Marine Le Pen adalah seorang politikus Prancis yang juga menjabat sebagai Presiden Partai Barisan Nasional. Selama karier politiknya, ia telah mengemukakan berbagai pandangan mengenai isu-isu ekonomi, imigrasi, sosial, dan luar negeri. Ia mengatakan bahwa kebijakan imigrasi Barisan Nasional lebih dikenal oleh pemilih, sehingga ia berfokus pada program ekonomi dan sosial selama kampanye.[1][2]
Ia telah digambarkan sebagai tokoh yang lebih demokratis dan republikan daripada ayahnya, Jean-Marie Le Pen, yang merupakan ketua Partai Barisan Nasional yang sebelumnya. Marine Le Pen mencoba melunakkan citra partainya dengan merumuskan ulang berbagai pandangan dan mengeluarkan anggota-anggota yang dituduh rasis, antisemit, atau mendukung pétainisme, termasuk ayahnya.[3][4] Marine Le Pen bahkan mengubah pandangan partainya yang tadinya menolak mengakui hubungan sesama jenis sama sekali menjadi pendukung persatuan sipil untuk pasangan sesama jenis, dan ia juga menerima aborsi tanpa syarat dan tidak lagi mendukung hukuman mati.[5][6][7][8]
Le Pen mengklaim bahwa multikulturalisme telah gagal,[27] dan ia ingin "mende-Islamisasi" masyarakat Prancis.[28] Le Pen menyerukan pembuatan moratorium mengenai imigrasi legal.[29] Ia ingin mencabut hukum yang mengizinkan pendatang ilegal menjadi warga yang legal,[30] dan meminta agar jaminan untuk imigran dikurangi untuk mengurangi insentif bagi pendatang baru.[31] Setelah terjadinya krisis migran Eropa, ia menyerukan agar Prancis keluar dari Kawasan Schengen dan melakukan kembali pengendalian perbatasan.[32][33]
Dalam hal kebijakan luar negeri, Le Pen mendukung kemitraan khusus dengan Rusia,[23] dan ia mengatakan bahwa Ukraina telah "ditundukkan" oleh Amerika Serikat.[34] Ia sangat kritis terhadap kebijakan NATO di Ukraina, sentimen anti-Rusia,[34] dan ancaman sanksi ekonomi.[22]