- ALIH Templat:Kotak info desa
Pungangan adalah desa di kecamatan Doro, Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Desa pungangan adalah sebuah Desa yang terletak paling selatan di wilayah kecamatan doro yang berbatasan langsung dengan kecamatan Petungkriyono dan kecamatan lebakbarang yang teletak pada ketinggian 700 MDPL.
Sejarah
Pada masa pemerintahan Mataram, dipimpin oleh Raden Senopati Joyo Kusumo, tepat pada abad ke -15 desa Pungangan masih hutan belantara yang letaknya jauh dari kerajaan.
Pada waktu itu ada empat kampung / dusun yaitu dusun Pliken, Sinutug, Pungangan dan Kopeng. Pliken dari asal kata penelitian karena waktu itu tokoh masyarakatnya bernama Mbah Wali Roso yaitu Mbah Peniten pekerjaannya sebagai penjaga padepokan Gebyog, Padepokan Gebyok merupakan tempat pertemuan para tokoh Islam di tanah Jawa.
Mbah Wali Roso mempunyai keturunan yang bernama Buyut Srejo. Setelah dewasa Buyut Srejo melamar / menikah dengan Nyai Punduh, bunga Desa Kapundutan. Pernikahan Buyut Srejo dengan Nyai Punduh mepunyai keturun yang bernama Siti Sopiyah. Siti Sopiyah dijodohkan oleh orang tuanya dengan Mbah Bodo (Pangeran Tumbal). Karena Siti Sopiyah ketutugan (terlaksana) menikah dengan Mbah Bodo (Pageran Tumbal), maka kampung tersebut dinamai Dusun Sinutug sampai sekarang.
Setelah beberapa tahun pernikahan Mbah Bodo (Pangeran Tumbal) dengan Siti Sopiyah mempunyai keturunan yang bernama Raden Said. Setelah Raden Said dewasa mengembara kearah timur. dalam pengembaraannya Raden Said mendengar bahwa di Desa Wonobodro ada Tokoh Ulama besar yang bernama Syekh Maulana Maghribi, akhirnya Raden Said.menjadi Muridnya Syekh Maulana Magribi. Akhinya Raden Said mendapat tugas untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Mataram.
Karena yang di perangi oleh Raden Said di Mataram adalah orang-orang kafir yang mempunyai kekuatan hebat, kesaktian yang luar biasa, maka Raden Said pulang ke orang tuanya yaitu Mbah Bodo ( Pangeran Tumbal) dan Ibunya Siti Sopiyah. Setelah memperoleh cukup ilmu keagamaan kemudian kedua Orang tuanya menyuruh Raden Said sowan (menemui) Mbah Rekedin. Setelah bertemu dengan Mbah Rekedin beliau menceritakan Bahwa dirinya mendapat mandat dari Syekh Maulana Maghribi untuk menyebarkan agama Islam di Mataram.
Singkat cerita, Mbah Rekidin memanggil Mbah Trunajaya untuk membuat pusaka (keris). Kemudian Mbah Trunajaya membuat beberapa pusaka berupa Keris dan Tombak. Pusaka-pusaka tersebut di kemas dalam Peti. Peti itu dinamai Peti Giwang. Sedangkan Raden Said di beri sebilah keris oleh Mbah Trunajaya. Setelah mendapat pusaka dari Mbah Trunajaya Raden Said melanjutkan pengembaraan, sedangkan pusaka yang di dalam peti giwang diserahkan kepada Mbah Rekedin.
Di dalam pengembaraan Raden Said sangat di kagumi oleh teman-temannya karena Raden Said bercerita bahwa pusaka yang dimilikinya adalah pemberian dari Mbah Rekidin. Akhirnya semua teman Raden Said datang brduyung Ke Mbah Rekidin ingin meminta pusaka seperti milik Raden Said. Namun Mbah Rekidin tidak mau memberikan pusakanya kepada sembarang orang. Pada waktu itu orang-orang yang ada di tempat Mbah Rekedin sampai beberapa hari, selama orang-orang Di tempat Mbah Rekedin diberi makan dan minum oleh Mbah Rekidin setiap hari tanpa mengharapkan imbalan suatu apapun. Karena Mbah Trunojoyo merupakan seorang Empu (Orang yang membuat pusaka). Maka tempat itu dinamai Pungangan asal dari kata ”empunya pangan” sampai sekarang.
Mbah Rekidin mendapat mahar (imbalan) dari orang yang menerima pusaka. Imbalan tersebut berupa uang, karena banyaknya orang yang memberi uang tersebut sampai satu Jambangan (Baskom besar). Kemudian uang tersebut disimpan di rawa-rawa, maka rawa itu disebut Rawa Jambangan karena untuk menyimpan uang satu jambangan. Mbah Rekidin menyuruh orang untuk menjaga uang tersebut, namun orang yang menjaga selalu hilang. Dijaga pagi sorenya hilang, dijaga sore paginya hilang. Setelah diselidiki ternyata orang-orang tersebut hilang karena di culik oleh orang belanda hitam yang berbentuk raksasa.
Kemudian Mbah Rekidin memanggil orang yaitu Nyai Perlak Putih (Nyai Sikopeng) dan Kiyai Gede Penderesan untuk melindungi orang yang menjaga uang satu jambangan tersebut. Akhirnya orang yang menjaga uang satu jambangan tidak hilang lagi. Nyai Perlak Putih akhirnya menyuruh Kyai Penderesan untuk mengambil tangkai buah kolang kaling (buah aren) untuk dipergunakan sebagai tumbal (tolak balak). Mula-mula tangkai buah kolang kaling untuk memberi minum orang yang menjaga jambangan maka di tempat tersebut diberi nama Kampung Jambangan. Karena kampung Jambangan dijaga oleh Nyai Perlak Putih (Nyai sikopeng) akhirnya sampai sekarang dinamakan kampung / dusun Kopeng
Meskipun orang yang berdomisili di kampung Kopeng sudah biasa hidup, tetapi belanda hitam berbentuk raksasa masih berkeliaran mengganggu warga. Pada suatu hari datanglah seorang kyai dan beberapa santrinya di kampung Kopeng. Kyai itu bernama Kyai Gede Penatas Angin yang berasal dari cirebon utusan Syeh Sunan Gunung Jati untuk menyebarkan agama islam di Mataram tepatnya di dusun Kopeng.
Di kampung Kopeng Kiyai Gede Penatas Angin melihat tingkah lakunya belanda hitam berbentuk raksasa yang meresahkan warga, yaitu suka menculik warga setempat..Akhiny terjadilah perang / perkelahian antara pengikut-pengikut Kyai Gede Penatas Angin dengan belanda hitam. Tetapi setelah lama berperangpun Belanda hitam belum juga bisa dikalahkan.
Akhirnya istri Kyai Gede Penatas Angin yaitu Nyai siti Ambariah bertapa di sebuah gua batu di pinggir sungai Belimbing. Kemudian beliau mendapatkan petunjuk agar belanda hitam dapat dikalahakan, yaitu harus membakar Jerami Padi Ketan hitam dan abunya disebarkan di tempat persembunyian belanda hitam tersebut. Karena Nyai Siti Ambariah tidak mau melihat apa yang akan dilakukan oleh suaminya yaitu Kiyai Gede Penatas Angin, akhirnya Nyai Siti Ambariah hijrah ke wilayah Bukur (sekarang ikut wilayah Kecamatan Bojong).
Kemudian Kiyai Gede Penatas Angin menjalankan firasat istrinya sambil berkata “Hai belanda hitam wajahmu dan hatimu benar-benar sekeras batu”. Setelah Kyai Gede Penetas Angin berkata seperti itu tiba-tiba Belanda hitam itu berubah menjadi manusia batu (arca) yang sekarang disebut Baron Sceeber sampai sekarang.
Setelah kampung Kopeng tenteram maka Kyai Gede Penatas Angin mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh dari masing-masing kampung/dusun, diantaraya Mbah Waliroso, Mbah Peniten, Mbah Bodo / Pangeran Tumbal, Mbah Rekidin, Mbah Trunojoyo, Nyai Sikopeng, Kiyai Gede Penderesan dan masyarakat yang lain untuk mempersatukan empat dusun supaya menjadi satu yaitu desa Empungangan (Empunya pangan) yang sekarang diberi nama Desa Pungangan.[1]
Kepala Desa Pungangan
Daftar Kepala Desa Pungangan
No
|
Kepala Desa
|
Awal Jabatan
|
Akhir Jabatan
|
Keterangan
|
1
|
Bapak Talwi
|
1875
|
-
|
|
2
|
Bapak Sidak
|
-
|
-
|
di tangkap Belanda di ikat di dalam rumahnya
|
3
|
Bapak Wasro
|
-
|
1950
|
Meninggal Karena Sakit
|
4
|
Bapak Catoro
|
1950
|
1955
|
Mengganti sang Ayah Bapak Wasro
|
5
|
Bapak Sarbini
|
1956
|
1972
|
perintis pertama SD N Pungangan
|
6
|
Bapak Kantor Slamet
|
1972
|
1974
|
Sekdes
|
7
|
Bapak Sukendar
|
1974
|
1979
|
merintis pembangunan jalan antara desa Larikan sampai Pungangan
|
8
|
Bapak Carmidi
|
1979
|
1999
|
Pada masa kepemerintahannya berhasil membangun beberapa sarana jalan desa beliau juga merintis pembangunan Balai Desa Pungangan meskipun masih menggunakan kayu.
|
9
|
Bapak Tardi
|
1990
|
1999
|
membangun jalan makadam antara Sinutug sampai Pliken.
|
10
|
Bapak Rochani
|
1999
|
2013
|
Program-programnya adalah pengaspalan jalan dan bangunan pelengkap dan swadaya masyarakat Dari tahun ke tahun kepemerintahan Bapak Rochani banyak kegiatan membangun desa, adapun sumber biaya swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah melalui program yang ada demi tercapainya Pungangan menjadi desa SEJAMAN( Sejahtera Adil Aman dan Nyaman).
|
11
|
Bapak Rubai
|
2013
|
|
Memiliki gagasan untuk melanjutkan program – progam tentang pembangunan agar desa pungangan menjadi lebih sejahtera dari aspek pendidikan, ekonomi, dan ketahanan pangan agar Terwujudnya masyarakat desa Pungangan yang Aman,Tenteram, Damai dan Sejahtera.
|
Referensi
Pranala luar