Orang Korea di Jepang adalah penduduk Jepang yang beretnis Korea. Saat ini mereka merupakan kelompok etnis minoritas terbesar di Jepang. Mayoritas orang Korea di Jepang adalah orang Korea Zainichi, atau kadang disingkat Zainichi (在日code: ja is deprecated ) saja, yaitu penduduk permanen Jepang yang beretnis Korea. Sebutan Korea Zainichi hanya mengacu kepada penduduk permanen jangka panjang di Jepang, yang tetap mempertahankan kebangsaan Joseon (negara Korea lama, sebelum terbagi) atau Korea Selatan mereka.
Kata Zainichi dalam bahasa Jepang berarti "tinggal di Jepang", namun istilah ini umumnya merujuk kepada orang Korea Zainichi, mengingat jumlah mereka yang signifikan dalam masyarakat Jepang. Warga negara Jepang keturunan Korea, orang Korea yang memperoleh naturalisasi kewarganegaraan Jepang (dimungkinkan setelah revisi undang-undang tahun 1985), serta warga negara biasa yang lahir di Jepang, tidak disebut Zainichi.
Statistik
Berdasarkan statistik Biro Imigrasi Jepang[1] terdapat 454,122 orang Korea di Jepang tahun 2020. Data ini tidak termasuk mereka yang telah mengambil kewarganegaraan Jepang.
Sebelumnya pada tahun 2005, terdapat 515.570 orang Korea dengan status penduduk tetap (permanent resident) berkategori umum dan khusus, 284.840 orang yang telah mengambil naturalisasi kewarganegaraan Jepang, 82.666 orang pengunjung jangka panjang, dan 18.208 orang pelajar Korea di Jepang, sehingga jumlah keseluruhannya mencapai 901.284 orang.[2]
Sejarah
Keturunan Zainichi Korea saat ini dapat menyusuri jejak diaspora mereka sampai awal abad ke-20, yaitu ketika Korea berada di bawah pemerintahan Kekaisaran Jepang. Tahun 1910, sebagai akibat dari Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea, semua orang Korea menjadi warga negara Kekaisaran Jepang. Gelombang migran secara terpaksa telah dimulai pada tahun 1920-an. Selama Perang Dunia II, terdapat sejumlah besar warga Korea yang diharuskan mengikuti wajib militer oleh Jepang. Gelombang migrasi juga terjadi sesaat setelah Korea Selatan hancur dalam Perang Korea pada 1950-an. Banyak pula pengungsi berdatangan setelah terjadinya tragedi pembunuhan massal di Pulau Jeju.[3]
Statistik mengenai imigrasi Zainichi jarang ditemukan. Namun pada tahun 1988, suatu kelompok pemuda Mindan bernama Zainihon Daikan Minkoku Seinendan (재일본대한민국청년회, 在日本大韓民国青年会) menerbitkan sebuah laporan yang berjudul "Ayah, ceritakan kepada kami tentang hari itu. Laporan untuk memperoleh kembali sejarah kita" (アボジ聞かせて あの日のことを -- 我々の歴史を取り戻す運動報告書). Di dalam laporan itu terdapat survei mengenai alasan generasi pertama Korea berimigrasi. Hasilnya adalah 13,3% karena wajib militer, 39,6% karena alasan ekonomi, 17,3% karena perkawinan dan keluarga, 9,5% untuk belajar/urusan akademik, 20,2% karena alasan lain, dan 0,2% tidak diketahui.[4] Survei mengecualikan orang-orang yang berusia di bawah 12 tahun ketika mereka tiba di Jepang.
Integrasi ke dalam masyarakat Jepang
Setelah melalui aktivisme bertahun-tahun, keberadaan Zainichi di Jepang saat ini telah mencapai kedudukan yang kokoh. Dukungan dari organisasi pemuda Mintohren, organisasi komunitas Zainichi (Mindan, Chongryon, dan lain-lain), kelompok minoritas lain (Ainu, Burakumin, Ryūkyū, Uilta, Nivkhs, dan lain-lain), serta orang-orang Jepang yang bersimpati, telah berhasil meningkatkan iklim sosial bagi Zainichi di Jepang. Ada pula orang Korea yang tinggal di Jepang yang berusaha menampilkan diri sebagai orang Jepang untuk menghindari perlakuan diskriminatif.[5] Sebagian besar kaum muda Zainichi sekarang hanya dapat berbicara dalam bahasa Jepang, bersekolah di sekolah-sekolah di Jepang, bekerja untuk perusahaan-perusahaan Jepang, dan semakin sering menikah dengan orang Jepang. Kebanyakan proses naturalisasi terjadi di kalangan pemuda, dan umumnya waktu naturalisasi mereka bertepatan dengan saat mereka mencari pekerjaan formal atau pernikahan. Mereka yang telah mencapai kehidupan yang mapan, kadang-kadang memilih untuk mempertahankan kebangsaan Joseon atau Korea Selatan mereka, dan menganggapnya sebagian warisan budaya mereka.
^Title:"Diaspora without Homeland: Being Korean in Japan"|Author:Ryang, Sonia & Lie, John|Publication Date:04-01-2009 [1]"The same threat hung over thousands more who had arrived as refugees from the massacres that followed the April 3, 1948, uprising on Jeju Island and from the Korean War"