Mpu Nala
Mpu Nala atau Mpu Lembu Nala merupakan salah satu bangsawan Majapahit pada masa pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Hayam Wuruk yang punya pengaruh besar dalam kemajuan kerajaan Majapahit. Nama Mpu Nala muncul dalam Prasasti Sekar (1366 M), yang ditemukan di Kecamatan Sekar Bojonegoro. Mpu Nala juga turut andil dalam pemerintahan majapahit, baik dalam proses berjalannya pemerintahan, ekspedisi, hingga ekspansi.[1] Bahkan setelah Gajah Mada meninggal pada tahun 1364 M, Mpu Nala yang merupakan Rakryan Tumenggung bertugas sebagai Panglima Kerajaan, bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan kerajaan (Muljana, 1976). Kemudian Mpu Nala ditunjuk oleh Hayam Wuruk untuk menggantikan peranan Gajah Mada dalam bidang Mancanagara atau Menteri Luar Negeri yang bertugas mengelola hubungan dengan daerah-daerah kekuasaan Majapahit di luar Jawa Timur (Nusantara). Menurut catatan sejarah, nama Mpu Nala disebut dalam masa pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Hayam Wuruk pada masa Kerajaan Majapahit. Jabatan di Majapahit[2]Dikutip dalam Terasikip, kedudukakan Mpu Nala sebagai Panglima Perang Majapahit didasarkan pada sumber sejarah, yaitu (1) Kakawin Nagarakretagama atau Deçawarṇana (2) Prasasti Prapancasarapura (3) Prasasti Batur (4) Prasasti Bendosari, (5) Prasasti Palungan dan (6) Prasasti Sekar. Masa Tribhuwana WijayatunggadewiPada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi, Mpu Nala disebut dalam Prasasti Palungan (1330 M) dan Prasasti Batur. Prasasti Palungan
Artinya Mpu Nala disebut dalam Prasasti Palungan (1330 M) sebagai Rake Mapatih. Rake Mapatih yaitu menteri utama yang merupakan bagian dari Rakryan Mantri ri Pakira-kiran atau sekelompok pejabat tinggi atau dewan menteri sebagai badan pelaksana pemerintahan. Prasasti Batur Pu Nala juga disebutkan dalam Prasasti Batur yang diartikan yaitu:
Artinya pada Prasasti Batur jabatan Pu Nala menjadi Rakryan Tumenggung yang bertugas sebagai Panglima Kerajaan, serta bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan kerajaan. Rakryan Tumenggung merupakan bagian dari Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, yang merupakan sekelompok pejabat tinggi atau dewan menteri sebagai badan pelaksana pemerintahan. Masa Hayam WurukDalam artikel dari Terasikip dijelaskan, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, nama Pu Nala disebutkan dalam Prasasti Bendosari, Prasasti Sekar, dan Kakawin Nagarakretagama. Prasasti Bendosari
Artinya dalam Prasasti Bendosari (tidak berangka tahun) Pu Nala sebagai Rakryan Tumenggung bertugas sebagai Panglima Kerajaan yang bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan kerajaan. Prasasti Sekar
Pu Nala disebutkan dalam Prasasti Sekar (1366 M) sebagai Rakryan Tumenggung bertugas sebagai Panglima Kerajaan yang bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan kerajaan. Kakawin Nagarakrtagama
Artinya: Perpisahan-Nya dari Kalayu, melalui Kutugan adalah jalan yang diambil, dalam garis lurus, melalui Kebwan Ageng dengan cepat. Segera mereka tinggal di Kambang Rawi, sebuah dharma (wilayah keagamaan) terkemuka, tempat tinggal Sugata (Buddha), ornamennya indah, mengesankan, anugraha Pangeran (hibah) untuk apatih (vizir) pu (Sir) Nala yang terhormat, luar biasa Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk disebutkan pula dalam Nagarakrtagama pupuh 31 dengan nama lain Aryya Wira Maṇḍalika yang menjabat sebagai Rakryan Tumenggung di daerah Kambangrawi yang disinggahi oleh rombongan Hayam Wuruk. Wira Mandalika yang berarti Panglima Mandala merupakan gelar jabatan yang mewujudkan sifat keberanian di medan perang. Dalam Bahasa Sansekerta Wira Mandalika itu berasal dari kata Wira dan Mandalika (Yamin, 1962:122). Wira berarti orang berani atau pahlawan perang sedangkan Mandalika berarti wilayah. Jadi Wira Mandalika adalah seseorang yang memiliki sifat keberanian di medan perang atau seorang Panglima Mandala yang utama (Terasikip). Lihat jugaReferensi
|