkota Vong Savang telah meninggal dunia akibat malaria.[4] Laporan yang lebih akurat menyatakan bahwa Raja wafat pada pertengahan Maret 1980. Menyusul berita kematian ini, putra Savang Vatthana yang paling muda, Sauryavong Savang, menjadi kepala keluarga kerajaan dan bertindak sebagai wali atas keponakannya, Putra Mahkota Soulong Savang. Akan tetapi, menurut Kaysone Phomvihane, Vatthana wafat pada tahun 1984 dalam usia 77 tahun.[5]
Referensi
Pranala luar