Ir. Mangindar Simbolon, M.M. (lahir 21 Juni 1957) adalah Bupati Samosir periode 2005 – 2010 dan 2010 – 2015.
Riwayat Hidup
Masa kecil dan pendidikan
Mangindar Simbolon lahir di Rianiate pada tanggal 21 Juni 1957. Ia memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri I Rianiate. Setelah lulus pada tahun 1970, ia melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama I Pangururan dan Sekolah Menengah Atas I Pangururan, yang ditamatkannya berturut-turut pada tahun 1973 dan 1976.[1]
Usai menyelesaikan pendidikan menengah, Mangindar mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek Perintis II,[1] sebuah proyek penerimaan siswa-siswa Sekolah Menengah Atas bagi siswa-siswa yang dianggap pandai tanpa ujian masuk.[2] Ia diterima pada tahun 1977 dan memperoleh gelar insinyur setelah lulus pada tahun 1981.[1]
Semasa menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir, Mangindar melanjutkan pendidikan tingginya di Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Pendidikan pascasarjananya berhasil ditamatkan pada tahun 2004, setahun sebelum ia terpilih sebagai bupati.[1]
Karier sebagai birokrat
Setelah lulus dari Institut Pertanian Bogor, Mangindar Simbolon mulai bekerja sebagai pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Dua tahun kemudian, Mangindar ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Kepala Sub Dinas Pembinaan pada Dinas Kehutanan. Ia lalu dipromosikan menjadi Kepala Seksi Reboisasi pada Kantor Wilayah Departemen Kehutanan seusai menjabat sebagai pelaksana tugas pada tahun 1985. Mangindar dipercaya untuk memimpin Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya Bukit Barisan selama menjabat sebagai Kepala Seksi Reboisasi.[1]
Mangindar kembali bekerja di Dinas Kehutanan setelah bekerja di Kantor Wilayah Departemen Kehutanan selama beberapa tahun. Ia dipercaya sebagai Kepala Cabang Dinas Kehutanan VII Tapanuli Utara dari tahun 1990 hingga 1993 dan Kepala Cabang Dinas Kehutanan XII Toba Samosir dari tahun 1993 hingga 1999.[1] Selama bertugas di Dinas Kehutanan XII, Mangindar mengusulkan peningkatan harga kayu sebagai insentif bagi warga Toba Samosir untuk menanam pohon.[3]
Pada tahun 1999, Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir. Mangindar kemudian masuk ke dalam pemerintahan Kabupaten Toba Samosir sebagai Kepala Dinas Kehutanan. Setahun kemudian, Dinas Kehutanan digabungkan dengan Dinas Perkebunan menjadi Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Jabatan Kepala Dinas tetap dipegang oleh Mangindar pasca penggabungan kedua dinas tersebut.[1]
Permasalahan berat yang dihadapinya selama menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan adalah meluasnya lahan kritis di wilayah Danau Toba. Mangindar berusaha untuk mengatasinya dengan bekerjasama dengan kelompok masyarakat setempat untuk memulihkan hutan di wilayah tersebut dengan cara reboisasi. Pemilihan lahan dan penanaman pohon akan dilakukan oleh masyarakat, sedangkan bibit pohon akan diberikan oleh pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Metode penanganan tersebut berhasil mengatasi kerusakan lahan sekaligus mengurangi pencurian kayu di hutan-hutan milik negara yang terletak di Toba Samosir.[4]
Bupati Samosir
Pemilihan bupati
Beberapa tahun setelah Kabupaten Toba Samosir dibentuk, kabupaten tersebut dimekarkan dan melahirkan kabupaten baru bernama Kabupaten Samosir. Kabupaten tersebut diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 dan penjabat bupati Wilmar Eliaser Simandjorang dilantik sebagai penjabat bupati delapan hari kemudian.[5] Pemilihan bupati untuk menentukan pengganti definitif Wilmar diadakan pada tanggal 28 Juni 2005, bersamaan dengan beberapa kabupaten lainnya di Sumatera Utara. Mangindar turut serta dalam pemilihan bupati tersebut sebagai calon bupati.[6] Ia berpasangan dengan pengusaha Ober Sihol Parulian Sagala dan memperoleh dukungan dari Partai Demokrasi Kebangsaan dan Partai Perhimpunan Indonesia Baru.[7]
Dalam pemilihan bupati tersebut, Mangindar berhasil mengalahkan pasangan lainnya dengan perolehan suara sebesar 15.189 suara dari total 75.709 suara.[6] Kendati demikian, lawan-lawan Mangindar menolak untuk mengakui hasil pemilihan yang dianggap cacat hukum dan menuduh Mangindar melakukan ikecurangan-kecurangan. Sekelompok massa oposisi kemudian menduduki gedung KPU Samosir dan meminta KPU untuk menganulir hasil pemilihan dan mengadakan pemilihan bupati ulang.[8] KPU Samosir menolak tuntutan massa dan menetapkan Mangindar Simbolon sebagai pemenang pemilihan bupati. Mangindar dan Ober kemudian dilantik sebagai bupati pada tanggal 13 September 2005.[5]
Setelah satu periode menjabat sebagai bupati dan wakil bupati, baik Mangindar maupun Ober memutuskan untuk berlaga dalam pemilihan bupati selanjutnya. Mangindar mencalonkan diri untuk periode kedua, sedangkan Ober memutuskan untuk berpisah dengan Mangindar dan mencalonkan dirinya serbagai bupati. Mangindar kemudian memilih pebisnis Mangadap Sinaga sebagai calon wakil bupatinya.[9] Mangindar berhasil memenangkan pemilihan bupati yang digelar pada tanggal 9 Juni 2010 tersebut dengan 23.516 suara.[10] Seperti pada pemilihan bupati sebelumnya, massa oposisi menganggap bahwa pemilihan bupati diwarnai dengan kecurangan dan melakukan protes penolakan terhadap hasil pemilihan.[9][11] Lawan Mangindar menempuh jalur hukum dengan melakukan gugatan bersama di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, namun gugatan tersebut ditolak. KPU tidak bergeming dengan hasil pemilihan bupati dan menetapkan Mangindar sebagai pemenang pemilihan bupati.[10] Mangindar dan Mangadap akhirnya dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir pada tanggal 15 September 2010.[12]
Pariwisata
Salah satu fokus Mangindar semasa menjabat sebagai bupati adalah pengembangan pariwisata di wilayah Pulau Samosir. Program pariwisata pertama yang direncanakan olehnya adalah pembangunan kota pariwisata baru dan pembangunan sejumlah infrastruktur pendukung pariwisata, seperti bandar udara internasional dan peningkatan jumlah pelabuhan penghubung.[13] Bandar udara internasional mulai beroperasi pada tahun 15 November 2006 dengan nama Bandar Udara Sibisa, namun bandar udara tersebut ditutup sementara beberapa bulan kemudian.[14] Jumlah pelabuhan penghubung antara pulau Samosir dengan daerah lainnya mengalami penambahan dari dua menjadi empat[15] dan pelabuhan-pelabuhan penghubung yang baru tersebut mulai beroperasi pada 2011.[16][17]
Mangindar mengaktifkan kembali Pesta Danau Toba yang dorman selama kurang lebih 10 tahun akibat krisis moneter. Festival ini diselenggarakan kembali pada bulan Juni 2008 sebagai salah satu dari 100 even yang dimasukkan ke dalam program Visit Indonesia Year 2008.[18] Festival ini dilanjutkan pada tahun-tahun setelahnya dan berdampak secara signifikan terhadap penambahan jumlah turis.[19] Pada tahun 2013, jabatan Ketua Panitia Nasional Festival Danau Toba yang digilir untuk setiap bupati dengan wilayah di sekitar Danau Toba akhirnya jatuh pada Mangindar.[20] Penyelengaraan festival pada tahun 2013 melibatkan Kementerian Pariwisata[19]
Kehidupan pribadi
Mangindar beragama Kristen Protestan. Ia menikah dengan Roma Arta Sitinjak dan memiliki empat anak.[1]
Referensi