Sigit Pramono
Sigit Pramono Suroyo (lahir 14 November 1958)[1] adalah seorang bankir kenamaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Presdir BII dan Dirut BNI. Kehidupan awal dan pendidikanSigit lahir di Batang, 14 November 1958. Ia adalah anak dari seorang pegawai Jawatan Pos. Namun setelah itu lebih banyak menghabiskan masa kecil di Temanggung. Sigit Pramono adalah alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang angkatan 1983 dalam bidang manajemen perusahaan. Sigit Pramono Memperoleh Master of Business Administration bisnis Internasional dari Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya, Jakarta pada tahun 1995. Pendidikan lainnya yang pernah diikuti adalah Syndicated Loan di Singapura (1997), Leasing di Leasing School in Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat (1990) dan International Treasury Management Program di Singapura (1985). Jenjang karier
Perjalanan karierSigit Pramono memulai berkarier di Bank Exim sejak 1984 sebagai officer di Cabang Semarang pada tahun 1984. Ketika krisis keuangan melanda Indonesia tahun 1997, Sigit ditugaskan untuk menangani sindikasi dan divisi penyelamatan kredit Bank Exim. Beban tugasnya bertambah ketika Bank Ekspor Impor Indonesia terpaksa melakukan merger bersama empat bank pemerintah lainnya, yaitu PT. Bank Bumi Daya (BBD), PT. Bank Dagang Negara (BDN), dan PT. Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), dan menjadi bank baru dengan nama PT. Bank Mandiri. Sigit Pramono harus menangani 70%–80% portofolio kredit yang perlu direstrukturisasi, yang merupakan gabungan kredit dari empat bank yang baru merger itu. Sigit juga harus menangani sekitar 615 debitur korporasi besar yang harus direstrukturisasi kreditnya, serta puluhan ribu kredit menengah dan kecil. Oleh karena waktu itu adalah masa awal krisis, portofolio Bank Mandiri mayoritas adalah kredit bermasalah. Dengan kemampuannya dalam bernegosiasi dengan para debitur, ia menangani masalah restrukturisasi di bank Mandiri, dan menaikkkan reputasinya di dunia perbankan, sehingga ia kemudian dipercaya menangani beberapa bank bermasalah lainnya, seperti Bank Internasioanl Indonesia pada tahun 2002–2003, kemudian BNI pada tahun 2003.[6] Ketika diangkat sebagai Direktur Utama BNI pada tahun 2003, bank tersebut baru saja menjadi sorotan publik akibat kasus pembobolan BNI melalui letter of credit/LC senilai Rp. 1,7 Triliun di BNI cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemudian diangkat kembali pada tahun 2005.[7] Pada tahun 2006, Sigit dipercaya para bankir menjadi Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) hingga sekarang ia sudah menjabat selama dua periode di organisasi paling bergengsi di dunia perbankan tanah air.[5] Pada tanggal 6 Februari 2008, ia diangkat sebagai Komisaris Independen Bank BCA.[8] Kehidupan pribadiSelain kariernya sebagai bankir, Sigit dikenal memiliki pekerjaan lain sebagai fotografer,[9] beberapa kali memamerkan hasil karyanya,[10] dan juga pernah menerbitkan buku berjudul Viewpoint yang berisi hasil fotonya.[11] Sigit juga salah satu dari tiga penggagas Jazz Gunung[10] (bersama Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto). Proyek Jazz Gunung ini juga yang membuatnya membuat hal serupa dengan tajuk Taman Gandrung Terakota di Banyuwangi.[12][13] Setelah lulus sarjana pada 1983 ia menikah dengan dan Sri Rahayu Kusindini. Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia