Kutukan HamKutukan Ham merupakan istilah untuk satu bagian riwayat dalam pasal 9 Kitab Kejadian pada Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di alkitab Kristen. Sebenarnya istilah ini tidak seluruhnya cocok[1] karena kutukan itu terjadi atas Kanaan, putra keempat Ham, yang dijatuhkan oleh Nuh untuk menghukum perbuatan Ham. Cerita ini terjadi dalam Kitab Kejadian mengenai kemabukan Nuh yang lalu diikuti dengan perbuatan memalukan yang dilakukan oleh anaknya Ham, bapa orang Kanaan (Kejadian 9:20–27).[2] Kontroversi yang timbul dari cerita ini mengenai sifat pelanggaran Ham, dan mengapa Nuh mengutuk Kanaan ketika Ham-lah yang berdosa, telah menjadi perdebatan selama dua ribu tahun.[3] Objektif cerita semula adalah untuk membenarkan penundukan orang Kanaan kepada orang Israel,[4] tetapi pada abad-abad mendatang, cerita ini diinterpretasikan oleh beberapa orang Yahudi,[5] Kristen dan Muslim sebagai kutukan, penjelasan untuk kulit gelap, dan juga perbudakan.[6] Sebagian besar orang Kristen, Muslim dan Yahudi sekarang tidak setuju dengan interpretasi seperti itu, karena dalam teks Alkitab, Ham sendiri tidak dikutuk, dan ras atau warna kulit tidak pernah disebutkan. Meskipun demikian, beberapa denominasi Kristen setuju dengan interpretasi ini, walaupun berbeda dengan fakta dalam teks Alkitab.[7] Asal UsulKonsep dari Kutukan Ham ditemukan dalam cerita Kejadian 9:20–27.
Keil dan Delitzsch (1885) mengusulkan bahwa kutukan tersebut merupakan sebuah ramalan dari sejarah suku bangsa yang diturunkan dari Kanaan,[8] sedangkan Robert Alter berpendapat bahwa objektif keseluruhan dari cerita tersebut adalah untuk membenarkan status tunduknya bangsa Kanaan, keturunan Ham, kepada bangsa Israel, keturunan Sem. Bagaimanapun juga, menurut Nahum Sarna, cerita dari kutukan Ham dipenuhi dengan berbagai kesulitan.[9] Adalah tidak jelas sifat dari pelanggaran Ham itu bagaimana sebenarnya.[9] Ayat 22 telah menjadi pokok perdebatan,[10] entah apakah itu harus diterima secara harafiah, atau sebagai sebuah eufemisme dari pelanggaran susila yang keterlaluan.[9] Dalam ayat 25, Nuh menyebut Sem dan Yafet sebagai "saudara" (New Living Translation menyebut "sanak") dari Kanaan, tujuh ayat setelahnya mengindikasikan bahwa mereka adalah paman dari Kanaan. Kejadian 10 menggambarkan Kanaan dan Misraim (Mesir) di antara anak-anak Ham (10:6). Dalam Kitab Mazmur, Mesir disamakan dengan Ham.[11] Perlakuan atas Yafet dalam ayat 26-27 menimbulkan pertanyaan: Mengapa TUHAN disebutkan sebagai Allah Sem, tetapi Yafet tidak? Apa artinya bahwa Allah akan "meluaskan" tempat kediaman Yafet? Dan mengapa Yafet akan "tinggal dalam kemah-kemah Sem?"[12] Kesulitan lebih lanjut termasuk Ham disebut sebagai "anak bungsu", sedangkan dalam daftar-daftar lainnya mengindikasikan bahwa ia adalah anak kedua dari Nuh.[9] Menurut Sarna, tantangan terbesar dari cerita ini adalah mengapa Kanaan yang dikutuk, bukannya Ham,[9] dan detail dari peristiwa memalukan yang disembunyikan ini mengandung sikap bungkam yang sama dengan pelanggaran seksual Ruben.[13] Cerita yang memiliki lima ayat pendek ini memberikan indikasi bahwa kedudukan Ham sebagai bapa Kanaan pasti memiliki arti yang besar bagi pembawa cerita atau penyusun, menurut Sarna, yang menambahkan: "Kutukan atas Kanaan, melibatkan reaksi terhadap kerusakan moral, merupakan isyarat pertama dari tema kebusukan dari bangsa Kanaan, sebagai pembenaran dari dirampasnya tanah mereka dan sebagai pergantian tanah tersebut kepada keturunan Abraham."[14] Pelanggaran oleh HamKomentator mayoritas, baik kuno maupun modern, merasakan bahwa peristiwa Ham melihat ayahnya telanjang bukanlah kejahatan yang serius untuk menjelaskan hukuman yang mengikutinya.[15] Meskipun demikian, dalam Kejadian 9:23, dimana Sem dan Yafet menutupi Nuh dengan sehelai kain sambil memalingkan muka, menyarankan bahwa perkataan tersebut harus diterima secarah harafiah,[16] dan baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa pada milenium pertama Babilonia, melihat aurat orang lain dianggap sebagai persoalan yang serius.[15] Komentator kuno yang lain mengusulkan bahwa kesalahan Ham lebih dari apa yang dikatakan oleh Alkitab. Targum Onqelos (terjemahan bahasa Aramaik dari Alkitab, tertanggal beberapa abad pertama AD – Setelah Kristus) dan beberapa sumber lainnya menyebut bahwa Ham menggunjingkan aib kemabukan ayahnya "di jalan" (sebuah bacaan yang memiliki dasar dalam bahasa Yahudi), jadi apa yang membuat Nuh murka adalah dijadikan ejekan publik; seperti yang dinyatakan oleh Cave of Treasures (abad ke-4), "Ham menertawakan aib ayahnya dan tidak menutupinya, tetapi tertawa keras dan menghinanya."[17] Komentar-komentar kuno juga memperdebatkan bahwa "melihat" ketelanjangan seseorang berarti berhubungan seksual dengan orang tersebut (contoh Imamat 20:17).[16] Ide yang sama juga diangkat oleh para rabi abad ke-3, dalam Talmud Babilonia (sekitar tahun 500 AD), yang memperdebatkan bahwa Ham entah mengebiri atau mensodomi ayahnya.[18] Penjelasan yang sama ditemukan dalam tiga terjemahan Yunani dari Alkitab, yang menggantikan kata "melihat" dalam ayat 22 dengan kata lain yang menunjukkan hubungan homoseksual.[17] Teori pengebirian memiliki rekan modernnya dalam persamaan yang ditemukan dalam pengebirian Uranus oleh Kronos[19] dan mitos Het mengenai dewa tertinggi Anu yang auratnya "digigit putus oleh Kumarbi anaknya yang pemberontak, yang merupakan pembawa cangkir, yang setelah itu bersuka cita dan tertawa... sampai kemudian Anu mengutukinya".[20] Sarjana modern telah mengusulkan bahwa "membuka ketelanjangan" seorang pria berarti berhubungan seksual dengan istri pria tersebut (contoh Imamat 20:11).[16] Jika Ham berhubungan seksual dengan ibunya, dan Kanaan merupakan produk dari penyatuan terlarang ini, itu dapat menjelaskan mengapa kutukan jatuh atas keturunannya; kelemahannya, bagaimanapun juga, bahwa Kejadian 9:21 menyatakan bahwa Ham "melihat" ketelanjangan ayahnya, bukannya "membuka"nya.[21] Kitab YobelDalam Kitab Yobel, keseriusan kutukan Ham dipersulit oleh pentingnya perjanjian Tuhan untuk "tidak pernah lagi mendatangkan air bah ke atas bumi".[22] Dalam respon terhadap perjanjian ini, Nuh membangun sebuah mezbah pengorbanan "untuk menebus tanah".[Yobel 6:1-3] Praktik dan fungsi seremonial Nuh sama dengan festival Shavuot sepertinya ia adalah prototype perayaan dari pemberian Taurat.[22][23] Fungsi "imam"nya juga berusaha menyamai sebagai "imam pertama" menurut halakha seperti diajarkan dalam karya Qumran.[24][25] Dengan mengubah peristiwa meminum anggur menjadi upacara keagamaan, Kitab Yobel mengurangi perasaan kuatir yang mungkin ditimbulkan oleh peristiwa kemabukan Nuh. Dengan demikian, pelanggaran Ham merupakan sebuah perbuatan tidak hormat bukan hanya terhadap ayahnya, tetapi juga terhadap peraturan festival.[26] Yudaisme Abad PertengahanKomentar abad pertengahan oleh Rashi (Rabbi Shlomo Yitzchaki 1040-1105), yang menyebutkan sumber-sumber tua dari Taurat Lisan Yudaisme, yang dipercaya oleh sarjana Yahudi tradisional sebagai komentar paling dasar untuk saat ini, memberikan sebuah penjelasan pengantar. (Kejadian 9:22–27):
Kutukan terhadap Kanaan
Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kutukan tersebut dibuat oleh Nuh, bukan oleh Tuhan. Beberapa sarjana Injil menyatakan bahwa ketika sebuah kutukan dibuat oleh seorang manusia, ia hanya dapat efektif jika Tuhan menyokongnya, tidak seperti kutukan terhadap Ham dan keturunannya, yang tidak dikonfirmasi oleh Tuhan[30] atau, setidaknya, tidak disebutkan di dalam Alkitab bahwa Ia mengkonfirmasinya. Gulungan Laut Mati4Q252, sebuah pesher (interpretasi) Kitab Kejadian ditemukan di antara Gulungan Laut Mati, menjelaskan bahwa karena Ham telah diberkati oleh Tuhan (Kejadian 9:1), ia tidak dapat dikutuk oleh Nuh.[31] Gulungan 4Q252 mungkin tertanggal dari paruh kedua abad pertama BC (sebelum Kristus).[32] Satu abad kemudian, sejarawan Yosefus memperdebatkan bahwa Nuh menahan diri dari mengutuk Ham karena kedekatan kekerabatannya, jadi ia malah mengutuk anak Ham.[33] Sebuah interpretasi alternatif baru dari Gulungan Laut Mati 4Q181 yang adalah gulungan Kejadian serupa dengan Kitab Yobel, mengusulkan bahwa Kanaan dikutuk karena ia menantang pembagian tanah oleh Nuh.[34][35] Kitab YobelKitab Yobel juga menceritakan peristiwa antara Ham dan Nuh, dan kutukan Nuh terhadap Kanaan, dalam istilah yang sama. Bagaimanapun juga, kemudian, Yobel menjelaskan lebih lanjut bahwa Nuh telah menyediakan Kanaan sebuah daratan sebelah barat Nil bersama dengan saudara-saudaranya, tetapi ia melanggar perjanjian ini dan malah memilih berjongkok di atas daratan yang digambarkan untuk Sem (dan kemudian Abraham), dan karenanya layak dikutuki dengan perbudakan.[36] Yudaisme KlasikFilo dari Aleksandria, seorang filsuf Yahudi abad pertama BC (sebelum Kristus), mengatakan bahwa Ham dan Kanaan sama-sama bersalah, jika bukan dari apa yang telah dilakukan terhadap Nuh, maka kejahatan lainnya, "karena keduanya bersama telah melakukan perbuatan bodoh dan salah dan melakukan dosa-dosa lainnya." Rabbi Eleazar memutuskan bahwa Kanaan merupakan yang pertama melihat Nuh, dan kemudian pergi dan memberitahukan ayahnya, yang kemudian memberitahukan saudara-saudaranya di jalan; ini, kata Eleazar, "tidak mengindahkan perintah untuk menghormati ayahnya." Interpretasi lain adalah bahwa "anak bungsu" Nuh tidak mungkin Ham, yang merupakan anak tengah: "karena alasan ini mereka katakan bahwa anak bungsunya adalah Kanaan".[33] Kejadian 9:25: berkatalah ia: Terkutuklah Kanaan: "Engkau menyebabkanku tidak lagi dapat memiliki anak keempat, satu anak lagi untuk melayaniku. Semoga anak keempatmu [Kanaan adalah anak keempat Ham, lihat Kejadian 10:6] terkutuk dengan melayani keturunan yang lebih besar ini [dari Sem dan Yafet]... Apa yang dilihat Ham sehingga ia mengebirinya? Ia mengatakan kepada saudara-saudaranya bahwa Adam, manusia pertama hanya memiliki dua anak (Kain dan Habel) namun yang satu membunuh yang lain karena warisan dunia [Kain membunuh Habel atas sengketa bagaimana membagi dunia di antara mereka berdasarkan Bereshith Rabba 22:7] dan ayah kita memiliki tiga anak namun ia masih meminta anak keempat."[27][28] Kejadian 9:26: ...Terpujilah TUHAN, Allah Sem: "Yang ditakdirkan memegang janjiNya terhadap keturunan [Sem] untuk memberikan Tanah Kanaan” tetapi hendaklah Kanaan: “Kanaan akan menjadi hamba mereka untuk membayar upeti."[28][29] Kejadian 9:27: tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya.: "Bahkan setelah keturunan Sem akan diasingkan, budak-budak akan dijual bagi mereka dari anak-anak Kanaan." [Rashi menjelaskan mengapa kutukan itu terulang.][27][28] Asal Mula Ketidakcocokan IstilahDi masa lalu, beberapa orang mengklaim "kutukan Ham" sebagai pembenaran alkitabiah untuk membebankan perbudakan atau rasisme atas orang kulit hitam, walaupun konsep ini pada dasarnya sebuah ketidakcocokan istilah yang didorong secara ideologis.[37] Mengenai masalah ini, pemimpin Kristen, Martin Luther King Jr. menyebutkan usaha ini "sebuah penghujatan" yang "bertentangan dengan semua pendirian agama Kristen."[38] Yudaisme Awal dan IslamWalaupun Kejadian 9 tidak pernah mengatakan bahwa Ham berkulit hitam, ia dihubungkan dengan kulit hitam, melalui etimologi-rakyat yang berasal dari sebuah kata yang mirip, tetapi sebenarnya tidak berhubungan, yang berarti "gelap" atau "coklat".[39] Selanjutnya, fabel tertentu menurut tradisi kuno Yahudi. Menurut satu legenda yang terpelihara dalam Talmud Babilonia, Tuhan mengutuk Ham karena ia melanggar larangan seks di dalam bahtera dan dikutuk dengan kulit gelap;[40] menurut yang lain, Nuh mengutuknya karena ia mengebiri ayahnya.[41] Walaupun Talmud menunjuk hanya kepada Ham, dalam Midras lebih lanjut mengatakan "Ham, dimana Kush berasal darinya" dalam referensi kepada kulit gelap,[42] bahwa kutukan itu tidak berlaku kepada semua keturunan Ham tetapi hanya anak tertuanya Kush, Kush menjadi seorang Afrika sub-Sahara.[43] Dengan demikian, terdapat dua tradisi berbeda, yang satu menjelaskan kegelapan kulit sebagai akibat dari kutukan Ham, yang lain menjelaskan perbudakan oleh kutukan terpisah atas Kanaan.[44] Islam tidak mengenal konsep kutukan Ham. Konsep-konsep tersebut kemungkinan diperkenalkan kepada Islam selama ekspansi Arab pada abad ke-7, karena penerjemahan silang istilah dan teologi dalam agama Yahudi dan Kristen ke dalam agama Islam, yang disebut "Isra'iliyyat".[45] Beberapa penulis Muslim abad pertengahan — termasuk Muhammad bin Jarir al-Tabari, Ibnu Khaldun, dan bahkan Kitab Zanj yang kemudian — menegaskan pandangan bahwa dampak kutukan Nuh terhadap keturunan Ham termasuk kegelapan, perbudakan, dan persyaratan untuk tidak membiarkan rambut tumbuh melewati telinga, terlepas dari kenyataan bahwa hal ini sangat bertentangan dengan ajaran nabi Islam, Muhammad, mengenai warna kulit dan kesetaraan ras yang sangat dia ditekankan dalam ajaran Islam, terutama dalam khotbah terakhirnya. Ini juga terlepas dari kenyataan bahwa kisah kemabukan Nuh dan kutukan Ham tidak ada dalam teks Quran, kitab suci umat Islam, dan tidak konsisten dengan ajaran Islam bahwa Nuh adalah seorang nabi Tuhan, dan mereka diajarkan bahwa para nabi di dalam Islam tidak meminum alkohol.[46] Islam sangat mencintai dan menghargai para nabi mereka, dan Muslim menganggap bahwa para nabi mereka itu merupakan sosok yang sempurna.[47] Bagaimanapun, interpretasi independen dari kutukan dijatuhkan atas semua keturunan Ham berlangsung dalam Yudaisme, terutama karena anak-anak Ham yang lain terletak di benua Afrika, contoh Misraim memperanakkan orang-orang Mesir, Kush memperanakkan orang-orang Kush, dan Put memperanakkan orang-orang Libya.[48] Perbudakan Abad Pertengahan dan ‘Pseudo-Berossus’Dalam penafsiran Kristen abad pertengahan, yang dianggap sebagai dosa Ham adalah tertawa (mengejek ayahnya dan tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaannya).[49] Di lain tempat di Eropa abad pertengahan, "Kutukan Ham" juga digunakan sebagai pembenaran atas perbudakan. Honorius Augustodunensis (sekitar tahun 1100) merupakan orang pertama yang tercatat untuk mengusulkan sistem kasta yang menghubungkan Ham dengan perbudakan, dengan menulis bahwa budak merupakan keturunan Ham, bangsawan dari Yafet, dan orang merdeka dari Sem. Bagaimanapun, ia juga mengikuti interpretasi dari 1 Korintus 7:21 oleh Ambrosiaster (akhir abad ke-4), yang berpendapat bahwa sebagai budak dalam dunia sementara, orang-orang "Ham" ini kemungkinan besar menerima upah lebih besar dalam dunia yang kemudian daripada kebangsawanan Yafet.[50][51] Ide bahwa budak merupakan keturunan dari Ham segera dipromosikan secara luas di Eropa. Sebuah contoh adalah Dame Juliana Berners (sekitar tahun 1388), dalam risalah mengenai burung elang, menyatakan bahwa keturunan "kasar" dari Ham telah mendiami Eropa, keturunan Sem yang berkepala dingin di Afrika, dan keturunan bangsawan Yafet di Asia – sebuah tanggapan yang berbeda dari aransemen normal, yang menempatkan Sem di Asia, Yafet di Eropa, dan Ham di Afrika – karena ia menganggap Eropa sebagai "negara orang-orang kasar", Asia negara orang-orang ningrat, dan Afrika negara orang-orang kepala dingin. Dengan perbudakan semakin berkurang pada era akhir abad pertengahan, interpretasi dari budak merupakan keturunan Ham berkurang juga.[52][53] Ham juga digambarkan dalam sebuah karya yang sangat berpengaruh yang disebut Commentaria super opera diversorum auctorum de antiquitatibus. Pada 1498, Annius dari Viterbo menyatakan telah menerjemahkan arsip Berossus, seorang imam dan sarjana Babylonia kuno; yang pada hari ini dianggap sebuah pemalsuan yang rumit. Bagaimanapun, mereka memperoleh pengaruh besar terhadap cara berpikir Renaissance tentang populasi dan migrasi, mengisi celah sejarah mengikuti cerita alkitabiah mengenai air bah.[54] Menurut catatan ini, Ham mempelajari seni jahat yang dipraktikkan sebelum air bah, yang karena itu dikenal dengan "Cam Esenus" (Ham si Cabul), juga asal mula Zoroaster dan Saturn (Kronos). Ia menjadi iri hati atas tambahan anak-anak Nuh yang dilahirkan setelah air bah, dan mulai memandang ayahnya dengan kebencian, dan suatu hari, ketika Nuh terbaring mabuk dan telanjang dalam kemahnya, Ham melihatnya dan menyanyikan sebuah mantra ejekan yang menyebabkan Nuh steril untuk sementara, seakan dikebiri. Catatan ini mengandung beberapa persamaan lainnya yang menghubungkan Ham dengan mitos Yunani mengenai pengebirian Uranus oleh Kronos, maupun legenda Italia mengenai Saturn dan/atau Camesis memerintah Zaman Keemasan dan melawan Titanomakhia. Ham dalam versi ini juga meninggalkan istrinya yang telah berada di dalam bahtera dan telah memperanakkan orang-orang Afrika, dan malah mengawini saudara perempuannya, Rhea, anak perempuan Nuh, memperanakkan ras raksasa di Sisilia. Perbudakan Eropa/Amerika, abad ke-17 dan ke-18Penjelasan bahwa orang kulit hitam Afrika, sebagai "anak-anak Ham", terkutuk, mungkin "dihitamkan" oleh dosa mereka, muncul hanya sekali-sekali selama abad pertengahan, tetapi ia kemudian menjadi biasa selama perdagangan budak pada abad ke-18 dan ke-19.[55][56] Pembenaran perbudakan itu sendiri melalui dosa Ham cocok dengan kepentingan ideologis orang-orang elit; dengan munculnya perdagangan budak, versi rasialnya membenarkan eksploitasi tenaga kerja Afrika. Di beberapa bagian Afrika dimana Kekristenan tumbuh subur pada masa awal, tetapi masih ilegal di Roma, ide ini tidak pernah bertahan, dan interpretasi kitab suci tidak pernah diadopsi oleh Gereja Koptik Afrika. Komentar bahasa Amhar modern terhadap Kitab Kejadian mencatat teori abad ke-19 dan Eropa awal bahwa orang kulit hitam tunduk kepada orang kulit putih sebagai akibat dari "kutukan atas Ham", tetapi menganggap ini sebagai ajaran palsu yang tidak didukung oleh tulisan dalam Alkitab, dengan tegas menunjukkan bahwa kutukan Nuh tidak jatuh atas semua keturunan Ham, tetapi hanya keturunan Kanaan, dan menegaskan bahwa kutukan tersebut telah dipenuhi ketika Kanaan diduduki oleh Semit (Israel) dan Yafet (Filistin kuno). Komentar ini lebih lanjut mencatat bahwa orang-orang Kanaan tidak ada lagi secara politik setelah Perang Punic Ketiga (149 BC – Sebelum Kristus), dan bahwa keturunan mereka sekarang tidak diketahui dan berserak di antara semua bangsa.[57] Robert Boyle, seorang ilmuwan abad ke-17 yang juga seorang teolog dan Kristen yang saleh, menyangkal ide bahwa kulit hitam merupakan Kutukan Ham, dalam bukunya Experiments and Considerations Touching Colours (1664).[58] Di sana Boyle menjelaskan bahwa Kutukan Ham digunakan sebagai penjelasan dari corak kulit dari orang-orang berwarna merupakan misinterpretasi yang dianut oleh "penulis vulgar", pelancong, pengkritik dan juga "orang pencatat" pada waktu mereka.[59] Dalam karyanya, ia menantang visi itu dengan menjelaskan:
Sejumlah sarjana lain juga mendukung klaim bahwa versi rasial dari Kutukan Ham dirancang pada masa itu karena ia cocok dengan kepentingan ideologis dan ekonomis dari orang-orang elit Eropa dan pedagang budak yang mau membenarkan eksploitasi tenaga kerja Afrika.[60] Sedangkan Robinson (2007) mengklaim bahwa versi demikian tidak pernah ada sebelumnya, sejarawan David Brion Davis memperdebatkan juga, bahwa kebalikan dari klaim sejarawan terkemuka, baik Talmud maupun tulisan Yahudi paska-alkitabiah tidak menghubungkan kehitaman kulit dengan kutukan apapun juga.[61] Latter Day Saint movement (gerakan Orang Suci Zaman Akhir)Setelah kematian Joseph Smith, penemu gerakan Orang Suci Zaman Akhir, pemimpin dari Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (LDS Church) mengajarkan bahwa orang Afrika kulit hitam berada dibawah kutukan Ham, walaupun akan datang hari dimana kutukan itu akan dihapuskan melalui kuasa keselamatan Yesus Kristus.[62] Dengan tambahan, berdasarkan interpretasinya mengenai Kitab Abraham, Brigham Young percaya bahwa sebagai akibat dari kutukan ini orang-orang Negro dilarang dari Kependetaan Mormon.[63] Pada tahun 1978, Spencer W. Kimball, presiden gereja ini pada saat itu, mengatakan ia menerima wahyu yang memperluas Kependetaan kepada semua anggota laki-laki yang layak dari Gereja LDS.[64] Lihat pulaReferensi
|