Serangan Rafah 2024Pada tanggal 6 Mei 2024, Israel memulai serangan militer di dan sekitar kota Rafah sebagai bagian dari invasinya ke Jalur Gaza selama Perang Israel-Hamas.
Sebelum serangan itu, sekitar 1,4 juta Warga Palestina yang mengungsi dari tempat lain di Jalur Gaza telah mencari perlindungan di Rafah. Pada bulan Februari, Israel mengumumkan niatnya untuk melakukan invasi untuk melenyapkan Brigade Hamas yang katanya berada di kota itu.[1] Pada awal bulan Mei, ketika negosiasi gencatan senjata terhenti, Israel bersiap untuk sebuah operasi dan memerintahkan evakuasi Rafah timur.[2] Pada tanggal 6 Mei, Hamas menerima kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan oleh Mesir dan Qatar,[3] tetapi kabinet perang Israel dengan suara bulat menolaknya karena "jauh dari tuntutan Israel yang diperlukan", dan mengindikasikan akan melanjutkan operasinya. Israel awalnya berencana untuk meluncurkan penyisiran dua divisi di seluruh kota, tetapi Presiden AS Joe Biden menganggap serangan besar ke Rafah sebagai "garis merah" yang tidak dapat dilintasi. Hal ini memaksa Israel untuk mengurangi operasi menjadi perebutan perbatasan untuk menutup penyelundupan senjata ke Jalur Gaza, dan mengandalkan serangan terarah ke Rafah. Setelah penolakan tersebut, Israel melancarkan serangan udara terhadap Rafah, memasuki pinggiran kota, dan merebut perbatasan Rafah, lalu menutupnya.[4] IDF memasuki wilayah berpenduduk di kota tersebut pada tanggal 14 Mei. Israel menyatakan bahwa operasi tersebut tidak akan berhenti kecuali Hamas disingkirkan atau sandera dibebaskan. Pada tanggal 24 Mei, Mahkamah Internasional memerintahkan penghentian segera serangan tersebut, sebuah posisi yang ditolak oleh Israel. Dampak kemanusiaan dari operasi Israel sangat tinggi. Lebih dari 1 juta Warga Palestina dievakuasi ke zona yang diduga tidak aman dan kekurangan pasokan. Hampir 210 warga Palestina tewas dan 280 terluka akibat serangan Israel. Rumah sakit berada dalam kondisi yang buruk karena serangan Israel dan kurangnya pasokan.[5] Selain itu, kejadian yang berkaitan dengan ofensif mengakibatkan penutupan sementara penyeberangan Kerem Shalom dan Rafah, yang semakin memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.[6]
Referensi
|