Fenomena preman di Indonesia mulai berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Preman sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan karena memang kegiatan preman tidak lepas dari kedua hal tersebut.
Contoh:
Preman di terminal bus yang memungut pungutan liar dari supir-supir angkutan umum yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap keselamatan sopir dan kendaraannya yang melewati terminal.
Preman di pasar yang melakukan pungutan liar (pungli) dari pedagang kaki lima yang bila ditolak akan dirusaknya lapak yang bersangkutan.
Preman berkedok sebagai tukang parkir di ATM, toko, dll, yang berpura-pura menaruh karcis/tanpa karcis di kendaraan, sementara pemilik di depan kendaraan itu sendiri.
Preman berkedok taksi di stasiun yang biasanya langsung mengambil barang-barang penumpang dan memasukkan ke bagasi taksi.
Preman derek liar di jalan tol yang memberikan layanan derek mobil dengan harga yang memaksa tidak sesuai kesepakatan atau tarif yang tak wajar.
Polisi-polisi cepek (pengatur lalu lintas palsu) yang justru sering membuat kemacetan.
Wartawan yang terkadang suka memeras.
Sering terjadi perkelahian antarpreman karena memperebutkan wilayah garapan yang beberapa di antaranya menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Preman di Indonesia makin lama makin sukar diberantas karena ekonomi yang semakin memburuk dan kolusi antarpreman dan petugas keamanan setempat dengan mekanisme berbagi setoran.
Pemberantasan
Dari tanggal 11 hingga 14 Juni 2021, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangkap sedikitnya 3.823 orang yang terlibat kasus premanisme dan pungli di berbagai wilayah Indonesia.[2] Hal itu menyusul instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait pemberantasan premanisme pada 10 Juni 2021.[3]
Meski demikian, beberapa aksi premanisme dan pungli masih terjadi. Pada 10 Juli 2021, aksi premanisme yang dialami supir truk semen di Kota Padang viral di media sosial. Dua hari pascakejadian, jajaran kepolisian setempat masih belum menemukan preman. Sementara itu, Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar mengeklaim telah melakukan pengamanan terhadap ratusan preman sejak keluarnya instruksi Kapolri.[4]