Teorinya tentang Matahari sebagai pusat Tata Surya, yang menjungkirbalikkan teori geosentris tradisional (yang menempatkan Bumi di pusat alam semesta) dianggap sebagai salah satu penemuan yang terpenting sepanjang masa, dan merupakan titik mula fundamental bagi astronomi modern dan sains modern (teori ini menimbulkan revolusi ilmiah). Teorinya memengaruhi banyak aspek kehidupan manusia lainnya. Universitas Nicolaus Copernicus di Torun, didirikan tahun 1945, dinamai untuk menghormatinya.
“Ada beberapa 'pembual' yang berupaya mengkritik karya saya, padahal mereka sama sekali tidak tahu matematika, dan dengan tanpa malu menyimpangkan makna beberapa ayat dari Tulisan-Tulisan Kudus agar cocok dengan tujuan mereka, mereka berani mengecam dan menyerang karya saya; saya tidak khawatir sedikit pun terhadap mereka, bahkan saya akan mencemooh kecaman mereka sebagai tindakan yang gegabah”.
Copernicus mencantumkan kata-kata itu dalam karya terobosannya yang berjudul On the Revolutions of the Heavenly Spheres (mengenai perputaran bola-bola langit), yang diterbitkan pada tahun 1543. Mengenai pandangan yang dinyatakan dalam karyanya ini, Christoph Clavius, seorang imam Yesuit pada abad ke-16, mengatakan, "Teori Kopernikus memuat banyak pernyataan yang tidak masuk akal atau salah". Teolog Jerman, Martin Luther, menyayangkan, "Si dungu itu akan mengacaukan seluruh ilmu astronomi".
Latar belakang pemuda yang haus pengetahuan
Lahir pada tanggal 19 Februari 1473 di Toruń, yang pada waktu itu di bawah kekuasaan suatu ordo Katolik bernama Ordo Teutonicum, nama aslinya ialah Niklas Koppernigk (Mikołaj Kopernik, dalam bahasa Polandia yang merupakan bahasa sehari-hari pada waktu itu). Baru belakangan, sewaktu ia mulai menulis karya akademinya, ia menggunakan nama Latin, Nicolaus Copernicus. Ayahnya, seorang saudagar yang berdagang di Toruń, mempunyai empat anak; Nicolaus adalah si bungsu. Sewaktu Nicolaus berusia 11 tahun, ayahnya meninggal. Seorang paman, bernama Lucas Waczenrode, mengasuh Nicolaus dan saudara-saudara kandungnya. Ia membantu Nicolaus memperoleh pendidikan yang baik, menganjurkannya untuk menjadi imam.
Pendidikan Nicolaus dimulai di kampung halamannya, tetapi belakangan dilanjutkan di Chełmno yang tidak jauh dari situ. Di sana ia belajar bahasa Latin dan mempelajari karya para penulis kuno. Pada usia 18 tahun, ia pindah ke Kraków, ibu kota Polandia saat itu. Di kota ini ia kuliah di universitas dan mengajar dan mengejar hasratnya akan astronomi. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di Kraków, paman dari Nikolaus — yang pada waktu itu telah menjadi uskup di Warmia — memintanya untuk pindah ke Frombork, sebuah kota di Laut Baltik. Waczenrode ingin kemenakannya menduduki jabatan staf katedral.
Akan tetapi, Nicolaus yang berusia 23 tahun ingin memuaskan dahaganya akan pengetahuan dan berhasil membujuk pamannya untuk mengizinkan dia mempelajari hukum gereja Katolik, kedokteran, dan matematika di berbagai universitas di Bologna dan Padua, Italia. Di sana, Nicolaus bergabung dengan astronom Domenico Maria Novara dan filsuf Pietro Pomponazzi. Sejarawan Stanisław Brzostkiewicz mengatakan bahwa ajaran Pomponazzi telah "membebaskan pikiran astronom muda ini dari cengkraman ideologi abad pertengahan".
Di waktu senggangnya, Copernicus mempelajari karya para astronom zaman dahulu, menjadi begitu larut dalam karya tersebut sampai-sampai ketika ia mengetahui karya Latin itu tidak lengkap, ia mempelajari bahasa Yunani agar dapat meneliti naskah aslinya. Pada akhir pendidikannya, Nicolaus telah menjadi doktor hukum gereja, matematikawan, dan dokter. Ia juga pakar bahasa Yunani, menjadi orang pertama yang menerjemahkan sebuah dokumen dari bahasa Yunani langsung ke bahasa Polandia.
Menelurkan teori yang revolusioner
Sepulangnya ke Polandia, pamannya melantik dia sebagai sekretaris, penasihat, dan dokter pribadinya — suatu kedudukan yang bergengsi. Selama puluhan tahun berikutnya, Nicolaus menjabat berbagai kedudukan administratif, baik di bidang agama maupun sipil. Meski sangat sibuk, ia melanjutkan penelitiannya tentang bintang dan planet, mengumpulkan bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa bumi bukan pusat yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari matahari.
Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari Matahari. Astronom Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga Sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta Matahari bergerak mengitari suatu api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika bumi bergerak, "binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di udara, dan bumi akan jatuh dari langit dengan sangat cepat". Ia menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu, pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Kopernikus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu. Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya menetukan secara persis
tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat alam semesta.
Kontroversi manuskrip
Copernicus menggunakan tahun-tahun terakhir kehidupannya untuk memperbaiki dan melengkapi berbagai argumen dan rumus matematika yang menopang teorinya. Lebih dari 95 persen dokumen akhir itu memuat perincian teknis yang mendukung kesimpulannya. Dokumen tulisan tangan orisinal ini masih ada dan disimpan di Universitas Jagiellonian di Kraków, Polandia. Dokumen ini tidak berjudul. Oleh karena itu, astronom Fred Hoyle menulis, "Kita benar-benar tidak tahu bagaimana Copernicus ingin menamai bukunya itu".
Bahkan sebelum karya itu diterbitkan, isinya telah membangkitkan minat. Copernicus telah menerbitkan sebuah rangkuman singkat tentang gagasannya dalam sebuah karya yang disebut Commentariolus. Alhasil, laporan tentang penelitiannya sampai ke Jerman dan Roma. Pada awal tahun 1533, Paus Klemens VII mendengar tentang teori Copernicus. Dan, pada tahun 1536, Kardinal Schönberg menyurati Copernicus, mendesak dia untuk menerbitkan catatan lengkap gagasannya. Georg Joachim Rhäticus, seorang profesor di Universitas Wittenberg di Jerman, begitu penasaran oleh karya Copernicus sampai-sampai ia mengunjungi Copernicus dan akhirnya menghabiskan waktu bersamanya selama dua tahun. Pada tahun 1542, Rhäticus membawa pulang sebuah salinan manuskrip itu ke Jerman dan menyerahkannya kepada seorang tukang cetak bernama Petraeius dan seorang juru tulis sekaligus korektor tipografi bernama Andreas Osiander.
Osiander menjuduli karya itu De revolutionibus orbium coelestium (Mengenai Perputaran Bola-Bola Langit). Dengan mencantumkan frasa “bola-bola langit”, Osiander menyiratkan bahwa karya itu dipengaruhi oleh gagasan Aristoteles. Osiander juga menulis kata pengantar anonim, yang menyatakan bahwa hipotesis dalam buku itu bukanlah artikel tentang iman dan belum tentu benar. Copernicus tidak menerima salinan dari buku yang dicetak itu, yang diubah dan dikompromikan tanpa seizinnya, sampai hanya beberapa jam sebelum kematiannya pada tahun 1543.
Dalam pemikiran manusia, ia juga “menghentikan Matahari dan menggerakkan bumi”.
Karya Revolusioner
Perubahan yang dibuat Osiander pada mulanya meluputkan buku itu dari kecaman. Asronom dan fisikawanItalia, Galileo, belakangan menulis, "Sewaktu dicetak, buku itu diterima oleh Gereja suci dan telah dibaca dan dipelajari oleh setiap orang tanpa sedikit pun kecurigaan bahwa gagasan ini bertentangan dengan doktrin-doktrin gereja. Namun, mengingat sekarang ada berbagai pengalaman dan bukti penting yang memperlihatkan bahwa gagasan itu memiliki bukti yang kuat, muncullah orang-orang yang hendak mendiskreditkan pengarangnya tanpa membaca bukunya sedikit pun".
Kaum Lutheran merupakan yang pertama-tama menyebut buku itu "tidak masuk akal". Gereja Katolik, meski pada mulanya tidak menyatakan kecaman, memutuskan bahwa buku itu bertentangan dengan doktrin resminya dan pada tahun 1616 mencantumkan karya Copernicus ke dalam buku-buku terlarang. Buku itu baru dicabut dari daftar ini pada tahun 1828. Dalam kata pengantarnya untuk terjemahan bahasa Inggris dari buku itu, Charles Glenn Wallis menjelaskan, "Pertikaian antara Katolik dan Protestan membuat kedua sekte itu takut pada skandal apa pun yang tampaknya dapat merongrong respek terhadap Kegerejaan Alkitab, dan akibatnya mereka menjadi terlalu harfiah dalam membaca ayat Alkitab dan cenderung mengutuki setiap pernyataan yang dapat dianggap sebagai penyangkalan atas setiap penafsiran harfiah dari setiap ayat dalam Alkitab". Sebagai contoh, kisah yang dicatat di Yosua 10:13, yang menceritakan tentang Matahari yang dibuat tidak bergerak, digunakan untuk menegaskan bahwa Matahari, bukan bumi, yang biasanya bergerak. Mengenai anggapan bahwa teori Kopernikus bertentangan dengan ajaran Alkitab, Galileo menulis, " [Copernicus] tidak mengabaikan Alkitab, tetapi ia tahu betul bahwa jika doktrinnya terbukti, hal itu tidak akan bertentangan dengan Alkitab apabila ayat-ayatnya dipahami dengan benar".
Dewasa ini, Copernicus disanjung oleh banyak orang sebagai Bapak Astronomi Modern. Memang, uraiannya tentang alam semesta telah dimurnikan dan diperbaiki oleh ilmuwan yang tekemudian, seperti Galileo, Kepler, dan Newton. Akan tetapi, astofisikawan Owen Gingerich mengomentari, "Copernicuslah yang dengan karyanya memperlihatkan kepada kita bagaimana rapuhnya konsep ilmiah yang sudah diterima untuk waktu yang lama". Melalui penelitian, pengamatan, dan matematika, Kopernikus menjungkirkbalikkan konsep ilmiah dan agama yang berurat berakar tetapi keliru. Dalam pemikiran manusia, ia juga “menghentikan Matahari dan menggerakkan bumi”.
Kewarganegaraan
Kewarganegaraan Copernicus mulai abad ke-19 menjadi bahan perdebatan sengit. Namun sebenarnya ia bisa dikategorisasikan baik sebagai warga Jerman maupun Polandia. Dalam bahasa Jerman namanya secara umum dieja sebagai Kopernikus dan merupakan versi Latin dari nama Jerman Koppernigk. Dalam bahasa Polandia namanya dieja sebagai Mikołaj Kopernik. Ibu Kopernikus yang bernama Barbara Watzenrode merupakan seorang warga Jerman. Sedangkan kewarganegaraan ayahnya tidak diketahui. Kota kelahirannya Toruń tidak lama sebelum ia lahir dikuasai raja-raja Polandia, sehingga ia bisa dianggap sebagai warga Polandia.
Referensi
Armitage, Angus (1951). The World of Copernicus. New York: Mentor Books.
Bieńkowska, Barbara (1973). The Scientific World of Copernicus: On the Occasion of the 500th Anniversary of His Birth, 1473–1973. Springer. ISBN978-90-277-0353-8.
Biskup, Marian (1973). Regesta Copernicana: (calendar of Copernicus's papers) (dalam bahasa Polski). Ossolineum.
Linton, Christopher M. (2004). From Eudoxus to Einstein: A History of Mathematical Astronomy. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN978-0-521-82750-8.
Malagola, Carlo (1878). Della vita e delle opere di Antonio Urceo detto Codro: studi e ricerch. Fava e Garagnani.
Manetho; Ptolemy (1964) [1940]. Manetho Ptolemy Tetrabiblos. Loeb Classical Library edition, translated by W.G.Waddell and F.E.Robbins PhD. London: William Heinemann.
McMullin, Ernan, ed. (2005). The Church and Galileo. Notre Dame, IN: University of Notre Dame Press. ISBN978-0-268-03483-2.
Miłosz, Czesław, The History of Polish Literature, second edition, Berkeley, University of California Press, 1969, ISBN0-520-04477-0.
Mizwa, Stephen, Nicolaus Copernicus, 1543–1943, Kessinger Publishing, 1943.
Moore, Patrick (1994). The great astronomical revolution 1543–1687 and the Space Age epilogue. Albion. ISBN978-1-898563-18-1.
Owen, John (1869) [1671], "Of the Original of the Sabbath", dalam Goold, William H.; Quick, Charles W., The Works of John Owen, XI, Philadelphia: The Leighton Publications, hlm. 286–326
Ptolemy, Claudius (1964) [1940]. Tetrabiblos. translated by F.E. Robbins (edisi ke-Loeb Classical Library). London: William Heinemann.
Rabin, Sheila (2005). "Nicolaus Copernicus". Dalam Zalta, Edward N. The Stanford Encyclopedia of Philosophy (edisi ke-Summer 2005). Diakses tanggal 26 May 2008.
Rosen, Edward (translator) (2004) [1939]. Three Copernican Treatises:The Commentariolus of Copernicus; The Letter against Werner; The Narratio Prima of Rheticus (edisi ke-Second Edition, revised). New York: Dover Publications. ISBN978-0-486-43605-0.
Dava Sobel, A More Perfect Heaven: How Copernicus Revolutionized the Cosmos, New York, Walker & Company, 2011, ISBN978-0-8027-1793-1. [sumber tepercaya?] Features a fictional play about Rheticus' visit to Copernicus, sandwiched between chapters about the visit's pre-history and post-history.
Barbara A. Somervill (1 January 2005). Nicolaus Copernicus: Father of Modern Astronomy. Capstone. ISBN978-0-7565-0812-8.
Swerdlow, Noel (December 1973), "The Derivation and First Draft of Copernicus's Planetary Theory—A Translation of the Commentariolus with Commentary", Proceedings of the American Philosophical Society, 117 (6): 423–512
Thoren, Victor E. (1990). The Lord of Uraniborg. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN978-0-521-35158-4. (A biography of Danish astronomer and alchemist Tycho Brahe.)
Valls-Gabaud, D.; Boskenberg, A., ed. (2009). The Role of Astronomy in Society and Culture. Proceedings IAU Symposium No. 260.
Manfred Weissenbacher (September 2009). Sources of Power: How Energy Forges Human History. ABC-CLIO. ISBN978-0-313-35626-1.