Orang Lezgin
Lezgin (bahasa Lezgia: Lezgiâr, IPA: lezgijar), atau secara historis dikenal sebagai Albania Kaukasia, adalah kelompok etnis Kaukasus Timur Laut yang sebagian besar menghuni Dagestan selatan di Rusia dan timur laut Azerbaijan. Suku Lezgin sebagian besar memeluk Islam dan berbicara bahasa Lezgin. Tanah Lezgin kerap menjadi incaran banyak penjajah sejak zaman dahulu kala. Wilayah yang terisolasi berkontribusi pada keunikan budaya Lezgin dan ikut membantu pembentukan identitas nasionalnya. Karena selalu diserbu penjajah, orang Lezgin mengembangkan tradisi lokal yang disebut Lezgiwal. Masyarakat Lezgin egaliter secara tradisional dan terorganisir dalam banyak klan otonom yang disebut syhil. EtimologiMenurut tradisi lokal, istilah Lezgin berasal dari kata Lek yang berarti "elang". Elang sendiri merupakan hewan nasional suku Lezgin.[6] Namun demikian, sebagian besar peneliti menyimpulkan bahwa istilah Lezgin diturunkan dari suku kuno Legi dan Lakzi yang hidup pada abad pertengahan awal. Sejarawan Yunani kuno, termasuk Herodotus, Strabo, dan Plinius Tua menyebut penduduk Albania Kaukasus sebagai Legoi (bahasa Yunani Kuno: Λῆχαι, Lē̂chai).[7] Sejarawan Arab dari abad ke-9 dan ke-10 menyebutkan sebuah kerajaan yang disebut 'Lakz di Dagestan modern.[8] Al Masoudi menyebut penduduk daerah ini sebagai Lakzam (Lezgin),[9] yang melindungi kawasan Shirvan dari serbuan penyerang dari utara.[10] Suku Lezgin mungkin terbentuk sebagai hasil penggabungan suku Akhty, Alty dan Dokus Para, serta beberapa klan Rutul. Sebelum Revolusi Rusia, "Lezgin" merupakan istilah untuk menyebut semua kelompok etnis yang mendiami Dagestan.[11] Pada abad ke-19, istilah ini digunakan secara lebih luas untuk menyebut semua suku bangsa yang menuturkan bahasa Kaukasia Timur Laut non-Nakho, seperti Avar, Lak, dan suku lainnya. SejarahPada abad ke-4 SM, suku-suku berbahasa Lezgik bersatu membentuk konfederasi 26 suku, yang dibentuk di Albania Kaukasia, yang kemudian bergabung dalam Kekaisaran Akhaemeniyah dari Persia pada tahun 513 SM.[12][13] Di bawah pengaruh kekuasaan Persia, Albania Kaukasia terbagi menjadi beberapa wilayah — Lakzi, Shirvan, dll. Suku-suku berbahasa Lezgik ikut serta dalam pertempuran Gaugamela di bawah bendera Persia melawan invasi Aleksander Agung.[12] Di masa Kekaisaran Partia, pengaruh politik dan kebudayaan Iran meningkat di seluruh wilayah Albania Kaukasia, termasuk tempat tinggal suku-suku berbahasa Lezgik.[14] Kawasan itu diperintah oleh Dinasti Arsak[14] yang cenderung berkiblat ke Hellenisme. Kebudayaan Yunani dari Arsak kemudian diikuti dengan kebudayaan "Iranianisme", dan secara perlahan, bahasa Partia menjadi bahasa kaum terpelajar di wilayah itu.[14] Bangsa Alan berusaha menyerang tanah Lezgin pada 134 dan 136, tetapi Vologases membujuk mereka untuk mundur, mungkin dengan membayar mereka. Pada tahun 252–253, kekuasaan atas suku Lezgik beralih dari Partia ke Sassania. Albania Kaukasia menjadi negara vassal,[15] dan tetap mempertahankan sistem monarkinya; raja Albania tidak memiliki kekuasaan nyata dan sebagian besar otoritas sipil, agama, dan militer berada di tangan marzban (gubernur militer) wilayah tersebut.[16] Kekaisaran Romawi memperoleh kendali atas beberapa wilayah Lezgin paling selatan selama beberapa tahun sekitar tahun 300 M, tetapi kemudian Sassani mendapatkan kembali kendali dan terus mendominasi daerah itu selama berabad-abad hingga serangan Arab. Meskipun suku Lezgin pertama kali mengenal Islam pada awal abad ke-8, mereka tetap menjadi animis sampai abad ke-15, ketika pengaruh Muslim menjadi lebih kuat, dengan kedatangan pedagang Persia datang dari selatan, dan Gerombolan Emas semakin menekan dari utara. Pada awal abad ke-16, Safawi Persia menegaskan kendali mereka atas sebagian besar Dagestan selama berabad-abad dan seterusnya. Sebagai akibat dari Perang Utsmaniyah-Safawiyah (1578–1590), Utsmaniyah berhasil merebut kendali atas wilayah tersebut untuk waktu singkat, hingga wilayah tersebut kembali direbut oleh Safawi di bawah Raja Abbas I (memerintah 1588–1629). Salah satu tokoh Lezgin terkemuka dari masa Safawi adalah Fath-Ali Khan Daghestani, yang menjabat sebagai Wazir Agung Safawi dari tahun 1716 hingga 1720, pada masa pemerintahan Shah Sultan Husain (1694-1722). Pada awal abad ke-18, Kekaisaran Safawiyah mulain melemah. Pada tahun 1721, suku Lezgin menjarah dan menjarah kota Shamakhi, ibu kota provinsi Shirvan. Kekhanan Lak Kazi Kumukh menguasai sebagian wilayah Lezgin untuk sementara waktu pada abad ke-18 setelah disintegrasi Kekaisaran Safawiyah. Pada paruh pertama abad ke-18, Persia mampu memulihkan wewenangnya di seluruh Kaukasus di bawah Nader Shah. Setelah kematian Nader, Persia mulai membagi wilayahnya menjadi beberapa kekhanan yang lebih kecil. Beberapa wilayah Lezgin menjadi bagian dari Kekhanan Kuba di Azerbaijan modern, sementara yang lainnya berada di bawah yurisdiksi Kekhanan Derbent dan Kekhanan Kura. Beberapa klan Lezgin juga tinggal di Federasi Rutul.[17] Pada tahun 1813, sebagai hasil dari Traktat Gulistan, Rusia menguasai Dagestan dan sebagian besar Azerbaijan modern.[18] Traktat Turkmenchay 1828 mengkonsolidasikan kontrol Rusia tanpa batas atas Dagestan dan daerah yang menjadi tempat tinggal Lezgin dan menyingkirkan Iran.[19][18] Pemerintah Rusia kemudian membentuk Kekhanan Kiurin, yang kemudian menjadi distrik Kiurin. Namun, banyak orang Lezgin di Dagestan berpartisipasi dalam Perang Kaukasus yang dimulai kira-kira pada waktu yang sama dengan Perang Rusia-Persia abad ke-19, dan berperang melawan Rusia bersama tokoh Avar Imam Syamil, yang selama 25 tahun (1834 – 1859) menentang kekuasaan Rusia. Baru setelah kemenangannya pada tahun 1859, Rusia mengkonsolidasikan kekuasaan mereka atas Dagestan dan suku Lezgin. Pada tahun 1930, Sheikh Mohammed Effendi Shtulskim mengadakan pemberontakan melawan pemerintahan Soviet, yang ditindas setelah beberapa bulan. Pada abad ke-20, upaya dilakukan untuk menciptakan republik Lezgistan (mandiri atau sebagai daerah otonom). Sejumlah suku Lezgin dideportasi ke Asia Tengah pada 1940-an oleh rezim Stalin, karena mereka dituduh bekerja sama dengan Jerman. BudayaBudaya Lezgin merupakan perpaduan unik antara adat istiadat lokal dengan ajaran Islam, seperti pada orang Kaukasus Timur Laut lainnya. Suku Lezgin merayakan Ramadhan dan Idulfitri, tapi juga merayakan Yaran Suvar, yang merupakan festival pra-Islam.[20] Mereka sangat menghormati elang, yang menjadi simbolisasi kebebasan. Mereka juga mengenal banyak pahlawan yang berjuang demi kemerdekaan (Hadj-Dawud, Abrek Kiri Buba, Muhammad Shtulwi dan lain-lain). Suku Lezgin tidak suka dipaksa, dan struktur sosial tradisional mereka didasarkan pada kesetaraan dan penghormatan terhadap nilai-nilai individu. Masyarakat Lezgin terstruktur dalam bentuk djamaat (bahasa Lezgia: жамаат - kumpulan klan) dan sekitar 200-300 syhil (bahasa Lezgia: сихил - klan atau bani). Syhil dibagi lagi menjadi miresar (keluarga patronimik).[21] LezgiwalLezgiwal (bahasa Lezgia: Лезгивал) merupakan hukum tak tertulis suku Lezghin. Lezgival tidak ditulis, tapi menjadi aturan tata krama masyarakat Lezghin yang mencakup semua bidang kehidupan setiap anggota masyarakat, mulai dari masa kanak-kanak.[22] Lezgival berisi cara berperilaku yang diturunkan dari generasi ke generasi oleh orang tua dan masyarakat. Hukum lisan ini mengajarkan sopan santun dan etika, kedermawanan, dan keinginan untuk menjaga kehormatan wanita. AgamaSuku Lezgin seperti mayoritas masyarakat Kaukasia Timur Laut lainnya adalah Muslim Sunni, sebagian besar menganut Mazhab Syafi'i, tetapi beberapa klan di desa Miskindja memeluk Syiah Jaʽfariyah.[23] Mazhab Syafi'i memiliki sejarah panjang di kalangan Lezgin dan karenanya tetap menjadi yang paling banyak dipraktikkan. Beberapa juga menganut tradisi mistik Sufi muridisme, di mana sekitar setengah suku Lezgin merupakan anggota tarekat. Muridisme Lezghin didirikan oleh Syaikh Muhammad sebagai sarana perjuangan melawan Rusia, di mana muridnya yang paling terkenal adalah Imam Syamil. Bahasa dan SastraBahasa Lezgia termasuk dalam cabang Lezgik dari rumpun bahasa Kaukasus Timur Laut (bersama Aghul, Rutul, Tsakhur, Tabasaran, Budukh, Khinalug, Jek, Khaput, Kryts, dan Udi). Bahasa Lezgia memiliki tiga dialek yang berhubungan erat (saling dimengerti): Kurin (juga disebut sebagai Gunei atau Kurakh), Akhti, dan Kuba. Dialek Kurin adalah yang paling luas dari ketiganya dan digunakan di sebagian besar kawasan Lezgin di Daghestan, termasuk kota Kurakh, yang secara historis merupakan pusat budaya, politik, dan ekonomi suku Lezgin di Daghestan dan menjadi ibu kota Kekhanan Kurin. Dialek Akhti dituturkan di tenggara Daghestan. Dialek Kuba, yang banyak dipengaruhi bahasa Azeri diucapkan oleh orang Lezgin di utara Azerbaijan (dinamai kota Kuba, pusat kebudayaan dan ekonomi wilayah tersebut). Referensi
Daftar pustaka
|