Pengeboman bus PodujevoPengeboman bus Podujevo adalah serangan terhadap sebuah bus yang membawa warga sipil Serbia di dekat kota Podujevo di Kosovo pada 16 Februari 2001. Pengeboman tersebut menewaskan dua belas peziarah Serbia yang sedang dalam perjalanan ke Gračanica dan melukai puluhan lainnya. Ekstremis Albania diduga bertanggung jawab atas serangan itu. Gračanica adalah kota berpenduduk mayoritas Serbia di Kosovo tengah, dekat ibu kota Pristina. Setelah berakhirnya Perang Kosovo pada tahun 1999, kota ini menjadi daerah kantong yang dikepung oleh kota-kota berpenduduk Albania. Hubungan antara kedua suku bangsa tersebut selalu tegang dan terkadang disertai kekerasan. Latar belakangPada awal 1998, pasukan polisi Serbia bergerak untuk meredam pemberontakan etnis Albania di Kosovo tengah. Sayangnya, upaya tersebut diiringi oleh pembersihan etnis terhadap warga sipil Albania. Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menanggapinya dengan meluncurkan kampanye pengeboman terhadap Republik Federal Yugoslavia pada 24 Maret 1999. Kampanye tersebut berlangsung selama 78 hari dan berakhir ketika Tentara Yugoslavia (VJ) meninggalkan Kosvo pada 12 Juni. 40.000 tentara Yugoslavia yang ditarik digantikan oleh sekitar 50.000 tentara NATO.[1] 848.000 orang Albania yang mengungsi dari rumah mereka selama perang kembali ke Kosovo dan sekitar 230.000 orang Serbia, Romani, dan non-Albania lainnya diusir secara paksa dari Kosovo atau melarikan diri karena takut akan serangan balasan.[2] Sedikitnya, sekitar 300 orang Serbia Kosovo dibunuh oleh orang-orang Albania Kosovo dalam rentetan serangan setelah perang.[3] Sekitar seratus gereja dan biara Ortodoks Serbia dirusak atau dihancurkan di wilayah itu pada akhir 1999. Pejabat Tentara Pembebasan Kosovo (KLA) mengutuk insiden serangan, sementara media-media berbahasa Albania berusaha membenarkannya, sambil menyebut gereja-gereja itu sebagai "simbol fasisme Serbia". Otoritas Serbia mendesak pasukan internasional untuk mencegah terjadinya serangan yang lebih parah.[4] Kerusuhan yang meluas terjadi di Kosovo pada tahun 2000. Pada tanggal 6 Juni 2000, sebuah granat dilempar ke kerumunan etnis Serbia yang sedang menunggu bus di alun-alun kota Gračanica, melukai tiga orang, yang diikuti oleh beberapa kerusuhan sipil.[5] Sejak 22 Januari 2001, pemberontakan juga dilancarkan di Makedonia oleh anggota organisasi NLA yang didirikan oleh mantan pejuang KLA. SeranganNiš Express adalah konvoi lima[6] atau tujuh[7] bus yang membawa 200 etnis Serbia dari Kosovo ke kota Niš di Serbia tenggara dan sebaliknya.[8] Konvoi itu berada di bawah perlindungan unit KFOR Inggris dan dikawal oleh lima kendaraan lapis baja[6] Swedia. Sebuah bom yang dikendalikan dari jarak jauh meledak di sekitar konvoi pada siang hari tanggal 16 Februari 2001 saat melewati kota Podujevo yang berpenduduk Albania ketika bertolak dari Niš ke daerah kantong Serbia di Gračanica.[9] Orang-orang Serbia sedang melakukan perjalanan untuk mengunjungi makam keluarga di Gračanica pada Hari Orang Mati Kristen Ortodoks.[10] Bus pertama mengalami ledakan dahsyat.[7] Bus itu berisi 57 penumpang dan sebagian besar di antaranya tewas atau terluka dalam serangan itu.[6] KFOR telah menerima peringatan dini atas serangan tersebut dan telah menyisir rute bus tersebut tetapi gagal menemukan alat peledak.[8] Korban termuda adalah Danilo Cokic (1999-2001).[8] Laporan menyebutkan bahwa upaya penyisiran terganggu sesaat sebelum ledakan oleh dua orang Albania yang mencurigakan.[8] Ledakan tersebut melukai banyak orang dan helikopter PBB dikerahkan untuk mengangkut sedikitnya tiga korban ke rumah sakit terdekat. Bus-bus yang tidak terkena ledakan dapat meneruskan perjalanan. Kedua pria yang ditemukan oleh patroli KFOR sebelum penyerangan tersebut langsung ditahan.[8] DampakEkstremis Albania Kosovo dituding bertanggung jawab serangan itu.[7][11] Laporan awal menyebutkan bahwa 7 orang tewas akibat ledakan itu. Dua orang Serbia yang terluka tewas dalam perjalanan ke rumah sakit dan dua bagian tubuh lainnya ditemukan di antara puing-puing bus.[11] 12 orang tewas dan 40 lainnya luka-luka akibat ledakan itu.[8] Menurut Komandan Regional KFOR, bom tersebut terbuat dari bahan peledak berkekuatan 100–200 pon.[12] Ledakan itu menciptakan lubang sedalam enam kaki dan lebar dua belas kaki.[11] Orang Serbia yang tinggal di Kosovo mulai mengerumuni dan menyerang orang Albania dalam waktu satu jam setelah serangan itu. Orang-orang Serbia di daerah kantong Čaglavica memblokir jalan menuju Makedonia, menarik etnis Albania keluar dari mobil dan menyerang mereka.[6] Kerabat para korban bereaksi dengan melakukan protes di Gračanica.[7] Para pemimpin NATO mengutuk ledakan itu dan menyebutnya sebagai "pembunuhan terencana". Pasukan penjaga perdamaian NATO di lapangan menggambarkan pemboman itu sebagai serangan tanpa pandang bulu. Sekretaris Jenderal NATO George Robertson menanggapi ledakan itu dengan mengatakan, "NATO tidak melakukan serangan udara untuk membiarkan pembersihan etnis oleh satu kelompok digantikan oleh serangan dan intimidasi dari kelompok lain". Ia memperingatkan bahwa Kosovo terancam kehilangan dukungan komunitas internasional jika kekerasan terus berlanjut. Parlemen Yugoslavia memprotes pemboman tersebut — yang dianggap sebagai tindakan terorisme — dengan mempersingkat sesi.[7] Sebuah serangan bom pada April 2001 yang menargetkan orang-orang Serbia di Pristina menyebabkan satu orang tewas dan empat lainnya cedera (sukarelawan KLA Roland Bartetzko kemudian dinyatakan bersalah).[13] PenangkapanLima pria Albania ditangkap karena serangan itu.[14] Empat pria kemudian dicurigai melakukan serangan itu, tetapi mereka melarikan diri dari pusar penahanan yang dikelola AS pada tahun 2002. Seorang warga Albania, Florim Ejupi, dihukum pada tahun 2008 karena menanam bom dan dijatuhi hukuman 40 tahun penjara.[15] Namun, dia dibebaskan pada 13 Maret 2009.[16] Pada 5 Juni 2009, kepala jaksa EULEX mengumumkan bahwa misi Uni Eropa telah membuka pemeriksaan baru atas kasus yang telah diserahkan kepada kantor kejaksaan khusus yang bertanggung jawab atas kasus kejahatan perang.[17] Referensi
Pranala luar
|