Pada tahun 1631, John Maurice, Pangeran Nassau-Siegen, sepupu dari stadtholderFrederick Henry, membeli sebidang tanah yang berbatasan dengan Binnenhof dan kolam Hofvijver yang berdekatan di Den Haag,[6] pada saat itu merupakan pusat politik Republik Belanda. Pada bidang tanah tersebut, Mauritshuis dibangun sebagai sebuah rumah antara tahun 1636 dan 1641, pada masa kegubernuran John Maurice di Brasil Belanda. Bangunan bergaya Klasik Belanda ini dirancang oleh arsitek Belanda Jacob van Campen dan Pieter Post.[7] Bangunan dua lantai ini sangat simetris dan memiliki empat apartemen dan sebuah aula besar. Setiap apartemen dirancang beserta sebuah ruang depan, kamar, kabinet, dan tempat penggantungan jas. Awalnya, bangunan ini memiliki kubah, yang hancur dalam kebakaran tahun 1704.[8]
Setelah kematian Pangeran John Maurice pada tahun 1679, rumah tersebut dimiliki oleh keluarga Maes, yang menyewakan rumah tersebut kepada pemerintah Belanda. Pada tahun 1704, sebagian besar interior Mauritshuis hancur karena kebakaran. Bangunan itu dipulihkan antara tahun 1708 dan 1718. Bangunan itu dipugar antara tahun 1708 dan 1718.[9]
Pada tahun 1774, sebuah galeri seni terbuka untuk umum didirikan di tempat yang sekarang menjadi Galeri Pangeran William V. Koleksinya dirampas oleh orang Prancis tahun 1794 dan hanya sebagian yang diperoleh kembali tahun 1808. Ruang galeri kecil itu ternyata terlalu kecil, namun pada tahun 1820, Mauritshuis dibeli oleh negara Belanda untuk keperluan penyimpanan Kabinet Lukisan Kerajaan.[10] Pada tahun 1822, Mauritshuis dibuka untuk umum dan menjadi tempat penyimpanan Kabinet Lukisan Kerajaan dan Kabinet Benda Langka Kerajaan. Pada tahun 1875, seluruh museum dapat digunakan untuk tempat lukisan-lukisan.[2]
Kontroversi masa lalu kolonial Pangeran Maurice
Pada tahun 1664, Pangeran John Maurice memesan patung marmer potret dirinya untuk taman Mauritshuis, kediaman pangeran di Den Haag. Patung itu dipahat oleh pematung Flemish, Bartholomeus Eggers. Pangeran Maurice memindahkan patung tersebut ke ruang pemakaman (Fürstengruft) di Siegen yang dibangunnya sendiri pada tahun 1670.
Pada tahun 1986, salinan patung yang terbuat dari plastik ditempatkan di dalam Mauritshuis. [11] Patung tersebut dipindahkan dari Mauritshuis pada tahun 2017 di tengah kontroversi mengenai sejarah kolonial Belanda dan peran Pangeran John Maurice dalam perdagangan budak.[12] Museum Mauritshuis membantah bahwa pemindahan tersebut ada hubungannya dengan kontroversi dan menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil dengan alasan bahwa benda tersebut hanya merupakan tiruan yang terbuat dari plastik dan museum tidak dapat memberikan konteks historis yang diperlukan untuk benda tersebut di lobi Mauritshuis tempat benda tersebut dipamerkan.[13]Sejak saat itu, museum ini telah membuat halaman web yang didedikasikan untuk menjelaskan peran sang Pangeran dalam pembuatan bangunan dan koleksi museum serta pandangan museum saat ini tentang sang Pangeran. Pernyataan di halaman tersebut menyoroti peran kunci yang dimainkan sang Pangeran dalam perdagangan budak di Brasil dan bagaimana kekayaannya yang luar biasa besar kemungkinan besar bersumber (dalam beberapa kasus, bahkan melanggar peraturan yang ada saat itu) dari keterlibatannya dalam perdagangan budak.[14]
Koleksi
Koleksi lukisan dari pemegang tahta William V, Pangeran Oranye dihadiahkan kepada negara Belanda oleh putranya, Raja William I. Koleksi ini menjadi dasar dari Kabinet Lukisan Kerajaan yang terdiri dari sekitar 200 lukisan. Koleksi tersebut saat ini disebut Galeri Lukisan Kerajaan. Koleksi saat ini terdiri dari hampir 800 lukisan.[15]
dan berfokus pada seniman Belanda dan Flemish, seperti Pieter Brueghel, Paulus Potter, Peter Paul Rubens, Rembrandt van Rijn, Jacob van Ruisdael, Johannes Vermeer, dan Rogier van der Weyden. Ada juga karya-karya Hans Holbein dalam koleksi di Mauritshuis.[16]
^Susie Protschky, Between corporate and familial responsibility: Johan Maurits van Nassau-Siegen and masculine governance in Europe and the Dutch colonial world, in: Susan Broomhall and Jacqueline van Gent (eds), 'Governing Masculinities: Regulating Selves and Others in the Early Modern Period', Aldershot: Ashgate, 2011, p. 162