Resesi global merupakan keadaan ekonomi yang berdampak secara global dimana ekonomi tersebut mengalami deselerasi dan penurunan. Menurut International Monetary Fund, bahwa resesi global merupakan keadaan inflasi Produk Domestik Bruto (PDB) dunia berdasarkan indikator ekonomi makro dunia, termasuk populasi pengangguran, arus modal, produksi dalam industri, konsumsi minyak dunia, dan perdagangan saham.[1] Ketika resesi global berlangsung, keadaan negara-negara maju nantinya menghadapi kontraksi yang dalam, dan dampak perekonomian bagi negara-negara berkembang kelak melamban seketika. Perdagagan saham mengalami penurunan dengan cepat.[2]
Gambaran Umum
Secara umum, resesi merupakan penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan, sebagaimana dikutip dari The Balance.[3] Suatu keadaan disebut sebagai resesi jika memenuhi beberapa syarat, termasuk diantaranya adalah penurunan ekonomi secara signifikan selama 2 kuartal atau lebih, sebagaimana yang ditulis oleh Julius Shikin dalam sebuah artikel di New York Times pada 1974. Namun, definisi resesi dalam skala nasional tidak bisa hanya berdasarkan pada penurunan PDB dan produksi industri. Lebih jelasnya, resesi merupakan penurunan dalam kegiatan ekonomi yang semakin merosot, ketika penurunan belanja menyebabkan pengurangan dalam produksi dan dengan demikian pekerjaan, memicu hilangnya pendapatan yang menyebar di seluruh negeri dan dari satu industri ke industri lainnya, mengganggu penjualan dan pada akhirnya kembali ke dalam penurunan produksi lagi, begitu seterusnya.[4]
Dibandingkan resesi nasional, akan lebih sulit dalam mendefinisikan resesi global dikarenakan perbedaan PDB pada setiap negara dimana negara-negara berkembang memiliki PDB yang lebih tinggi dibandingkan negara maju. Ketika resesi yang pernah terjadi pada 2008, IMF memperkirakan pertumbuhan PDB riil pada negara berkembang berada pada tren naik dan negara dengan ekonomi maju mengalami tren turun sejak akhir 1980-an. Pertumbuhan dunia diproyeksikan melambat dari 5% pada 2007 menjadi 3,75% pada 2008 dan menjadi lebih dari 2% pada 2009.[5]
Tahun 2020 merupakan peristiwa terbaru dimana dunia kembali mengalami resesi yang disebabkan pandemi koronovirus. Semenjak pandemi melanda, ekonomi global diproyeksikan berkontraksi tajam hingga -3 persen pada tahun 2020, jauh lebih buruk daripada selama krisis keuangan 2008. Kondisi keuangan di negara maju dan negara berkembang secara signifikan menjadi lebih ketat daripada yang diperkirakan sebelumnya . Salah satu efek dari resesi ini yaitu menurunnya harga komoditas dunia. Dari pertengahan Januari hingga akhir Maret harga logam dasar turun sekitar 15 persen, harga gas alam turun 38 persen, dan harga minyak mentah turun sekitar 65 persen atau sekitar 40 dolar AS per barel. Ekonomi global diproyeksikan akan tumbuh kembali sebesar 5,8 persen pada tahun 2021 ketika kegiatan ekonomi menjadi normal, dibantu oleh dukungan kebijakan yang tepat.[6]
Perkembangan ekonomi global pada tahun 2022 sudah cukup baik walaupun kehidupan dan ekonomi masih dibayang bayangi oleh keberadaan virus corona yang bermutasi menjadi beberapa varian seperti alfa, delta, dan yang terbaru varian omicron. Tercatat pertumbuhan ekonomi global tahun 2021 mengalami pertumbuhan yang significant dibanding tahun 2020.
Lihat juga
Referensi
- ^ Davis, Bob. "What's a Global Recession?".
- ^ Departemen Riset, International Monetary Fund (2009). World Economic Outlook April 2009. International Monetary Fund. ISBN 9781589068063.
- ^ Idris, Muhammad. "Apa Itu Resesi?". Kompas.
- ^ Achuthan, Banerji, Lakshman, Anirvan. "The risk of redefining recession". CNN.
- ^ "Rapidly Weakening Prospects Call for New Policy Stimulus". WORLD ECONOMIC OUTLOOK UPDATE. November 2008.
- ^ "World Economic Outlook, April 2020: The Great Lockdown". WORLD ECONOMIC OUTLOOK. April 2020.