Poseidonios (Yunani: Ποσειδώνιος, Poseidonios, artinya "dari Poseidon") dari Apameia (ὁ Ἀπαμεύς) atau dari Rhodes (ὁ Ῥόδιος) (hidup pada 135 SM–51 M), adalah seorang filsuf Stoikisme, astronom, sejarawan, biograph, dan guru Sejarah Syria berkebangsaan Yunani[1][2][3][4][5]
Riwayat Hidup Ringkas
Poseidonios adalah orang yang kaya, dan belajar pada Panaetius di Athena, membuat rumah di Rhodes, dan pada waktu itu merupakan pusat perkembangan intelektual.[6] Kala itu masih merupakan negara merdeka, dan sangat terkenal dalam filsafat retorika, sekolah yang juga diperuntukkan para buangan dari Alexandria.[6] Dia hidup sebagai warga negara.[6] Ia menulis beberapa buku dan membuatnya cukup terkenal.[6] Ia mempengaruhi dua muridnya, Cicero dan Strabo.[6] Dalam hal retorika, Srabo agaknya sangat kental meniru Poseidonios, tampak dalam ekspresi perasaan, pemikian dan kepribadian.[6]
Mengenal Sosok Posidonius
Poseidonios tidak terlalu dikenal para pakar karena banyak tulisannya yang hilang, kita masih dapat menemukannya pada tulisan Cicero, Seneca Muda, Galen, dan Strabo, juga sebagai tokoh minor pada masa Renaisans hingga abad 19 karena pengaruh Stoikismenya.[5] Posidonius dianggap mewakili pemikir visual, pembela monisme, pendukung doktrin filasafat kosmik, mediator antara pemikiran dunia Timur (Orient) dan Barat (Occident).[5]
Dalam bidang filsafat, Poseidonios memiliki pengaruh yang kuat di Akademia, dampaknya, Platonisme berkembang pesat daripada Akademia yang di Athena, yaitu dari catatan komentar dalam teks Philo dari Alexandria.[7]
Gagasan Pemikiran
Basis gagasan Poseidonios adalah materi, yang ia pakai sebagai dasar dualistis sistem etika.[5] Pemikirannya etikanya agak bertentangan dengan dogma Stoa, bahwa hasrat tidak dinilai salah, tetapi hanya mengecilkan martabat manusia.[5] Dalam fisika, segala sesuatu adalah rahmat dari Ilahi, dibentuk ulang dan dibenahi oleh nalar ilahi.[5] Nalar adalah acuan dari kebenaran, ia merdeka dari persepsi.[5] Di sisi lain, dualitas dari benda-benda dan nalar dijembatani oleh bentuk-bentuk atau asas matematika.[5] Dalam tradisi Stoa, hanya Posidonius yang memikirkan matematika.[5]
Makrokosmos dan mikrokosmos terhubung dan tersusun seperti gradasi, yang terus ada karena dukungan kekuatan nalar yang irasional.[5]Allah menyelenggarakan semesta, hasrat mengikuti gagasan yang dipimpin oleh nalar, dan manusia di sini untuk merenungkannya dan menindaklanjuti dalam praktik hidup.[5]
Walaupun Chrysippus memang telah mengatakan sebelumnya, yaitu mengenai simpati untuk hidup dengan merasa menjadi bagian dari keseluruhan semesta, Posidonius tetap tampak orisinal sebagai penegasan, ia mengadakan penyelidikan filsafat tentang tembok, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dari kebun, dengan membandingkannya dalam hubungan dengan hewan-hewan, tulang dan otot, daging dan darah, serta jiwa.[6] Ia mengelompokkan dunia dalam tiga divisi: secara tradisional terdapat tiga kerajaan atau Kerajaan (biologi), binatang, sayuran, dan mineral, yang tidak biasa dikendalikan oleh bentuk-bentuk yang berbeda dari adanya nafas, yaitu oleh jiwa (cirinya hidup), fisik (cirinya tumbuh), dan hexis (terkondisi, atau memiliki kondisi).[6] Menurut Posidonius, sebuah "kekuatan hidup" dapat dikenali di mana-mana. Menurutnya, manusia tidak dibentuk ulang (berasal) dari binatang yang kasar atau brutal, mereka memiliki gerak kecerdasan dan jiwanya tidak murni masuk akal, tetapi memiliki unsur vegetatif dan bagian irasional.[6]
Referensi
^Sarton, George (1936). "The Unity and Diversity of the Mediterranean World". Osiris. 2: 406–463 [430].