Orang Vietnam di Jepang
Orang Vietnam di Jepang (在日ベトナム人 , Zainichi Betonamujin, Người Việt ở Nhật) menjadi komunitas penduduk asing ketiga terbesar di Jepang di atas orang Filipina di Jepang dan di bawah orang Korea di Jepang, menurut statistik dari Kementerian Hukum Jepang. Hingga akhir 2017, terdapat 262.405 penduduk. Mayoritas orang Vietnam tinggal secara legal di Wilayah Kantō dan daerah metropolitan Osaka.[5] Sejarah migrasiSejumlah besar pelajar Vietnam mulai memilih Jepang sebagai tujuan rantau pada awal abad ke-20, didorong oleh pangeran Cường Để dan Gerakan Đông Du (secara harfiah, "Perjalanan ke Timur" atau "Gerakan Perjalanan ke Timur") yang dirintis oleh ia dan Phan Bội Châu. Pada tahun 1908, 200 pelajar Vietnam telah menimba ilmu di universitas-universitas Jepang.[6][7] Namun, komunitas orang-orang Vietnam di Jepang didominasi oleh pengungsi Perang Vietnam dan keluarga mereka, yang menyusun sekitar 70% dari total populasi.[4] Jepang mulai menerima pengungsi dari Vietnam pada akhir 1970-an.[8] Kebijakan penerimaan migran asing ini menandai terobosan yang signifikan dari orientasi Jepang pasca-Perang Dunia II yang mempertahankan mitos ras homogen Jepang. Sebagian besar penduduk migran ini menetap di prefektur Kanagawa dan Hyōgo. Mereka sering condong pindah ke lingkungan yang didominasi oleh Korea Zainichi. Namun, mereka tidak merasakan kedekatan dengan warga Korea Zainichi, melihat mereka bukan sebagai sesama etnis minoritas.[4] Pekerja asing mulai mengikuti para pengungsi ke Jepang dalam "gelombang ketiga" migrasi Vietnam yang dimulai pada 1990-an. Ketika pekerja kontrak kembali ke Vietnam dari negara-negara bekas Blok Timur, yang pada saat itu telah memulai transisi mereka dari Komunisme, mereka mulai mencari negara asing lain dimana mereka dapat memperoleh penghasilan yang baik, dan Jepang terbukti menarik karena lokasi yang dekat dan standar hidup yang tinggi. Pada akhir tahun 1994, jumlah pekerja Vietnam tahunan yang pergi ke Jepang berjumlah 14.305 orang, sebagian besar di bawah visa pelatihan industri. Berbeda dengan negara-negara pengekspor tenaga kerja lainnya di Asia Tenggara, seebagian besar pekerja ini adalah laki-laki, karena pembatasan pemerintah Vietnam terhadap migrasi untuk pekerjaan yang didominasi oleh perempuan seperti pekerjaan rumah tangga dan hiburan.[9] IntegrasiPara pengungsi mengalami berbagai kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat Jepang, terutama di bidang pendidikan dan pekerjaan; tingkat kehadiran mereka di sekolah menengah atas diperkirakan hanya 40%, dibandingkan dengan 96,6% untuk warga negara Jepang. Fakta ini dikaitkan dengan kurangnya kemampuan bahasa Jepang para pengungsi serta ketidakmampuan sekolah menyesuaikan diri untuk mendidik siswa dengan latar belakang budaya yang berbeda.[8] Sebagian besar orang Vietnam lebih suka menggunakan nama Vietnam, meskipun mereka memiliki nama Jepang dan merasa memerlukannya untuk mencari pekerjaan.[4] Tokoh terkenalGaleri gambar
Referensi
Bacaan lebih lanjut
|