Perdarahan saluran pencernaan atas lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan saluran pencernaan bawah.[1] Kasus pendarahaan GI atas dapat terjadi kepada 50 hingga 150 per 100,000 orang dewasa setiap tahunnya.[8] Sementara untuk kasus pendarahan GI bawah rata-rata terjadi kepada 20 hingga 30 per 100,000 orang dewasa setiap tahunnya.[1] Di Amerika Serikat, pendarahan ini mengakibatkan sekitar 300.000 pasien per tahun masuk rumah sakit.[3] Dan risiko kematian mencapai 5% hingga 30%.[3][7]
Tanda dan Gejala
Untuk dapat memastikan seseorang menderita perdarahan saluran pencernaan (rastrointestinal) lebih efisien dengan pemeriksaan di laboratotium, karena hanya melalui deteksi pendaraan masif dapat terlihat. Penyakit ini sendiri dapat menyebabkan sipenderita mengalami sinkop atau pingsan.[12] Pendarahan saluran pencernaan bawah, akan menyebabkan pendarahan di organ tubuh bawah, dan warna darah biasanya lebih merah atau darah merah. Salah satu contoh ialah si penderita akan mengalami pendarahan di area anus, sehingga fesesnya menjadi berdarah merah, atau disebut dengan hematochezia. Sementara untuk pendarahan saluran pencernaan atas, sipenderita sering mengalami pendarahaan berwarna hitam. Sebagai contoh, si penderita akan mengalami batuk atau muntah darah "bubuk kopi" atau melena.[1]Tanda-tanda dan gejala lainnya yang dapat dilihat ialah, adanya perasaan lelah, merasa pusing dan memiliki warna kulit yang pucat.[12]
Ada sejumlah makanan dan juga obat-obatan yang bisa mengubah warna tinja memiliki warna kemerahan atau juga warna hitam, dan itu bukan termasuk ke dalam gejala penyakit pendarahan gastrointestinal.[1] Ada banyak obat-obatan atau berbagai produk yang memakai atau mengandung bahan bismut, dan bismut dapat megubah warna tinja menjadi kehitaman.[1] Sementara itu, darah dari vagina atau yang keluar dari saluran kemih dapat disalahartikan sebagai darah dalam tinja.[1]
Klarifikasi
Ada dua jenis pendarahan gastrointestinal yang telah diklarifikasi secara klinis, yaitu pendarahan gastrointestinal atas dan juga pendarahan gastrointestinal bawah.[1] Dan kebanyakan kasus pendarahan ini terjadi pada saluran pencernaan bagian atas, atau berjumlah 2/3 dari semua kasus perdarahan GI. Penyebab utama terjadinya perdarahan gastrointestinal ialah akibat dari infeksi, kemudian kanker, gangguan pembuluh darah, efek samping mengonsumsi obat-obatan, dan adanya gangguan pembekuan darah.[1]
Melalui penelitian para hali, beberapa jenis obat-obatan dinyatakan merupakan penyebab terjadi masalah pendarahan saluran atas ditemukan menyebabkan perdarahan perncernaa atas.[13] Jenis obat seperti Obat antiinflamasi nonsteroid (Nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAIDs)) atau COX-2 inhibator (Penghambat COX-2) dapat menyebabkan risiko pendarahan saluran pencernaan atas sebanyak empat kali lipat,[13] dan jenis obat lainnya seperti kortikosteroid, dan antikoagulan juga dapat menimbulkan efek buruk terjadinya pendarahan bagian atas.[13] Kemudian, penggunaan obat dabigatran memiliki risiko pendarahan lebih banyak 30% dibandingkan dengan pengguna obat warfarin.[14]
Merujuk pada penelitian kepada pasien yang memiliki masalah kesehatan terkait kristaloid dan koloid diyakini erat hubungannya mengalami perdarahan tukak lambung.[4]Melakukan Penghambat pompa proton (Proton pump inhibitor (PPI)) pada pasien dapat mengurangi tingkat kematian (mortalitas) terutama bagi mereka dalam risiko tinggi yang sudah sakit parah.[6] Melakukan formulasi oral dan intravena juga dapat dilakukan. Namun, cara ini belum memiliki bukti akurat sebagai cara pengobatan bagi pasien.[15] Sementara itu, bagi pasien yang mengalami pendarahan yang tidak parah, endoskopi adalah cara cepat untuk menolong mereka, diikuti tindakan klinis lainnya sesuai tingkat keparahan pasien.[16] Penggunaan asam traneksamat memiliki manfaat tentatif sebagai upaya dalam menghambat terjadinya pendarahan.[17] Setelah melakukan pengobatan dengan endoskopi sekitar sekali sehari, ini dapat bekerja dengan baik bagi pasien berisiko dan juga lebih murah.[18]
Perdarahan varises
Cairan koloid atau albumin cocok diberikan kepada pasien yang memiliki gangguan sirosis.[4] Dan untuk mengurangi pendarahan pada pembuluh darah vena, pengobatan pasien dapat diberikan oktreotida, dan dapat diganti dengan vasopressin atau nitrogliserin, jika oktreotida tidak tersedia.[11] Penggunaan Terlipressin lebih efektif daripada penggunaan oktreotida, namun ketersediaannya sangat terbatas dan tidak semua negara memilikinya.[13][19] It is the only medication that has been shown to reduce mortality in acute variceal bleeding.[19]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa melakukan transfusi darah bagi penderita pendarahan gastrointestinal memiliki dampak buruk bagi pasien.[8] Bila kantong darah merah digunakan dalam jumlah yang banyak, perlu dilakukan penambahan trombosit dan plasma beku segar guna mencegah terjadinya koagulopati.[4] Penundaan melakukan transfusi darah juga diperlukan bagi pasien yang memiliki hemoglobin lebih besar dari 7 sampai 8 g/dL dan juga bagi mereka yang menderita penyakit arteri koroner.[7][10] Jika INR lebih besar dari 1,5 hingga 1,8 dengan plasma beku segar atau kompleks protrombin, maka itu dapat menurunkan tingkat kematian (mortalitas).[4][22]
Prosedur
Manfaat versus risiko menempatkan selang nasogastrik pada mereka yang mengalami perdarahan saluran cerna bagian atas tidak ditentukan.[4] Sangat disarankan untuk melakukan endoskopi dalam 24 jam,[4] selain dari manajemen medis yang sudah diterapkan.[23] Beberapa perawatan endoskopi yang bisa dilakukan ialah memberikan injeksi epinefrin, ligasi pita, skleroterapi, dan lem fibrin, sesuai pada kondisi pendarahan pasien.[1] Prokinetic agents such as erythromycin before endoscopy can decrease the amount of blood in the stomach and thus improve the operators view.[4]
Beberapa kasus direkomendasikan untuk melakukan dua kali endoskopi secara rutin dalam sehari, sesuai kebutuhan pengobatan pasien.[24]Pemberian Penghambat pompa proton, perlu dilakukan bagi pasien risiko tinggi mengalami pendarahan,[4] dan dosisnya sesuai kebutuhan.[25] Pasien risiko tinggi pendarahan sangat dianjurkan untuk dirujuk ke rumah sakit setidaknya dalam 72 jam.[4] Sementara bagi pasien berisiko rendah yang mengalami perdarahan berulang-ulang, diizinkan untuk dalam setelah 24 jam melakukan endoskopi.[4] Jika berbagai pengobatan tidak efisien atau tidak tersedia, maka dianjurkan unutk melakukan esophageal balloon tamponade.[1] Meskipun cara ini memiliki tingkat keberhasilan hingga 90%, beberapa kasus menyebabkan adanya komplikasi seperti aspirasi dan juga perforasi esofagus.[1]
Melakukan Kolonoskopi bermanfaat dalam melakukan diagnosa dan mengobati perdarahan gastrointestinal bawah. Beberapa teknik yang dapat yaitu pemotongan, kauterisasi, dan skleroterapi.[1] Dibutuhkan waktu minimal enam jam sebagai persiapan sebelum melakukan kolonoskopi.[26] Pembedahan lebih sering digunakan bagi penderita pendarahan saluran bawah dibanding pendarahan saluran. Beberapa bagian usus pasien akan dipotong, dan bagian usus yang dipotong ialah sumber masalah terjadinya pendarahan.[1]Embolisasi angiografik dapat diterapkan bagi penderita perdarahan GI atas maupun bawah.[1] Alternatif pengobatan lainnya yaitu Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dalam menangani pendarahan gastrointestinal.[13]
Prognosa
Tingkat kematian penderita perdarahan GI lebih sering terjadi diakibatkan adanya penyakit lain atau telah mengidap penyakit lainnya daripada kasus pendarahan itu sendiri. Penyakit tersebut termasuk kanker dan juga sirosis.[1] Sementara pasien pendarahan GI yang dirawat inap di rumah sakit, memiliki tingkat kematian hingga 7%.[13] pasien yang telah mendapat pengobatan, namun perdarahan berulang-ulang dapat terjadi antara 7-16% kasus bagi penderita pendarahan GI atas, ada risiko pendarahan lanjutan dalam rentang waktu selama enam minggu.[11] Testing and treating H. pylori if found can prevent re-bleeding in those with peptic ulcers.[4]
Epidemiologi
Perdarahan GI atas dialami oleh sekitar 50 hingga 150 orang per 100.000 orang dewasa setiap tahun.[8] Pendarahan GI atas lebih sering terjadi daripada pendarahan GI bawah, di mana pendarahan GI bawah rata-rata terjadi pada 20 hingga 30 per 100.000 setiap tahun,[1] dan risiko pendarahan ini lebih sering dialami oleh laki-laki, faktor usia juga akan memengaruhinya.[1]
^ abcdefghijklmnJairath, V; Barkun, AN (October 2011). "The overall approach to the management of upper gastrointestinal bleeding". Gastrointestinal Endoscopy Clinics of North America. 21 (4): 657–70. doi:10.1016/j.giec.2011.07.001. PMID21944416.
^ abcdJairath, V; Hearnshaw, S; Brunskill, SJ; Doree, C; Hopewell, S; Hyde, C; Travis, S; Murphy, MF (2010-09-08). Jairath, Vipul, ed. "Red cell transfusion for the management of upper gastrointestinal haemorrhage". Cochrane Database of Systematic Reviews (9): CD006613. doi:10.1002/14651858.CD006613.pub3. PMID20824851.
^ ab"Bleeding in the Digestive Tract". The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. September 17, 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 November 2020. Diakses tanggal 6 March 2015.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abSalpeter, SR; Buckley, JS; Chatterjee, S (February 2014). "Impact of more restrictive blood transfusion strategies on clinical outcomes: a meta-analysis and systematic review". The American Journal of Medicine. 127 (2): 124–131.e3. doi:10.1016/j.amjmed.2013.09.017. PMID24331453.
^ abcdefCat, TB; Liu-DeRyke, X (September 2010). "Medical management of variceal hemorrhage". Critical Care Nursing Clinics of North America. 22 (3): 381–93. doi:10.1016/j.ccell.2010.02.004. PMID20691388.
^ abPrasad Kerlin, Meeta; Tokar, Jeffrey L. (6 August 2013). "Acute Gastrointestinal Bleeding". Annals of Internal Medicine. 159 (3): ITC2–1, ITC2–2, ITC2–3, ITC2–4, ITC2–5, ITC2–6, ITC2–7, ITC2–8, ITC2–9, ITC2–10, ITC2–11, ITC2–12, ITC2–13, ITC2–14, ITC2–15; quiz ITC2–16. doi:10.7326/0003-4819-159-3-201308060-01002. PMID23922080.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Coleman, CI; Sobieraj, DM; Winkler, S; Cutting, P; Mediouni, M; Alikhanov, S; Kluger, J (January 2012). "Effect of pharmacological therapies for stroke prevention on major gastrointestinal bleeding in patients with atrial fibrillation". International Journal of Clinical Practice. 66 (1): 53–63. doi:10.1111/j.1742-1241.2011.02809.x. PMID22093613.
^Tsoi, KK; Hirai, HW; Sung, JJ (Aug 5, 2013). "Meta-analysis: comparison of oral vs. intravenous proton pump inhibitors in patients with peptic ulcer bleeding". Alimentary Pharmacology & Therapeutics. 38 (7): 721–8. doi:10.1111/apt.12441. PMID23915096.
^Wells, M; Chande, N; Adams, P; Beaton, M; Levstik, M; Boyce, E; Mrkobrada, M (June 2012). "Meta-analysis: vasoactive medications for the management of acute variceal bleeds". Alimentary Pharmacology & Therapeutics. 35 (11): 1267–78. doi:10.1111/j.1365-2036.2012.05088.x. PMID22486630.
^Martí-Carvajal, AJ; Karakitsiou, DE; Salanti, G (2012-03-14). Martí-Carvajal, Arturo J, ed. "Human recombinant activated factor VII for upper gastrointestinal bleeding in patients with liver diseases". Cochrane Database of Systematic Reviews. 3 (3): CD004887. doi:10.1002/14651858.CD004887.pub3. PMID22419301.
^Barkun AN, Bardou M, Kuipers EJ, Sung J, Hunt RH, Martel M, Sinclair P (2010). "International consensus recommendations on the management of patients with nonvariceal upper gastrointestinal bleeding". Ann. Intern. Med. 152 (2): 101–13. doi:10.7326/0003-4819-152-2-201001190-00009. PMID20083829.
^"Management of acute lower GI bleeding". University of Pennsylvania Health System (UPHS). Jan 2009. hlm. 6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-02-20. Diakses tanggal 2012-04-23.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)