Padoeka Jang Moelia

Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin pernah diberi julukan "Padoeka Jang Moelia"

Padoeka Jang Moelia, Jang Moelia, atau Padoeka Toean (ejaan baru Paduka Yang Mulia, Yang Mulia, atau Paduka Tuan) adalah sebuah julukan yang pernah diberikan untuk mantan Presiden Indonesia Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Julukan ini sering digunakan untuk menyebut Presiden Soekarno pada acara-acara resmi pemerintahan. Tidak seperti gelar "Pemimpin Besar Revolusi" yang disahkan melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) No. II/MPRS/Mei 1963, julukan "Padoeka Jang Moelia" merupakan julukan yang tidak resmi.[1]

Menurut sejarawan Peter Kasenda, julukan ini pertama kali dimunculkan oleh orang-orang dekat Soekarno. Di sisi lain, Barlan Setiadijaya berpendapat bahwa julukan "Padoeka Jang Moelia" merupakan warisan feodalisme Kekaisaran Jepang, mengingat di negara tersebut terdapat kebiasaan menambahkan "san" (tuan) dan "kan" (paduka tuan) sebagai akhiran untuk nama seseorang yang dihormati. Soekarno sendiri pada 6 September 1945 pernah menolak penggunaan julukan ini di media massa:

Ketjoeali dalam oeroesan jang resmi-resmi benar mengenai NEGARA REPOEBLIK INDONESIA, maka saja minta didalam seboetan sehari-hari diseboet ‘BOENG KARNO’ sadja, djangan ‘PADUKA JANG MOELIA’. Djakarta, 6 September 1945. ttd. SOEKARNO.[1]

Setelah tumbangnya Demokrasi Terpimpin, gelar "Padoeka Jang Moelia", "Jang Moelia", dan "Padoeka Toean" dihapuskan oleh TAP MPRS No. 31/1966 karena dianggap feodal dan kolonial serta tidak egaliter. Gelar ini digantikan oleh "Bapak/Ibu" atau "Saudara/Saudari".[1]

Budaya populer

Pada tahun 1963, Soetedja Poerwodibroto menciptakan lagu Oentoek PJM Presiden Soekarno yang dinyanyikan oleh penyanyi populer Lilis Suryani.[1]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ a b c d Janti, Nur (15 September 2017). "Riwayat Panggilan Hormat Pada Pejabat". Historia. Diakses tanggal 13 Juni 2023. 

Pranala luar