Mayor JenderalTNI (Purn.) Muhammad Mudakir (17 Mei 1947 – 16 Oktober 2013) merupakan seorang purnawirawan perwira tinggi angkatan darat dan birokrat dari Indonesia. Mudakir menjabat sebagai Kepala Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI dari tahun 1996 hingga 1998 dan Direktur Jenderal Imigrasi dari tahun 1999 hingga 2001.
Masa kecil dan pendidikan
Mudakir dilahirkan pada tanggal 17 Mei 1947 di Wonosobo. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 1965, Mudakir mendaftarkan diri ke Akademi Militer Nasional dan lulus pada tahun 1968.[1]
Selama berkarier di militer, Mudakir sempat mengenyam pendidikan tinggi. Pada tahun 1992, Mudakir mulai menempuh pendidikan ekonomi di sebuah sekolah tinggi ilmu ekonomi. Ia lulus dan memperoleh gelar sarjana ekonomi beberapa tahun kemudian.[1]
Karier militer
Mudakir menjalani kursus infanteri gaya baru (Sus Ifgaba) dan kursus para setelah lulus dari Akademi Militer Nasional. Setelah menyelesaikan kursus, Mudakir ditempatkan sebagai komandan peleton di Batalyon Kavaleri 4. Mudakir kemudian menjalani sejumlah kursus lanjutan, seperti kursus dasar kecabangan kavaleri pada tahun 1969 dan kursus intel tempur pada tahun 1972. Kariernya terus menanjak hingga ia diangkat menjadi Wakil Komandan Batalyon Kavaleri 2 di Jawa Tengah.[1]
Usai bertugas sebagai wakil komandan, Mudakir kembali menjalani sejumlah kursus militer, diantaranya kursus Bahasa Inggris di kemiliteran dan kursus lanjutan perwira kavaleri pada tahun 1975. Ia kemudian diperintahkan untuk mengikuti pendidikan militer di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) dan lulus pada tahun 1980. Setelahnya, Mudakir diangkat menjadi Kepala Departemen Taktik di Pusat Pendidikan Kavaleri. Pada tahun 1982, Mudakir ditunjuk menjadi Komandan Batalyon Kavaleri 8 di Jawa Timur. Ia memegang jabatan tersebut hingga tahun 1986.[1]
Setelah memegang jabatan sebagai komandan batalyon, Mudakir dipromosikan menjadi Komandan Pusat Pendidikan Kavaleri. Mudakir kemudian dipindahkan ke Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav) sebagai Direktur Pembinaan, Pendidikan, dan Latihan. Dari Pussenkav, Mudakir menjalani pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Sesko ABRI) pada tahun 1992 dan Kursus Staf Senior pada tahun 1993. Ia kemudian dipindahkan ke Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Mabes ABRI) dan berturut-turut menjabat sebagai perwira pembantu bidang pendidikan dan perwira pembantu bidang perawatan personil pada Staf Personil ABRI.[1]
Pada bulan Februari 1996, Mudakir diangkat menjadi Kepala Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI.[2] Mudakir kemudian memperoleh kenaikan pangkat menjadi brigadir jenderal beberapa saat setelah dilantik. Mudakir mengakhiri masa jabatannya pada tahun 1998[3] dan kembali memperoleh kenaikan pangkat menjadi mayor jenderal sebelum pensiun dari militer pada tahun 1999.[4]
Direktur Jenderal Imigrasi dan masa pensiun
Menjelang tahun 1999, Direktur Jenderal Imigrasi Pranowo akan memasuki masa pensiun. Sekretaris Militer Presiden Habibie, Jasril Jakub, dicalonkan sebagai pengganti Pranowo oleh Habibie sendiri melalui rekomendasi dari seorang pejabat di Sekretariat Negara. Menteri Kehakiman menyetujui usulan tersebut, dan mengeluarkan surat keputusan pengangkatan pada tanggal 8 Januari. Namun, penunjukan Jasril sebagai direktur jenderal dihambat oleh demonstrasi. Pemerintah kemudian mengumumkan pembatalan pencalonan Jasril sebagai direktur jenderal. Kelompok yang menentang Jasril kemudian mengusulkan Roesdi Roesli sebagai calon direktur jenderal imigrasi, namun ditolak oleh Panglima ABRIWiranto. Wiranto kemudian mengusulkan Mudakir sebagai direktur jenderal dan usulannya kemudian disetujui oleh seluruh pihak.[5] Mudakir dilantik menjadi direktur jenderal pada tanggal 4 Februari 1999,[6] beberapa jam setelah pencalonannya disetujui.[5]
Pada hari yang sama saat Mudakir dilantik, Kejaksaan Agung memerintahkan Ditjen Imigrasi untuk mencegah sejumlah pengusaha yang terkena kasus hukum untuk pergi ke luar negeri.[6] Di akhir masa jabatannya, pada bulan Desember 2000 Mudakir mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan warga negara Tionghoa untuk memasuki Indonesia melalui bandara dan pelabuhan apapun. Selain itu, pemberian visa bagi warga negara Tionghoa juga dilakukan seperti pemberian visa bagi warga negara lainnya Sebelum kebijakan ini dikeluarkan, pemberian visa bagi warga negara Tionghoa harus diteliti oleh Badan Koordinasi Intelijen dan warga negara Tionghoa hanya dapat masuk ke wilayah Indonesia melalui bandara dan pelabuhan yang telah ditentukan oleh pemerintah.[7][8]
Mudakir dipecat dari jabatannya pada tanggal 4 Juli 2001.[4][9] Menurut Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Baharuddin Lopa, pemecatan Mudakir merupakan bagian dari upaya penertiban dan penegakan hukum di lingkungan departemennya.[10] Mudakir kemudian bertugas di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai staf khusus dari menteri ESDM saat itu, Purnomo Yusgiantoro.[11] Beberapa tahun kemudian, Purnomo memberinya jabatan baru sebagai Ketua Gugus Tugas Pengamanan Objek Vital Nasional ESDM.[12][13] Mudakir wafat pada tanggal 16 Oktober 2013 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra.[14]
Tanda jasa
Sebagai seorang perwira angkatan darat, Mudakir memperoleh sejumlah satyalancana dan bintang atas jasa dan pengabdiannya. Berikut ini adalah daftar satyalancana dan bintang yang diperolehnya:[15]