0°37′35″S 100°07′37″E / 0.626505°S 100.127024°E / -0.626505; 100.127024
Masjid Raya Air Pampan atau Masjid Gadang Aie Pampan terletak di Jalan Sudirman, Jawi-jawi II, Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia. Masjid ini selesai dibangun pada 1910 dan awalnya diperuntukkan sebagai pusat ibadah masyarakat Nagari V Koto Air Pampan.[1]
Di sekitar masjid, terdapat bangunan surau untuk ibadah suluk dan beberapa makam.[1]
Sejarah
Masjid ini selesai dibangun pada 1910 sebagai pengembangan dari surau yang telah ada sebelumnya. Surau tersebut dikenal sebagai Surau Batu karena konstruski bangunannya sudah menggunakan batu dan kapur. Nama masjid saat ini, yakni Air Pampan, merujuk pada aliran sungai yang sengaja dihalangi dengan papan agar tidak meluap ketika musim hujan.[1]
Awalnya, masjid ini menjadi pusat ibadah masyarakat yang ada di Nagari V Koto Air Pampan. Pada masa lampau, hanya ada dua masjid besar di Pariaman, yakni Masjid Raya Pariaman dan Masjid Raya Air Pampan. Perayaan hari-hari besar agama dan pendidikan Alquran dipusatkan di dua masjid tersebut.[1]
Dalam perkembangannya, kebutuhan masyarakat Nagari V Koto Air Pampan akan masjid meningkat sehingga aktivitas ibadah tidak lagi terpusat di satu masjid. Masjid lainnya yang dibangun di Nagari V Koto Air Pampan dan berusia tua yakni Masjid Raya Pauh dan Masjid Raya Kampung Pondok. Walaupun demikian, kegiatan yang sudah menjadi tradisi di Masjid Raya Air Pampan masih diselenggarakan, seperti maulik (Maulid Nabi Muhammad) dan dikia rabano.[1]
Bangunan
Berdiri di atas lahan seluas 10.570 meter persegi, Masjid Raya Air Pampan memiliki bangunan seluas 320 meter persegi.[2] Dalam ruang utama, berjejer delapan tiang yang menyangga konstruksi atap.[1]
Meskipun telah beberapa kali dilakukan renovasi, bentuk asli bangunan masih tetap dipertahankan. Ketika gempa bumi mengguncang pada 2009, bangunannya relatif kuat.[1]
Terdapat sebuah bangunan surau di sekitar masjid. Surau ini dulunya ditujukan sebagai tempat khusus untuk perempuan yang melaksanakan suluk atau ibadah lainnya. Aktivitas suluk terhenti karena guru yang mengajar, bernama H. Muhammad Yusuf Jailani, meninggal dunia. Saat ini, kegiatan suluk diganti dengan wirid mingguan setiap hari Jumat.[3]
Galeri
Lihat pula
Rujukan