Siklus menstruasi

Perubahan suhu tubuh, kadar hormon, serta kondisi folikel dan rahim yang terjadi selama siklus menstruasi

Siklus menstruasi atau daur haid adalah rangkaian perubahan yang terjadi secara alamiah dan berulang pada sistem reproduksi perempuan, khususnya indung telur (ovarium) dan rahim (uterus), yang memungkinkan terjadinya kehamilan. Siklus menstruasi mencakup siklus ovarium dan siklus uterus. Siklus ovarium mengatur produksi beserta pelepasan sel telur dan pelepasan estrogen dan progesteron secara teratur, sedangkan siklus uterus mengatur persiapan dan pemeliharaan lapisan rahim dalam menerima telur yang telah dibuahi sebagai tempat berlangsungnya kehamilan. Kedua siklus ini terjadi bersamaan dan terkoordinasi, biasanya berlangsung selama 21–35 hari pada perempuan dewasa dengan nilai tengah 28 hari, dan terjadi selama sekitar 30–45 tahun.

Siklus-siklus tersebut digerakkan oleh hormon-hormon yang dibentuk tubuh secara alami. Hormon pelepas gonadotropin (GnRH) menstimulasi pelepasan hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon pelutein (LH). FSH banyak berperan dalam inisiasi pertumbuhan folikel ovarium, sedangkan LH dalam perkembangan lanjutan folikel. Sementara itu, hormon estrogen dan progesteron menstimulasi lapisan rahim agar menebal untuk menampung embrio sebagai hasil pembuahan. Endometrium (lapisan rahim tempat embrio tertanam) akan menebal dan menyediakan lingkungan yang sesuai bagi embrio, termasuk pasokan darah yang membawa nutrisi. Jika implantasi embrio tidak terjadi, lapisan rahim terurai sehingga darah tidak tertampung lagi dan keluar. Menstruasi (haid), yang dipicu oleh penurunan kadar progesteron, merupakan proses peluruhan lapisan rahim dan tanda bahwa kehamilan tidak terjadi.

Setiap siklus memiliki beberapa fase yang didasarkan pada peristiwa di indung telur (siklus ovarium) atau rahim (siklus uterus). Siklus ovarium terdiri atas fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal, sedangkan siklus uterus terdiri atas fase menstruasi, proliferasi, dan sekretori. Pada sekitar hari keempat belas, sel telur biasanya dilepaskan dari ovarium. Menarke (haid pertama) biasanya terjadi pada usia 12 tahun.

Siklus menstruasi dapat menyebabkan sebagian perempuan mengalami gangguan dalam kesehariannya. Mereka dapat mengalami nyeri haid, pelunakan payudara, kelelahan, dan sindrom pramenstruasi (PMS). Masalah lebih parah seperti gangguan disforik prahaid dapat terjadi pada 3–8% perempuan. Penggunaan kontrasepsi hormonal dapat memengaruhi siklus menstruasi.

Siklus dan fase

Proses siklus menstruasi dan hormon-hormon yang memengaruhinya

Siklus menstruasi meliputi siklus ovarium dan siklus uterus. Siklus ovarium menggambarkan perubahan yang terjadi pada folikel ovarium,[1] sementara siklus uterus menggambarkan perubahan yang terjadi pada lapisan endometrium rahim. Kedua siklus terbagi menjadi beberapa fase. Siklus ovarium terdiri atas fase folikuler dan luteal, sedangkan siklus uterus terdiri atas fase menstruasi, proliferasi, dan sekretori.[2] Siklus menstruasi diatur oleh hipotalamus dan kelenjar pituitari dalam otak. Hipotalamus melepaskan GnRH, yang memicu kelenjar pituitari anterior agar melepaskan FSH dan LH. Frekuensi dan volume pelepasan GnRH menentukan seberapa banyak FSH dan LH yang dihasilkan oleh pituitari.[3] Sebelum pubertas, GnRH dilepaskan dalam jumlah kecil yang tetap dengan laju yang stabil. Ketika pubertas, GnRH mulai disekresikan dalam rentetan pelepasan yang besar. Pada awal pubertas, sebagian besar rentetan sekresi GnRH berlangsung saat seseorang tidur dan dalam periode 3–4 tahun, frekuensinya menjadi semakin sering hingga mencapai pola pelepasan GnRH orang dewasa, yaitu rentetan sekresi hormon yang terjadi baik pada siang maupun malam hari.[4]

Lama siklus menstruasi beragam dengan nilai tengah 28 hari, yang dihitung dari hari pertama satu periode menstruasi ke hari pertama periode menstruasi berikutnya.[5] Siklus ini sering kali tidak berjalan reguler pada awal dan akhir masa reproduksi perempuan.[5] Haid atau menstruasi merupakan tanda bahwa tubuh anak perempuan mulai berkembang menjadi tubuh perempuan dewasa yang mampu bereproduksi seksual. Haid pertama disebut menarke, yang terjadi pada sekitar usia 12 tahun dan haid akan terjadi berulang kali selama 30–45 tahun berikutnya.[6][7] Siklus menstruasi berakhir saat menopause, yang biasanya terjadi saat seseorang berusia antara 45 dan 55 tahun.[8][9]

Siklus ovarium

Setelah menarke dan sebelum menopause, ovarium manusia selalu berada dalam fase luteal atau fase folikuler dalam siklus menstruasi pada setiap bulan.[10] Kadar estrogen terus meningkat pada fase folikuler dan memacu proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah. Aliran darah haid berhenti dan lapisan endometrium menebal. Folikel ovarium mulai berkembang akibat adanya hormon-hormon yang bekerja saling memengaruhi. Setelah beberapa hari, satu folikel (atau terkadang dua folikel) menjadi dominan, sementara folikel-folikel yang tidak dominan menyusut dan mati. Pada pertengahan siklus ovarium, sekitar 10–12 jam setelah LH memuncak,[5] folikel yang dominan melepaskan oosit. Peristiwa pelepasan oosit ini disebut ovulasi.[11]

Setelah ovulasi, oosit bertahan selama 24 jam atau kurang jika pembuahan tidak terjadi,[12] sementara bekas folikel dominan dalam ovarium menjadi korpus luteum, sebuah struktur yang fungsi utamanya memproduksi sejumlah besar hormon progesteron.[13][a] Atas pengaruh progesteron, lapisan rahim mengalami perubahan guna mempersiapkan diri untuk implantasi (penanaman) embrio, yang menandai mulainya kehamilan. Ketebalan endometrium terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah estrogen yang dilepaskan oleh folikel antral (folikel ovarium yang matang) ke peredaran darah. Puncak kadar estrogen terjadi pada sekitar hari ketiga belas siklus dan bersamaan dengan ovulasi. Jika implantasi tidak terjadi dalam dua pekan, korpus luteum terdegenerasi menjadi korpus albikans yang tidak memproduksi hormon sehingga kadar progesteron maupun estrogen turun drastis. Peristiwa ini menyebabkan rahim meluruhkan lapisannya saat haid; pada sekitar saat itu juga, kadar estrogen mencapai titik terendah.[15]

Jika dalam siklus menstruasi terjadi ovulasi, siklus ovarium dan siklus uterus terjadi bersamaan dan terkoordinasi, dan dapat berlangsung selama 21–35 hari dengan rerata 27–29 hari.[16] Meskipun rerata lama siklus menstruasi manusia mendekati siklus bulan, hubungan sebab-akibat antara keduanya tidak ditemukan.[17]

Fase folikuler

Sebuah folikel ovarium primer yang diwarnai dengan hematoksilin–eosin (pembesaran sekitar 1000 kali). Di bagian tengah folikel terdapat oosit bundar berwarna merah yang dikelilingi oleh lapisan sel granulosa, yang diselimuti oleh membran basal dan sel-sel teka.

Ovarium menampung oogonium (sel punca telur), sel granulosa, dan sel teka yang jumlahnya terbatas; mereka bersama-sama membentuk struktur yang disebut folikel primordial.[13] Pada sekitar pekan kedua puluh kehamilan, janin perempuan memiliki sekitar tujuh juta sel telur yang belum matang di dalam ovariumnya. Sel-sel ini berkurang menjadi sekitar dua juta ketika bayi perempuan terlahir dan menjadi 300.000 ketika ia pertama kali mengalami haid. Dimulai saat pubertas, folikel primordial akan terus berkembang menjadi folikel primer, terlepas dari keberlangsungan siklus menstruasi.[18] Pembentukan dan pematangan sel telur disebut oogenesis, sementara perkembangan folikel ovarium disebut folikulogenesis. Dalam proses oogenesis, hanya satu sel yang akan bertahan dan dapat dibuahi. Sementara itu, sel-sel lainnya berubah menjadi badan polar yang tidak bisa dibuahi.[19] Biasanya, satu sel telur menjadi matang dan dilepaskan ketika ovulasi pada setiap bulan.[20] Fase folikuler merupakan paruh pertama siklus ovarium yang diakhiri dengan terbentuknya folikel matang (disebut folikel antral, folikel Graaf, atau folikel tersier).[10] Biasanya, hanya satu folikel ovarium yang matang sepenuhnya dan siap melepaskan satu sel telur.[21] Fase folikuler memendek secara signifikan seiring dengan bertambahnya usia, yang berlangsung sekitar 14 hari pada perempuan berumur 18–24 tahun dan 10 hari pada perempuan berumur 40–44 tahun.[15]

Kenaikan FSH pada beberapa hari pertama siklus menstimulasi sejumlah folikel ovarium. Pada fase ini, mereka bersaing agar dapat menjadi dominan. Hanya satu folikel yang tetap berkembang, yaitu folikel dominan yang memiliki reseptor FSH paling banyak. Folikel lainnya mati melalui proses atresia folikuler.[22] LH menstimulasi pematangan lebih lanjut folikel ovarium menjadi folikel antral yang mengandung sel telur (ovum).[23]

Sel-sel teka kemudian berkembang memiliki reseptor yang mengikat LH dan karenanya menyekresikan sejumlah besar androstenedion. Pada saat yang sama, sel-sel granulosa di sekitar folikel yang menjadi matang kemudian memiliki reseptor yang mengikat FSH dan karenanya mulai pula menyekresikan androstenedion. Hormon ini kemudian diubah menjadi estrogen oleh enzim aromatase. Kadar estrogen yang moderat membentuk umpan balik negatif dalam regulasi kadar GnRH, FSH, dan LH, sehingga menghalangi produksi lebih lanjut hormon-hormon tersebut. Pada saat yang sama, folikel yang dominan tetap menyekresikan estrogen dan kadar estrogen yang kemudian menjadi tinggi menyebabkan pituitari lebih responsif terhadap GnRH dari hipotalamus. Kenaikan estrogen yang signifikan ini menjadi sinyal umpan balik positif kepada hipotalamus sehingga pituitari menyekresikan lebih banyak FSH dan LH. Kadar estrogen yang tinggi juga merangsang kelenjar pituitari secara langsung untuk menyekresi LH. Lonjakan kenaikan FSH dan LH biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum ovulasi dan menyebabkan pecahnya folikel antral beserta pelepasan oosit.[18][24][25]

Ovulasi

Sebuah ovarium yang akan berovulasi (melepaskan sel telur)

Pada sekitar hari keempat belas, sel telur lepas dari ovarium.[26] Ovulasi ini terjadi jika sel telur yang matang lepas dari folikel ovarium ke tuba Fallopi pada sekitar 10–12 jam setelah puncak lonjakan LH.[5] Biasanya, dari 15–20 folikel yang terstimulasi, hanya satu folikel yang matang secara sempurna dan hanya satu sel telur yang dilepaskan.[27] Ovulasi hanya terjadi pada sebanyak sekitar 10% dari siklus ovarium selama dua tahun pertama setelah menarke dan saat berusia 40–50 tahun, jumlah folikel ovarium perempuan telah habis.[28] LH memulai ovulasi pada sekitar hari keempat belas dan menstimulasi pembentukan korpus luteum.[2] Dengan stimulasi LH lebih lanjut, korpus luteum menghasilkan dan melepaskan estrogen, progesteron, relaksin (yang merelaksasi rahim dengan menginhibisi kontraksi miometrium), dan inhibin (yang menginhibisi sekresi LH lebih lanjut).[23]

Pelepasan LH mematangkan sel telur dan melemahkan dinding folikel ovarium sehingga folikel yang matang sempurna melepaskan oosit.[29] Jika dibuahi oleh sperma, oosit langsung berkembang menjadi ootid, yang mengeblok sel sperma lain lalu menjadi sel telur matang. Jika tidak dibuahi oleh sperma, oosit mengalami degenerasi. Sel telur yang matang berdiameter sekitar 0,1 mm[30] dan merupakan sel manusia yang terbesar.[31]

Ovulasi terjadi secara acak di salah satu ovarium, baik di ovarium kanan atau kiri,[32] dan proses koordinasi di antara kedua ovarium tidak ditemukan.[33] Meskipun demikian, terkadang kedua ovarium melepaskan sel telur dan jika kedua sel telur terbuahi, kembar fraternal terbentuk.[34] Setelah lepas dari ovarium, sel telur tergiring ke tuba Fallopi oleh fimbria, struktur berbentuk rumbai di masing-masing tepian tuba Fallopi. Sel telur yang tidak terbuahi akan meluruh atau terdegenerasi dalam tuba Fallopi setelah sekitar sehari sedangkan sel telur yang terbuahi berpindah ke rahim dalam tiga atau lima hari.[35]

Pembuahan biasa terjadi di ampula, bagian terlebar tuba Fallopi. Sel telur yang terbuahi langsung mengalami embriogenesis. Embrio yang berkembang berpindah ke rahim dalam tiga hari dan tertanam pada endometrium dalam tiga hari selanjutnya. Embrio biasanya berada dalam bentuk blastosis pada saat implantasi dan kehamilan dimulai pada saat ini.[36] Hilangnya korpus luteum dicegah dengan pembuahan sel telur. Sinsitiotrofoblas (lapisan luar blastosis yang memuat embrio dan kemudian menjadi lapisan luar plasenta) memproduksi gonadotropin korionik manusia (hCG), yang sangat mirip dengan LH dan menjaga keutuhan korpus luteum. Selama beberapa bulan pertama kehamilan, korpus luteum tetap menyekresikan progesteron dan estrogen pada kadar yang sedikit lebih tinggi dibandingkan saat ovulasi. Setelahnya dan sepanjang kehamilan, plasenta menyekresikan hormon-hormon tersebut dalam kadar tinggi dan bersama dengan hCG (yang menstimulasi korpus luteum menyekresikan lebih banyak estrogen dan progesteron), mereka menghentikan siklus menstruasi.[37] Hormon-hormon tersebut juga menyiapkan kelenjar susu agar menghasilkan susu.[b][37]

Fase luteal

Fase luteal, yang berlangsung selama 14 hari,[5] adalah fase akhir siklus ovarium dan terjadi bersamaan dengan fase sekretori siklus uterus. Selama fase luteal, LH dan FSH menyebabkan folikel dominan yang masih ada berubah menjadi korpus luteum yang menghasilkan progesteron.[39][c] Progesteron yang meningkat memicu produksi estrogen. Hormon-hormon yang dihasilkan korpus luteum ini juga menekan produksi FSH dan LH yang dibutuhkan untuk mempertahankan korpus luteum. Akibatnya, kadar FSH dan LH menurun dengan cepat dan korpus luteum menciut.[41] Kadar progesteron yang menurun memicu haid dan dimulainya siklus yang baru. Jarak antara ovulasi dan dimulainya haid biasanya adalah dua pekan. Fase folikuler tiap perempuan sering kali beragam lamanya pada siklus yang satu ke siklus berikutnya, sementara lama fase luteal relatif tetap pada siklus yang satu ke siklus berikutnya, yaitu 10–16 hari (rerata 14 hari).[15]

Siklus uterus

Anatomi uterus

Siklus uterus terdiri atas tiga fase: menstruasi (haid), proliferasi, dan sekretori.[42]

Menstruasi

Menstruasi (juga disebut mens atau haid) adalah fase pertama dan paling tampak dari siklus uterus dan mulai terjadi pada pubertas. Menarke, haid pertama, terjadi pada perempuan berusia sekitar 12 atau 13 tahun.[9] Usia rerata ini umumnya lebih tua di negara-negara berkembang dan lebih muda di negara-negara maju.[43] Pada perempuan yang mengalami pubertas lebih awal, menarke bisa terjadi pada usia delapan tahun,[44] dan hal ini masih dianggap normal.[45][46]

Menstruasi dimulai setiap bulan dengan penurunan estrogen dan progesteron serta pelepasan prostaglandin,[21] yang membuat arteri spiral berkonstriksi. Akibatnya, arteri-arteri tersebut mengejang, berkontraksi, dan pecah.[47] Suplai darah ke endometrium terhenti dan sel-sel di stratum fungsionalis (lapisan terluar endometrium) kekurangan oksigen lalu mati. Kemudian, seluruh lapisan endometrium meluruh dan hanya stratum basalis (lapisan dasar) yang bertahan.[21] Enzim plasmin memecah gumpalan darah pada cairan haid sehingga memudahkan mengalirnya darah dan meluruhkan lapisan rahim keluar dari uterus.[48] Aliran darah berlanjut selama 2–6 hari dan darah yang keluar berkisar antara 30 hingga 60 ml.[16]

Aliran darah biasanya menjadi tanda bahwa seorang perempuan tidak hamil, tetapi hal ini tidak pasti karena beberapa hal dapat menyebabkan perdarahan selama kehamilan.[49] Haid biasanya terjadi sekali sebulan sejak menarke hingga menopause, yang menandai masa kesuburan perempuan. Usia rerata menopause yaitu 52 tahun dan biasanya antara 45–55 tahun.[50] Menopause didahului oleh perubahan hormonal yang disebut perimenopause.[8]

Eumenorea adalah istilah untuk menyebut menstruasi normal dan reguler yang berlangsung selama lima hari pada awal siklus.[26] Perempuan yang mengalami menoragia (perdarahan menstruasi berat) lebih rentan terhadap kekurangan zat besi.[51]

Fase proliferasi

Selama siklus menstruasi, kadar estradiol (salah satu jenis estrogen) meningkat hingga 200 persen, sementara kadar progesteron meningkat hingga lebih dari 1200 persen.[52]

Fase proliferasi adalah fase kedua siklus uterus saat estrogen memengaruhi lapisan rahim agar tumbuh dan berproliferasi.[41] Bagian akhir fase folikuler siklus ovarium terjadi bersamaan fase proliferasi.[32] Folikel ovarium yang mengalami pematangan menyekresikan estradiol (salah satu jenis estrogen) yang jumlahnya semakin meningkat. Estrogen yang ada memulai pembentukan lapisan baru endometrium rahim dengan arteriol spiral.[2]

Seiring dengan peningkatan kadar estrogen, sel-sel di serviks (leher rahim) menghasilkan jenis mukus[53] yang memiliki pH lebih tinggi dan kurang kental dibandingkan biasanya sehingga lebih mudah menerima sperma.[54] Hal ini memperbesar kemungkinan pembuahan, yang terjadi pada sekitar hari ke-11 sampai ke-14.[12] Mukus serviks terlihat sebagai cairan vagina yang melimpah dan mirip dengan putih telur mentah.[55] Bagi perempuan yang memperhatikan kesuburannya, mukus ini menunjukkan bahwa ovulasi mungkin terjadi sebentar lagi,[55] tetapi tidak berarti bahwa ovulasi pasti terjadi.[16]

Fase sekretori

Fase sekretori adalah fase akhir siklus uterus dan terjadi bersamaan dengan fase luteal siklus ovarium. Selama fase ini, korpus luteum memproduksi progesteron, yang sangat penting untuk membuat endometrium reseptif terhadap implantasi blastosis (sel telur yang terbuahi dan mulai berkembang).[56] Glikogen, lipid, dan protein disekresikan ke rahim[57] dan mukus serviks mengental.[58] Pada awal kehamilan, progesteron juga meningkatkan aliran darah, mengurangi kontraktilitas otot polos rahim,[23] dan meningkatkan suhu tubuh dasar perempuan.[59] Jika kehamilan tidak terjadi, siklus ovarium dan siklus uterus kembali dimulai dari awal.[48]

Siklus anovulatori dan fase luteal pendek

Hanya dua pertiga siklus menstruasi yang benar-benar normal yang bersifat ovulatori (disertai ovulasi).[16] Pada sepertiga sisanya, ovulasi tidak terjadi atau fase lutealnya pendek (kurang dari sepuluh hari)[60] sehingga produksi progesteron tidak cukup untuk menunjang fungsi tubuh dan kesuburan yang normal.[61] Siklus menstruasi yang tidak disertai ovulasi (anovulasi) umum terjadi pada anak perempuan yang baru saja mulai mengalami menstruasi atau perempuan di sekitar masa menopause. Pada dua tahun pertama setelah menarke, ovulasi tidak terjadi pada sekitar separuh siklus. Lima tahun setelah menarke, ovulasi terjadi pada sekitar 75% siklus dan pada tahun-tahun berikutnya, ovulasi terjadi pada 80% siklus.[62] Siklus anovulatori sering kali sangat mirip dengan siklus ovulatori normal.[63] Perubahan keseimbangan hormon dapat menyebabkan anovulasi. Stres, kecemasan, dan gangguan makan dapat menurunkan kadar GnRH dan mengganggu siklus menstruasi. Anovulasi jangka panjang terjadi pada 6–15% perempuan selama masa reproduktifnya. Pada sekitar menopause, gangguan umpan balik hormon mengakibatkan siklus anovulatori. Walaupun anovulasi bukan penyakit, ia bisa menjadi tanda dari suatu kondisi yang melatarbelakanginya, misalnya sindrom ovarium polikistik (PCOS).[64] Siklus anovulatori atau fase luteal pendek normal terjadi pada perempuan yang stres atau atlet yang menjalani latihan yang lebih intensif. Perubahan-perubahan ini dapat kembali jika penyebab stres berkurang atau atlet tersebut beradaptasi dan menjadi terbiasa dengan latihan yang dijalaninya.[60]

Kesehatan menstruasi

Dismenore berat merupakan tanda gangguan kesehatan yang serius

Walaupun siklus menstruasi merupakan proses yang normal dan alami,[65] sebagian perempuan mengalami masalah yang cukup mengganggu keseharian sebagai akibat dari siklus menstruasinya.[66] Masalah yang mereka alami di antaranya berjerawat, payudara yang melunak, kelelahan, dan sindrom pramenstruasi (PMS).[66][67] Masalah lebih berat seperti gangguan disforik prahaid dialami oleh 3–18% perempuan.[5][68] Dismenore atau nyeri haid dapat menyebabkan kram pada perut, punggung, atau paha bagian atas selama beberapa hari pertama menstruasi.[69][70] Nyeri haid yang membuat penderitanya tidak berdaya termasuk tidak normal dan dapat menjadi tanda kondisi medis berat seperti endometriosis.[71] Masalah-masalah ini dapat memengaruhi kesehatan dan kualitas hidup perempuan secara signifikan; intervensi yang tepat waktu dapat memperbaiki kehidupan perempuan yang mengalaminya.[72]

Terdapat kesalahpahaman umum yang dipercayai masyarakat, bahwa siklus menstruasi memengaruhi suasana hati perempuan, menyebabkan depresi atau ambang marah yang rendah, dan bahwa haid adalah hal yang kotor, memalukan, dan menyakitkan. Variasi suasana hati yang normal sering kali disangkutkan dengan siklus menstruasi padahal hal ini keliru. Sebagian besar penelitian pendukungnya tidak memiliki bukti yang kuat. Akan tetapi, memang ditemukan peningkatan yang sangat kecil dalam fluktuasi suasana hati selama fase luteal dan fase-fase menstruasi tertentu, serta penurunan fluktuasi tersebut pada fase-fase lainnya.[73] Perubahan kadar estrogen dan progesteron selama siklus menstruasi menyebabkan efek sistemik pada fisiologi tubuh, yang meliputi otak, metabolisme, dan sistem otot rangka. Pengaruhnya dapat berupa perubahan fungsi tubuh yang hampir tidak kentara, sedangkan perubahan yang dapat diamati pada performa atletik perempuan di antaranya performa kekuatan, aerobik, dan anaerobik.[74] Perubahan pada otak juga tampak selama siklus menstruasi,[75] tetapi perubahan yang signifikan dalam capaian intelektual tidak ditemukan, termasuk dalam hal performa akademik, pemecahan masalah, daya ingat, dan kreativitas.[76] Peningkatan kemampuan spasial selama fase menstruasi mungkin disebabkan oleh penurunan kadar estrogen dan progesteron.[73]

Pada sejumlah perempuan, ovulasi disertai oleh nyeri yang khas,[d] yang disebut mittelschmerz (istilah bahasa Jerman yang berarti nyeri tengah). Penyebab nyeri diasosiasikan dengan pecahnya folikel yang mengakibatkan kehilangan sejumlah kecil darah.[21] Walaupun dalam kondisi normal, perubahan kadar hormon selama siklus menstruasi dapat meningkatkan insidensi gangguan kesehatan seperti penyakit autoimun,[80] yang mungkin disebabkan oleh tingginya kadar estrogen pada sistem imun.[5]

Sekitar 40% perempuan yang menderita epilepsi terserang kejang lebih sering pada fase tertentu siklus menstruasi. Kondisi ini disebut epilepsi katamenial, yang mungkin disebabkan oleh jatuhnya kadar progesteron saat fase luteal atau sekitar haid, atau lonjakan estrogen saat ovulasi. Perempuan dengan haid teratur dapat mengonsumsi obat sebelum dan sesudah haid. Beberapa pilihan obat tersedia sesuai arahan tenaga kesehatan, misalnya suplemen progesteron, menaikkan dosis obat antikejang rutin, atau penambahan sementara antikejang seperti klobazam atau asetazolamid. Jika penyesuaian terapi tersebut tidak efektif, atau jika siklus menstruasi tidak teratur, pilihan penanganan adalah pemberhentian siklus menstruasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian medroksiprogesteron, triptorelin, atau goserelin, atau penggunaan kontrasepsi oral.[81][82]

Kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi hormonal mencegah terjadinya kehamilan dengan menginhibisi (menghalangi) sekresi hormon FSH, LH, dan GnRH. Kontrasepsi hormonal dengan estrogen, seperti pil kontrasepsi oral gabungan menghentikan perkembangan folikel dominan beserta lonjakan LH di tengah siklus sehingga mencegah ovulasi.[83] Pemberian pil selanjutnya dan pemberhentiannya dapat berjalan serupa dengan siklus uterus dan mengakibatkan perdarahan yang mirip dengan haid. Pada beberapa kasus, perdarahan ini menjadi ringan.[84]

Kontrasepsi hormonal yang hanya memanfaatkan progestin tidak selalu mencegah ovulasi, tetapi bekerja dengan membuat kondisi mukus serviks tidak sesuai dengan sperma. Kontrasepsi hormonal tersedia dalam beragam bentuk, misalnya pil, plester seperti koyo, implan kulit, dan alat hormonal intrauterus (IUD).[85]

Evolusi dan spesies lain

Sebagian besar mamalia betina mengalami siklus estrus, tetapi hanya sepuluh spesies primata, empat spesies kelelawar, celurut gajah, dan tikus genus Acomys yang mengalami siklus menstruasi.[86] Siklus menstruasi mereka mirip dengan siklus pada manusia dan berbeda pada lama siklus yang mungkin terjadi pada rentang 21–37 hari.[87] Ketiadaan kekerabatan langsung di antara kelompok-kelompok tersebut menunjukkan bahwa empat peristiwa evolusi yang terpisah menyebabkan menstruasi muncul.[88] Pada spesies yang mengalami siklus menstruasi, ovulasi tidak tampak terlihat oleh calon pasangan dan tidak ada musim kawin.[89][90] Terdapat empat hipotesis yang menjelaskan peran menstruasi dalam evolusi:[88]

  1. Kontrol patogen yang dibawa oleh sperma.[91][92][93] Hipotesis ini mengusung ide bahwa menstruasi melindungi uterus dari patogen yang dibawa oleh sperma. Hipotesis ini tidak mempertimbangkan bahwa kopulasi dapat terjadi selama berpekan-pekan sebelum menstruasi dan semen yang mungkin menyebabkan infeksi tidak dikontrol oleh menstruasi pada spesies lain.[88]
  2. Konservasi energi.[92][94] Hipotesis ini mengklaim bahwa energi yang digunakan untuk membangun kembali lapisan uterus lebih sedikit dibandingkan memelihara lapisan tersebut jika kehamilan tidak terjadi. Hipotesis ini tidak menjelaskan spesies lain yang juga tidak mempertahankan lapisan uterus tetapi tidak mengalami menstruasi.[88]
  3. Hipotesis yang didasarkan pada desidualisasi spontan (proses yang menyebabkan perubahan signifikan pada sel-sel endometrium untuk mempersiapkan kehamilan dan berlangsung selama kehamilan, ketika endometrium berubah menjadi desidua). Desidualisasi berujung pada pembentukan endotelium, yang melibatkan sel sistem imun;[87] pembentukan suplai darah baru, serta diferensiasi hormon dan jaringan. Pada mamalia yang tidak mengalami menstruasi, desidualisasi diatur oleh embrio alih-alih sang induk.[92] Kemunculan desidua pada beberapa mamalia berplasenta memberi manfaat bagi hewan betina karena kehamilan dapat dipersiapkan meskipun tanpa sinyal dari janin.[88] Hipotesis ini cenderung menjelaskan asal mula evolusi desidualisasi spontan dan tidak menjelaskan evolusi menstruasi sendiri.[88]
  4. Persiapan uterus.[95] Hipotesis ini mengklaim bahwa persiapan uterus dibutuhkan setiap bulan oleh spesies-spesies dengan plasenta yang sangat invasif (tertanam dalam), misalnya manusia. Pada proses pembentukan plasenta, jaringan induk terinvasi. Hipotesis ini membawa ide bahwa menstruasi bukanlah hasil evolusi, melainkan hasil persiapan uterus yang terjadi secara kebetulan untuk melindungi jaringan uterus dari plasenta yang tertanam dengan dalam, sehingga endometrium berkembang dengan lebih tebal.[95] Hipotesis ini tidak menjelaskan menstruasi pada nonprimata.[88]

Catatan

  1. ^ Kadar progesteron melampaui kadar estrogen (estradiol) sebanyak seratus kali lipat.[14]
  2. ^ Wanita menyusui dapat mengalami baik penekanan total perkembangan folikuler, perkembangan folikuler tetapi tanpa ovulasi, mapun memulai kembali siklus menstruasi normal.[38]
  3. ^ Di dalam korpus luteum, enzim pemutus rantai cabang kolesterol mengubah kolesterol menjadi pregnenolon, yang kemudian berubah menjadi progesteron.[40]
  4. ^ Nyeri tengah siklus yang tak lazim dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi medis seperti kehamilan ektopik atau pecahnya kista ovarium,[77][78] dapat disalahartikan sebagai radang usus buntu.[79]

Referensi

  1. ^ Richards, J.S. (2018). "The ovarian cycle". Vitamins and Hormones (Review). 107: 1–25. doi:10.1016/bs.vh.2018.01.009. ISBN 978-0-128-14359-9. PMID 29544627. 
  2. ^ a b c Tortora 2017, hlm. 944.
  3. ^ Prior 2020, hlm. 42.
  4. ^ Tortora 2017, hlm. 1170.
  5. ^ a b c d e f g Reed, Beverly G.; Carr, Bruce R. (2000). Feingold, Kenneth R.; Anawalt, Bradley; Boyce, Alison; Chrousos, George; de Herder, Wouter W.; Dhatariya, Ketan; Dungan, Kathleen; Grossman, Ashley; Hershman, Jerome M., ed. The Normal Menstrual Cycle and the Control of Ovulation. South Dartmouth (MA): MDText.com, Inc. PMID 25905282. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-10. Diakses tanggal 2021-08-05. 
  6. ^ Prior 2020, hlm. 40.
  7. ^ Lacroix, Amy E.; Gondal, Hurria; Langaker, Michelle D. (2021). Physiology, Menarche. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 29261991. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-06. Diakses tanggal 2021-07-12. 
  8. ^ a b Rodriguez-Landa 2017, hlm. 8.
  9. ^ a b Papadimitriou, Anastasios (Desember 2016). "The Evolution of the Age at Menarche from Prehistorical to Modern Times". Journal of Pediatric and Adolescent Gynecology. 29 (6): 527–530. doi:10.1016/j.jpag.2015.12.002. ISSN 1873-4332. PMID 26703478. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-24. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  10. ^ a b Sherwood 2016, hlm. 741.
  11. ^ Sherwood 2016, hlm. 747.
  12. ^ a b Tortora 2017, hlm. 957.
  13. ^ a b Tortora 2017, hlm. 929.
  14. ^ Prior 2020, hlm. 41.
  15. ^ a b c Tortora 2017, hlm. 942–946.
  16. ^ a b c d Prior 2020, hlm. 45.
  17. ^ Norris & Carr 2013, hlm. 361.
  18. ^ a b Watchman 2020, hlm. 8.
  19. ^ Schmerler, Samuel; Wessel, Gary M. (Januari 2011). "Polar bodies--more a lack of understanding than a lack of respect". Molecular Reproduction and Development. 78 (1): 3–8. doi:10.1002/mrd.21266. ISSN 1098-2795. PMC 3164815alt=Dapat diakses gratis. PMID 21268179. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-23. Diakses tanggal 2021-07-22. 
  20. ^ Ugwumadu 2014, hlm. 115.
  21. ^ a b c d Tortora 2017, hlm. 945.
  22. ^ Johnson 2007, hlm. 86.
  23. ^ a b c Tortora 2017, hlm. 942.
  24. ^ Sherwood 2016, hlm. 745.
  25. ^ Tortora 2017, hlm. 1161-1163.
  26. ^ a b Tortora 2017, hlm. 943.
  27. ^ Sadler 2019, hlm. 48.
  28. ^ Tortora 2017, hlm. 953.
  29. ^ Sherwood 2016, hlm. 746.
  30. ^ Alberts, Bruce (2002). Molecular biology of the cell. Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, Peter Walter (edisi ke-4). New York: Garland Science. ISBN 0-8153-3218-1. OCLC 48122761. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-02. Diakses tanggal 2021-07-22. 
  31. ^ Iussig, Benedetta; Maggiulli, Roberta; Fabozzi, Gemma; Bertelle, Sara; Vaiarelli, Alberto; Cimadomo, Danilo; Ubaldi, Filippo M.; Rienzi, Laura (Mei 2019). "A brief history of oocyte cryopreservation: Arguments and facts". Acta Obstetricia Et Gynecologica Scandinavica. 98 (5): 550–558. doi:10.1111/aogs.13569. ISSN 1600-0412. PMID 30739329. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-07. Diakses tanggal 2021-07-22. 
  32. ^ a b Parker 2019, hlm. 283.
  33. ^ Johnson 2007, hlm. 192–193.
  34. ^ Johnson 2007, hlm. 192.
  35. ^ Sadler 2019, hlm. 36.
  36. ^ Tortora 2017, hlm. 959.
  37. ^ a b Tortora 2017, hlm. 976.
  38. ^ Carr, Shannon L.; Gaffield, Mary E.; Dragoman, Monica V.; Phillips, Sharon (September 2016). "Safety of the progesterone-releasing vaginal ring (PVR) among lactating women: A systematic review". Contraception. 94 (3): 253–261. doi:10.1016/j.contraception.2015.04.001. ISSN 1879-0518. PMID 25869631. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-01. Diakses tanggal 2021-08-07. 
  39. ^ Johnson 2007, hlm. 91.
  40. ^ King SR, LaVoie HA (Januari 2012). "Gonadal transactivation of STARD1, CYP11A1 and HSD3B". Frontiers in Bioscience (Landmark Edition). 17: 824–846. doi:10.2741/3959. PMID 22201776. 
  41. ^ a b Ugwumadu 2014, hlm. 117.
  42. ^ Salamonsen, Lois A. (Desember 2019). "Women in Reproductive Science: My WOMBan's life: understanding human endometrial function". Reproduction. 158 (6): F55–F67. doi:10.1530/REP-18-0518. ISSN 1741-7899. PMID 30521482. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-24. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  43. ^ Alvergne, Alexandra; Högqvist Tabor, Vedrana (Juni 2018). "Is Female Health Cyclical? Evolutionary Perspectives on Menstruation". Trends in Ecology & Evolution. 33 (6): 399–414. doi:10.1016/j.tree.2018.03.006. ISSN 1872-8383. PMID 29778270. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-24. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  44. ^ Ibitoye, Mobolaji; Choi, Cecilia; Tai, Hina; Lee, Grace; Sommer, Marni (2017). "Early menarche: A systematic review of its effect on sexual and reproductive health in low- and middle-income countries". PloS One. 12 (6): e0178884. doi:10.1371/journal.pone.0178884. ISSN 1932-6203. PMC 5462398alt=Dapat diakses gratis. PMID 28591132. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-24. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  45. ^ "Your menstrual cycle". Office of Women's Health. US Department of Health and Human Services. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-04. Diakses tanggal 2021-08-06. 
  46. ^ Sultan, Charles; Gaspari, Laura; Maimoun, Laurent; Kalfa, Nicolas; Paris, Françoise (April 2018). "Disorders of puberty". Best Practice & Research. Clinical Obstetrics & Gynaecology. 48: 62–89. doi:10.1016/j.bpobgyn.2017.11.004. ISSN 1532-1932. PMID 29422239. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  47. ^ Johnson 2007, hlm. 152.
  48. ^ a b Tortora 2017, hlm. 600.
  49. ^ Breeze, Carol (2016-05). "Early pregnancy bleeding". Australian Family Physician. 45 (5): 283–286. ISSN 0300-8495. PMID 27166462. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  50. ^ Towner, Mary C.; Nenko, Ilona; Walton, Savannah E. (2016-04-19). "Why do women stop reproducing before menopause? A life-history approach to age at last birth". Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series B, Biological Sciences. 371 (1692): 20150147. doi:10.1098/rstb.2015.0147. ISSN 1471-2970. PMC 4822427alt=Dapat diakses gratis. PMID 27022074. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  51. ^ Harvey, Linda J.; Armah, Charlotte N.; Dainty, Jack R.; Foxall, Robert J.; John Lewis, D.; Langford, Nicola J.; Fairweather-Tait, Susan J. (Oktober 2005). "Impact of menstrual blood loss and diet on iron deficiency among women in the UK". The British Journal of Nutrition. 94 (4): 557–564. doi:10.1079/bjn20051493. ISSN 0007-1145. PMID 16197581. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-01. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  52. ^ Prior JC (2020). "Women's reproductive system as balanced estradiol and progesterone actions—A revolutionary, paradigm-shifting concept in women's health". Drug Discovery Today: Disease Models. 32, Part B: 31–40. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 May 2021. Diakses tanggal 22 April 2021. 
  53. ^ Simmons, Rebecca G.; Jennings, Victoria (Juli 2020). "Fertility awareness-based methods of family planning". Best Practice & Research. Clinical Obstetrics & Gynaecology. 66: 68–82. doi:10.1016/j.bpobgyn.2019.12.003. ISSN 1532-1932. PMID 32169418. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  54. ^ Tortora 2017, hlm. 936–937.
  55. ^ a b Su, Hsiu-Wei; Yi, Yu-Chiao; Wei, Ting-Yen; Chang, Ting-Chang; Cheng, Chao-Min (September 2017). "Detection of ovulation, a review of currently available methods". Bioengineering & Translational Medicine. 2 (3): 238–246. doi:10.1002/btm2.10058. ISSN 2380-6761. PMC 5689497alt=Dapat diakses gratis. PMID 29313033. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-01. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  56. ^ Lessey, Bruce A.; Young, Steven L. (April 2019). "What exactly is endometrial receptivity?". Fertility and Sterility. 111 (4): 611–617. doi:10.1016/j.fertnstert.2019.02.009. ISSN 1556-5653. PMID 30929718. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  57. ^ Salamonsen, Lois A.; Evans, Jemma; Nguyen, Hong P.T.; Edgell, Tracey A. (Maret 2016). "The Microenvironment of Human Implantation: Determinant of Reproductive Success". American Journal of Reproductive Immunology (New York, N.Y.: 1989). 75 (3): 218–225. doi:10.1111/aji.12450. ISSN 1600-0897. PMID 26661899. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-24. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  58. ^ Han, Leo; Taub, Rebecca; Jensen, Jeffrey T. (November 2017). "Cervical mucus and contraception: what we know and what we don't". Contraception. 96 (5): 310–321. doi:10.1016/j.contraception.2017.07.168. ISSN 1879-0518. PMID 28801053. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-24. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  59. ^ Charkoudian, Nisha; Hart, Emma C. J.; Barnes, Jill N.; Joyner, Michael J. (Juni 2017). "Autonomic control of body temperature and blood pressure: influences of female sex hormones". Clinical Autonomic Research: Official Journal of the Clinical Autonomic Research Society. 27 (3): 149–155. doi:10.1007/s10286-017-0420-z. ISSN 1619-1560. PMID 28488202. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-30. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  60. ^ a b Hackney, Anthony C.; Constantini, Naama W. (2020). Endocrinology of physical activity and sport (edisi ke-3). Cham, Switzerland. ISBN 3-030-33376-0. OCLC 1142875818. 
  61. ^ Prior 2020, hlm. 46.
  62. ^ Elmaoğulları, Selin; Aycan, Zeyra (31 Juli 2018). "Abnormal Uterine Bleeding in Adolescents". Journal of Clinical Research in Pediatric Endocrinology. 10 (3): 191–197. doi:10.4274/jcrpe.0014. ISSN 1308-5735. PMC 6083466alt=Dapat diakses gratis. PMID 29537383. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  63. ^ Prior 2020, hlm. 44.
  64. ^ "Anovulation: Background, Pathophysiology, Epidemiology". 2021-07-19. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-20. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  65. ^ Prior 2020, hlm. 50.
  66. ^ a b Gudipally, Pratyusha R.; Sharma, Gyanendra K. (2021). Premenstrual Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 32809533. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-15. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  67. ^ Ferries-Rowe, Elizabeth; Corey, Elizabeth; Archer, Johanna S. (2020-11). "Primary Dysmenorrhea: Diagnosis and Therapy". Obstetrics and Gynecology. 136 (5): 1047–1058. doi:10.1097/AOG.0000000000004096. ISSN 1873-233X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-26. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  68. ^ Appleton, Sarah M. (Maret 2018). "Premenstrual Syndrome: Evidence-based Evaluation and Treatment". Clinical Obstetrics and Gynecology. 61 (1): 52–61. doi:10.1097/GRF.0000000000000339. ISSN 1532-5520. PMID 29298169. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  69. ^ Nagy, Hassan; Khan, Moien AB (2021). Dysmenorrhea. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 32809669. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-27. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  70. ^ Baker, Fiona C.; Lee, Kathryn Aldrich (2018-09). "Menstrual Cycle Effects on Sleep". Sleep Medicine Clinics. 13 (3): 283–294. doi:10.1016/j.jsmc.2018.04.002. ISSN 1556-4088. PMID 30098748. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  71. ^ Maddern J, Grundy L, Castro J, Brierley SM (2020). "Pain in endometriosis". Frontiers in Cellular Neuroscience. 14: 590823. doi:10.3389/fncel.2020.590823. PMC 7573391alt=Dapat diakses gratis. 
  72. ^ Matteson, Kristen A.; Zaluski, Kate M. (September 2019). "Menstrual Health as a Part of Preventive Health Care". Obstetrics and Gynecology Clinics of North America. 46 (3): 441–453. doi:10.1016/j.ogc.2019.04.004. ISSN 1558-0474. PMID 31378287. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-25. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  73. ^ a b Else-Quest, Nicole; Hyde, Janet Shibley (2021). The Psychology of Women and Gender: Half the Human Experience +. Janet Shibley Hyde (edisi ke-10). Thousand Oaks, California. ISBN 978-1-5443-9360-5. OCLC 1198088521. 
  74. ^ Carmichael, Mikaeli Anne; Thomson, Rebecca Louise; Moran, Lisa Jane; Wycherley, Thomas Philip (9 Februari 2021). "The Impact of Menstrual Cycle Phase on Athletes' Performance: A Narrative Review". International Journal of Environmental Research and Public Health. 18 (4). doi:10.3390/ijerph18041667. ISSN 1660-4601. PMC 7916245alt=Dapat diakses gratis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  75. ^ Pletzer, Belinda; Harris, Ti-Anni; Scheuringer, Andrea; Hidalgo-Lopez, Esmeralda (Oktober 2019). "The cycling brain: menstrual cycle related fluctuations in hippocampal and fronto-striatal activation and connectivity during cognitive tasks". Neuropsychopharmacology: Official Publication of the American College of Neuropsychopharmacology. 44 (11): 1867–1875. doi:10.1038/s41386-019-0435-3. ISSN 1740-634X. PMC 6785086alt=Dapat diakses gratis. PMID 31195407. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-17. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  76. ^ Le, Jessica; Thomas, Natalie; Gurvich, Caroline (27 Maret 2020). "Cognition, The Menstrual Cycle, and Premenstrual Disorders: A Review". Brain Sciences. 10 (4). doi:10.3390/brainsci10040198. ISSN 2076-3425. PMC 7226433alt=Dapat diakses gratis. PMID 32230889. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-26. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  77. ^ Kruszka, P.S.; Kruszka, S.J. (Juli 2010). "Evaluation of acute pelvic pain in women". Am Fam Physician (Review). 82 (2): 141–47. PMID 20642266. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 Januari 2021. Diakses tanggal 4 Maret 2021. 
  78. ^ Cleary, M.A.; Flanagan, K.W. (2019). Acute and Emergency Care in Athletic Training. Human Kinetics. hlm. 340. 
  79. ^ Brott, N.R.; Le, J.K. (2020). "Mittelschmerz". StatPearls Publishing (Review). Treasure Island (FL). PMID 31747229. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Mei 2021. Diakses tanggal 4 Maret 2021. 
  80. ^ Talsania, Mitali; Scofield, Robert Hal (Mei 2017). "Menopause and Rheumatic Disease". Rheumatic Diseases Clinics of North America. 43 (2): 287–302. doi:10.1016/j.rdc.2016.12.011. ISSN 1558-3163. PMC 5385852alt=Dapat diakses gratis. PMID 28390570. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-26. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  81. ^ Maguire, Melissa J.; Nevitt, Sarah J. (14 Oktober 2019). "Treatments for seizures in catamenial (menstrual-related) epilepsy". The Cochrane Database of Systematic Reviews. 10: CD013225. doi:10.1002/14651858.CD013225.pub2. ISSN 1469-493X. PMC 6953347alt=Dapat diakses gratis. PMID 31608992. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  82. ^ Sveinsson, Olafur; Tomson, Torbjörn (September 2014). "Epilepsy and menopause: potential implications for pharmacotherapy". Drugs & Aging. 31 (9): 671–675. doi:10.1007/s40266-014-0201-5. ISSN 1179-1969. PMID 25079452. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-26. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  83. ^ Tortora 2017, hlm. 948.
  84. ^ Polis, Chelsea B.; Hussain, Rubina; Berry, Amanda (2018-06-26). "There might be blood: a scoping review on women's responses to contraceptive-induced menstrual bleeding changes". Reproductive Health. 15 (1): 114. doi:10.1186/s12978-018-0561-0. ISSN 1742-4755. PMC 6020216alt=Dapat diakses gratis. PMID 29940996. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  85. ^ Tortora 2017, hlm. 948–49.
  86. ^ Bellofiore, Nadia; Ellery, Stacey J.; Mamrot, Jared; Walker, David W.; Temple-Smith, Peter; Dickinson, Hayley (Januari 2017). "First evidence of a menstruating rodent: the spiny mouse (Acomys cahirinus)". American Journal of Obstetrics and Gynecology. 216 (1): 40.e1–40.e11. doi:10.1016/j.ajog.2016.07.041. ISSN 1097-6868. PMID 27503621. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-13. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  87. ^ a b Catalini, Laura; Fedder, Jens (26 Mei 2020). "Characteristics of the endometrium in menstruating species: lessons learned from the animal kingdom†". Biology of Reproduction. 102 (6): 1160–1169. doi:10.1093/biolre/ioaa029. ISSN 1529-7268. PMC 7253787alt=Dapat diakses gratis. PMID 32129461. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-26. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  88. ^ a b c d e f g Emera, Deena; Romero, Roberto; Wagner, Günter (Januari 2012). "The evolution of menstruation: a new model for genetic assimilation: explaining molecular origins of maternal responses to fetal invasiveness". BioEssays: News and Reviews in Molecular, Cellular and Developmental Biology. 34 (1): 26–35. doi:10.1002/bies.201100099. ISSN 1521-1878. PMC 3528014alt=Dapat diakses gratis. PMID 22057551. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  89. ^ Schjenken, John E.; Robertson, Sarah A. (1 Juli 2020). "The Female Response to Seminal Fluid". Physiological Reviews. 100 (3): 1077–1117. doi:10.1152/physrev.00013.2018. ISSN 1522-1210. PMID 31999507. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  90. ^ Muller, Martin N. (Mei 2017). "Testosterone and reproductive effort in male primates". Hormones and Behavior. 91: 36–51. doi:10.1016/j.yhbeh.2016.09.001. ISSN 1095-6867. PMC 5342957alt=Dapat diakses gratis. PMID 27616559. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  91. ^ Martin, Robert D. (2007). "The evolution of human reproduction: a primatological perspective". American Journal of Physical Anthropology. Suppl 45: 59–84. doi:10.1002/ajpa.20734. ISSN 1096-8644. PMID 18046752. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-10. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  92. ^ a b c Finn, C.A. (Juni 1998). "Menstruation: a nonadaptive consequence of uterine evolution". The Quarterly Review of Biology. 73 (2): 163–173. doi:10.1086/420183. ISSN 0033-5770. PMID 9618925. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  93. ^ Profet, M. (September 1993). "Menstruation as a defense against pathogens transported by sperm". The Quarterly Review of Biology. 68 (3): 335–386. doi:10.1086/418170. ISSN 0033-5770. PMID 8210311. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  94. ^ Strassmann, B.I. (Juni 1996). "The evolution of endometrial cycles and menstruation". The Quarterly Review of Biology. 71 (2): 181–220. doi:10.1086/419369. ISSN 0033-5770. PMID 8693059. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 
  95. ^ a b Brosens, Jan J.; Parker, Malcolm G.; McIndoe, Angus; Pijnenborg, Robert; Brosens, Ivo A. (Juni 2009). "A role for menstruation in preconditioning the uterus for successful pregnancy". American Journal of Obstetrics and Gynecology. 200 (6): 615.e1–6. doi:10.1016/j.ajog.2008.11.037. ISSN 1097-6868. PMID 19136085. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-26. 

Sumber buku

Pranala luar

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 5

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 70

 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined index: HTTP_REFERER

Filename: controllers/ensiklopedia.php

Line Number: 41