Miriam dilahirkan pada tanggal 20 November 1923 di kota Kediri, Jawa Timur.[1] Kakak laki-lakinya bernama Soedjatmoko, dan adik laki-lakinya bernama Nugroho Wisnumurti.[1] Ia juga memiliki seorang saudara perempuan, Siti Wahyuni, yang kemudian menikah dengan Sutan Sjahrir.[1] Miriam berkuliah di Universitas Indonesia.[1] Pada tahun 1940-an, ia aktif dengan kelompok aktivis muda yang kemudian bergabung menjadi Partai Sosialis Indonesia, dan aktivismenya membawanya untuk menjabat sebagai Sekretariat Delegasi Indonesia untuk Perjanjian Renville.[1] Dia kemudian menjadi seorang diplomat, yang menjadikannya wanita pertama yang menjadi diplomat untuk Indonesia, bertugas di pos-pos yang mencakup New Delhi dan Washington D.C. sepanjang akhir 1940-an dan awal 1950-an.[1]
Selama di Amerika Serikat Miriam memperoleh gelar MA dalam ilmu politik dari Universitas Georgetown, dan ia belajar sebentar di Universitas Harvard, tetapi keluar sebelum menyelesaikan gelarnya.[2] Ia kemudian meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia, di mana ia kemudian bergabung dengan fakultas tersebut.[1] Selama di Universitas Indonesia, ia menulis Dasar-Dasar Ilmu Politik.[3] Buku pelajaran itu digunakan secara luas, dengan cetakan lebih dari 20.[1] Ia juga menulis buku tentang partisipasi dan partai politik yang dicetak pada tahun 1998,[4] dan satu buku pada tahun 1956 tentang parlemen sementara Indonesia.[1]
Dari tahun 1974 sampai 1979, Miriam menjadi Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Indonesia, sebuah unit akademik yang ia dirikan bersama sekelompok kecil ilmuwan sosial lainnya.[1] Pendahulunya dalam posisi itu adalah Selo Soemardjan.[1] Murid-muridnya di Universitas Indonesia termasuk ilmuwan politik Arbi Sanit dan Juwono Sudarsono,[1] dan sosiolog Imam B. Prasodjo yang adalah menantunya.[5] Sejak 1993 hingga 1998, Miriam bekerja sebagai Wakil Ketua Komnas HAM.[1]
Miriam meninggal pada tanggal 8 Januari 2007 di Jakarta.[1]