Niketas (lahir sekitar tahun 335, wafat tahun 414) adalah Uskup Remesiana (sekarang Bela Palanka, Serbia), bagian dari wilayah Provinsi Dacia Mediterranea, Kekaisaran Romawi.[1]
Riwayat hidup
Niketas menganjurkan penggunaan musik suci Latin di dalam ibadat Ekaristi, dan konon menggubah sejumlah madah liturgis. Menurut beberapa sarjana abad ke-20, Te Deum, madah agung Kristen yang dari generasi ke generasi dinisbatkan kepada Ambrosius dan Agustinus, sesungguhnya adalah salah satu madah gubahan Niketas. Diduga Niketas diutus untuk mendakwahkan agama Kristen kepada suku Trakia barbar di daerah orang Besoi.[2]
Lantaran giat berdakwah, rekan sezaman sekaligus sahabatnya, Paulinus dari Nola, secara puitis menyifatkannya sebagai orang yang dengan Injil membina kaum barbar yang sudah ia ubah dari serigala menjadi domba dan ia giring ke dalam kawanan damai sejahtera, juga sebagai orang yang mengajari para penyamun tak berjiwa seni untuk mengidungkan kemuliaan Kristus dengan sepenuh hati sanubari Romawi.[3] Meskipun demikian, tidak diketahui apakah kaum yang disebut barbar itu benar-benar kaum yang belum beradab atau sekadar suatu topos puisi. Paulinus, yang menganggit sebuah puisi Latin yang cukup klasik, memang mungkin sekali berpatokan kepada karya-karya besar seni puisi yang sudah ada pada zamannya. Berkenaan dengan hal-ihwal Dacia, daerah asal Niketas, begawan seni puisi yang dijadikan rujukan adalah Ovidius, sekalipun Dacia (kemungkinan besar Provinsi Dacia Mediterranea) pada masa itu tidak lagi sama persis dengan negeri Getia tempat Ovidius menjalani hukuman buang.[4]
Pada tahun 398, Niketas berangkat ke Nola untuk menyiarahi makam Feliks dari Nola.[5]
Karya tulis terpenting yang dihasilkan Niketas di bidang ajaran Kristen, yakni Arahan-Arahan Bagi Para Calon Baptis, terdiri atas 6 parwa dan terlestarikan karena dikutip secara panjang lebar di dalam karya tulis orang lain. Arahan-arahannya menunjukkan betapa Niketas sangat mementingkan pendirian ortodoks berkenaan dengan doktrin Tritunggal. Di dalam arahan-arahan tersebut terdapat ungkapan "persekutuan para kudus", yakni keimanan akan ikatan gaib yang mempersatukan orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang sudah wafat di dalam harapan dan kasih. Tidak ada bukti sintas yang menunjukkan bahwa ungkapan semacam ini sudah dipakai orang lain sebelum Niketas, dan sejak saat itu ungkapan "persekutuan para kudus" memainkan peran penting di dalam perumusan-perumusan syahadat Kristen.
Niketas dihormati sebagai seorang santo, dan diperingati setiap tanggal 22 Juni.[6]
Rujukan
Pranala luar