Penyiksaan interogasi adalah penggunaan penyiksaan untuk mendapatkan informasi dalam proses interogasi. Hal ini berbeda dari penggunaan penyiksaan untuk memaksa seseorang agar membuat pengakuan terlepas dari apakah pengakuan itu benar atau salah. Sepanjang sejarah, penyiksaan telah digunakan selama proses interogasi, meskipun sekarang ilegal dan merupakan pelanggaran hukum internasional. Meskipun terdapat sedikit informasi tentang apakah penyiksaan interogasi merupakan metode interogasi yang efektif, tindakan ini sering kali menghasilkan informasi yang salah atau menyesatkan.
Penyelidikan tentang efektivitasnya
Banyak pemerintah telah menggunakan penyiksaan dalam proses interogasi dalam skala yang besar, namun belum terdapat informasi sistematis tentang bagaimana program penyiksaan dalam interogasi dilakukan. Hal ini menghambat upaya untuk menyelidiki efektivitasnya, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke informasi rahasia.[1] Young dan Kearns menyatakan bahwa "Eksperimen tentang efektif atau tidaknya penyiksaan adalah sangat sulit untuk dilakukan dengan cara yang aman namun realistis."[2] Studi penelitian etika tentang hal ini memerlukan persetujuan peserta, sehingga tidak mungkin untuk bereksperimen dengan melakukan penyiksaan non-konsensual.[3] Dalam bukunya Why Torture Doesn't Work: The Neuroscience of Interrogation, ahli saraf Shane O'Mara berpendapat bahwa interogasi paksa dan penyiksaan merusak area otak yang mengingat informasi.[4] Meskipun CIA berpendapat bahwa penyiksaan untuk mendapat informasi adalah bagian dari sains, O'Mara berpendapat bahwa hal itu sebenarnya adalah pseudosains.[5]
^O’Mara, Shane; Schiemann, John (2019). "Torturing science: Science, interrogational torture, and public policy". Politics and the Life Sciences. 38 (2): 180–192. doi:10.1017/pls.2019.15.
Artikel bertopik hukum ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.