Pulau Robben (bahasa Inggris: Robben Island, bahasa Afrikaans: Robbeneiland) adalah sebuah pulau di Teluk Table, 6,9 km sebelah barat pesisir Bloubergstrand, Cape Town, Afrika Selatan. Nama pulau ini berasal dari bahasa Belanda yang berarti "pulau anjing laut". Pulau Robben bentuknya agak oval, dari utara ke selatan panjangnya 3,3 km dan lebarnya 1,9 km. Luas wilayahnya 5,07 km².[1] Pulau ini datar dan berada hanya beberapa meter di atas permukaan laut, sebagai akibat dari peristiwa erosi zaman kuno. Pulau ini terbentuk dari batuan metamorfPrakambrium dari gugus Malmesbury. Pemenang Hadiah Nobel mantan Presiden Afrika SelatanNelson Mandela dipenjarakan di Pulau Robben selama 18 tahun dari keseluruhan 27 tahun hukuman penjara yang dijalaninya hingga berakhirnya pemerintahan apartheid di Afrika Selatan. Kgalema Motlanthe[2] yang juga pernah menjadi Presiden Afrika Selatan dipenjara selama 10 tahun di Pulau Robben Island. Demikian pula halnya dengan Jacob Zuma yang kini menjabat presiden Afrika Selatan.
Sejarah
Sejak akhir abad ke-17, Pulau Robben telah dipakai sebagai tempat pengasingan terutama untuk tahanan politik. Pulau Robben awalnya dipakai oleh pendatang Belanda sebagai penjara. Narapidana pertama kemungkinan bernama Harry die strandloper (Autshumao) pada pertengahan abad ke-17. Penduduk permanen pulau ini di antaranya pemimpin politik dari berbagai koloni Belanda, termasuk Indonesia, dan pemimpin pemberontakan di atas kapal budak Meermin. Setelah kegagalan pemberontakan di Grahamstown tahun 1819 dan Perang Xhosa ke-5, Pemerintah Kolonial Britania menjatuhkan hukuman seumur hidup di Pulau Robben kepada pemimpin Afrika Makanda Nxele.[3] Ia ditemukan tewas tenggelam di pantai Teluk Table setelah melarikan diri dari penjara.[4][5]
Pulau ini juga digunakan sebagai koloni lepra dan karantina hewan.[6] Setelah koloni lepra Hemel-en-Aarde (Langit dan Bumi) di dekat Caledon sudah dianggap tidak sesuai lagi sebagai koloni lepra, pasiennya dipindahkan ke Pulau Robben mulai tahun 1845. Pada awalnya pemindahan ini bersifat sukarela, dan mereka bebas untuk meninggalkan pulau bila mau.[7] Peletakan batu pertama untuk 11 bangunan baru untuk penderita lepra dilakukan pada April 1891. Setelah ditetapkannya Undang-Undang Represi Lepra pada Mei 1892, pengasingan penderita lepra ke Pulau Robben tidak lagi bersifat sukarela, dan perpindahan para penderita diperketat. Sebelum tahun 1892, hanya ada kira-kira ada 25 penderita lepra per tahunnya yang diasingkan ke pulau ini. Pada tahun 1892, jumlahnya meningkat menjadi 338 penderita, dan 250 penderita diasingkan ke pulau ini pada tahun 1893.[7]
Sejak tahun 1961, Pulau Robben dipakai sebagai penjara untuk tahanan politik dan narapidana kriminal. Statusnya sebagai penjara keamanan maksimum bertahan hingga tahun 1991. Penjara keamanan tingkat sedang untuk narapidana kriminal ditutup pada tahun 1996.[8]
Bahaya laut
Pulau Robben dan Batu Whale yang berdekatan[9] telah lama menjadi musuh besar para pelaut dan kapal-kapalnya. Kapal yang kandas di batu karang lepas pantai pulau ini akan hancur berkeping-keping dan lenyap. Pada paruh kedua abad ke-17, sebuah kapal Belanda sarat berisi uang logam emas untuk membayar gaji pegawai VOC di Batavia (Jakarta) hancur di karang tidak jauh dari lepas pantai pulau ini, di perairan yang relatif dangkal tetapi sangat ganas.[butuh rujukan] Emas tersebut kini mungkin bernilai puluhan juta dolar Amerika Serikat. Selama berabad-abad, sejumlah kecil uang logam pernah terbawa ombak ke pantai, namun harta karun ini tetap berada dasar laut, dilindungi oleh ombak ganas tanpa henti.
Mercusuar Pulau Robben
Pulau Robben
Lokasi Pulau Robben di Tanjung Barat, Afrika Selatan
Jan van Riebeeck adalah orang pertama yang memasang alat bantu navigasi di Pulau Robben. Pada malam hari, di titik tertinggi di pulau ini, di Bukit Api (sekarang Bukit Minto) dinyalakan api unggun yang sangat besar untuk memberi peringatan kepada kapal-kapal VOC yang lewat tentang adanya batu karang berbahaya di sekeliling pulau. Mercusuar Pulau Robben sekarang, dibangun di Bukit Minto pada tahun 1864,[10] tingginya 18 m, dan mulai memakai tenaga listrik sejak tahun 1938. Mercusuar ini adalah satu-satunya mercusuar Afrika Selatan yang memakai lampu berkedip dan bukan lampu berputar.[11] Sinarnya dapat terlihat dari jarak 24 mil laut.[12]
Kramat Moturu
Di pulau ini terdapat situs ziarah Kramat Moturu yang dibangun pada tahun 1969 untuk mengenang pangeran dari Madura bernama Sayed Abdurahman Moturu.[13] Ia adalah salah seorang imam pertama di Cape Town yang diasingkan ke Pulau Robben pada pertengahan 1740-an dan meninggal dunia di pulau ini pada tahun 1754.[11]
Fauna
Ketika orang Belanda tiba pada tahun 1652, satu-satunya hewan besar di pulau ini hanyalah anjing laut dan burung-burung, terutama penguin. Pada 1654, para pemukim melepas kelinci-kelinci di pulau ini untuk diambil dagingnya untuk perbekalan kapal-kapal yang lewat.[14] Koloni asli penguin afrika di pulau seluruhnya punah pada tahun 1800. Namun pada zaman modern, pulau ini kembali dijadikan tempat berkembang biak oleh koloni baru penguin afrika yang menetap mulai tahun 1983.[15] Koloni penguin afrika telah berkembang menjadi 13.000 ekor dan menempati urutan ketiga koloni dengan jumlah terbanyak untuk spesies ini. Di pulau ini, wisatawan dapat melihat penguin dari dekat di habitat aslinya.
Sekitar 1958, Letnan Peter Klerck, seorang perwira angkatan laut yang bertugas di pulau ini mengintroduksi berbagai jenis hewan. Anak laki-lakinya yang bernama Michael Klerck yang tinggal di pulau ini sejak kecil, menceritakan kehidupan fauna di Pulau Robben:[16]
Ayahku, seorang perwira angkatan laut waktu itu, ditunjuk oleh direktur Konservasi Alam bernama Doktor Hey untuk mengubah daerah ini menjadi sebuah cagar alam. Sebuah kapal "Bahtera Nuh" berlabuh di pelabuhan sekitar tahun 1958. Kapal ini membawa hewan-hewan untuk diternakkan di pulau, mulai dari kura-kura, bebek, angsa, berjenis-jenis rusa (termasuk Springbok, Eland, Steenbok, Bontebok, dan rusa fallow), burung unta dan beberapa wildebeest yang tidak hidup lama. Semua hewan tersebut, kecuali rusa fallow adalah hewan asli Tanjung Barat [Afrika Selatan]. Banyak hewan yang masih ada,[17] termasuk tiga spesies kura-kura, terakhir baru saja ditemukan pada tahun 1998, dua spesimen kura-kura paruh betet yang sebelumnya tidak terdeteksi hingga sekarang.
Di pulau ini kemungkinan ada sekitar 25.000 ekor kelinci. Mereka diburu dan dibunuh untuk mengurangi jumlah populasi kelinci.[18]
Daftar mantan tahanan di Pulau Robben
Autshumato, salah seorang aktivis pertama melawan kolonialisme
Michael Matsobane, pemimpin Gerakan Religius Afrika Muda, dihukum di Bethal pada tahun 1979; dibebaskan oleh PW Botha pada tahun 1987.
Chief Maqoma, mantan kepala suku yang meninggal di pulau ini pada tahun 1873
Govan Mbeki, ayah dari mantan presiden Afrika SelatanThabo Mbeki. Govan dihukum seumur hidup pada tahun 1963, namun dibebaskan dari Pulau Robben pada tahun 1987 oleh PW Botha
Wilton Mkwayi, mantan terdakwa Pengadilan Little Rivonia
Weideman, Marinda (2004). "Robben Island's Role In Coastal Defence, 1931–1960". Military History Journal: The South African Military History Society. 13 (1). Diakses tanggal 17 September 2012.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Robben Island.