Rakai Garung
Rakai Garung adalah Raja Medang keenam yang memerintah sekitar tahun 829 - 847.[1][2] Namanya dikenal dalam Prasasti Pengging, Prasasti Mantyasih, Prasasti Wanua Tengah III dan diperkuat oleh Naskah Wangsakerta. Dalam Prasasti Mantyasih, nama gelarnya ialah Sri Maharaja Rakai Garung.[3] Dalam Prasasti Wanua Tengah III (908), ia memerintah antara 14 Februari 829 s.d. 6 Maret 847. Ia adalah raja setelah Dyah Gula dan sebelum Rakai Pikatan.[1] Prasasti tertua yang dikeluarkan Rakai Garung ialah Prasasti Pengging (819).[4] Dalam prasasti ini, namanya disebut sebagai Rakaryan i Garung, dan masih belum bergelar sri maharaja.[4] Ia mungkin adalah pejabat tinggi sebelum naik tahta, serta adalah anak atau saudara dari raja-raja sebelumnya.[5] Menurut prasasti Wanua Tengah III, ia adalah anak dari Sang lumah i Tuk, artinya seseorang (bangsawan/raja) yang dimakamkan di Tuk.[5] Disebutkan bahwa Rakai Garung mengembalikan status sima (desa perdikan) Wanua Tengah, yang pernah dicabut oleh raja sebelumnya.[2][5] Pendapat Pakar SejarahMenurut CasparisRakai Garung dikira sama dengan Pu PalarDe Casparis menyamakan Rakai Garung dengan tokoh Dang Karayan Partapan Pu Palar yang tertulis di Prasasti Gandasuli (832).[6] Dalam prasasti itu, Dang Karayan lah yang mengadakan upacara sima.[6] Nama Rakaryan Patapan Pu Palar juga ditemukan dalam Prasasti Karangtengah (824), bersamaan dengan penyebutan Pramodawardhani dan Samaratungga.[6][7] Pramodhawardhani dianggap de Casparis sama dengan Sri Kaluhunnan.[7] Oleh karena itu, ia menganggap bahwa Pramodawardhani adalah menantu Rakai Garung yang menikah dengan Rakai Pikatan.[7] Menurut Slamet MuljanaRakai Garung dikira sama dengan SamaratunggaSlamet Muljana menyamakan Rakai Garung dengan Samaratungga, dan bukannya dengan Dang Karayan Partapan Pu Palar.[4] Hal tersebut karena Dang Karayan cuma memiliki gelar haji (raja kecil), bukan maharaja.[4] Kutipan
Referensi
|