Kromatografi cair-spektrometri massa (Liquid chromatography-mass spectrometry atau LC-MS) adalah teknik kimia analisis yang merupakan penggabungan dari pemisahan fisik menggunakan kromatografi cair dan deteksi massa molekul dengan spektrometri massa. Keunggulan dari teknik ini adalah spesifisitas dan sensitivitas pengukuran yang dihasilkan sangat tinggi dibandingkan teknik kimia analis lainnya. Selain itu, bila dibandingkan kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), LC-MS juga memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menganalisis sampel yang lebih banyak dalam sekali waktu.[1]
Prinsip Kerja
Sejak spektrometri massa ditemukan pada tahun 1913, para ilmuwan berusaha menggabungkan teknik kromatografi dengan teknik analitis tersebut. Hal ini dilakukan karena spektrometri massa hanya cocok digunakan untuk menganalisis molekul dengan ukuran relatif kecil, sehingga tidak bisa digunakan untuk berbagai sampel biologis, terutama protein berukuran besar. Namun, sekitar tahun 1980-an, John Fenn dan Koichi Tanaka menemukan teknik ionisasi yang memungkinkan penggabungan antara kromatografi cair dengan spektrometri massa. Kedua peneliti tersebut mendapatkan hadiah Nobel Kimia pada tahun 2002 atas teknik ionisasi yang mereka temukan.[2]
Pertama-tama, sampel yang akan dianalisis dengan LC-MS akan melalui kromatografi cair untuk memisahkan komponen-komponen yang ada pada sampel. Selanjutnya, komponen-komponen atau molekul tersebut akan dilanjutkan ke spektrometri massa.[3] Molekul tersebut dapat akan melalui proses ionisasi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun, salah satu teknik ionisasi yang palings sering digunakan adalah electrospray ionisation (ESI). Sampel yang berupa cairan akan dipompa melalui kapiler dan diubah menjadi tetesan yang berukuran sangat kecil. Selanjutnya tetesan-tetesan tersebut akan diubah menjadi fase gas dengan menggunakan panas dan nitrogen. Dalam proses ini, muatan listrik dari tetesan tersebut akan berpindah ke molekul yang ingin dideteksi. Molekul yang akan dideteksi dapat bermuatan positif atau negatif dan dapat dideteksi oleh mesin sesuai pengaturan yang diinginkan.[2]
Selanjutnya, spektrometri massa yang terdiri dari empat batang metal yang tersusun secara pararel akan melakukan seleksi molekul yang ingin dideteksi berdasarkan rasio massa terhadap muatan (mass-to-charge ratio, m/z) masing-masing molekul. Molekul dengan rasio m/z yang tidak diinginkan akan dibuang, sedangkan molekul atau analit dengan m/z rasio yang diinginkan akan diteruskan ke detektor. Detektor akan menghasilkan puncak-puncak apabila molekul yang diinginkan terdapat pada sampel.[2]
Aplikasi
Bidang Medis
Dalam bidang laboratorium medis, LC-MS telah digunakan untuk mendeteksi kelainan genetik pada bayi. Selain itu, analisis berbagai hormon dan vitamin pada manusia juga telah dilakukan menggunakan LC-MS untuk menegakkan diagnosa berbagai penyakit pada pasien dengan lebih akurat. Contoh analit atau molekul yang telah dideteksi dengan LC-MS adalah vitamin A, D, E, dan K, berbagai hormon steroid, seperti: cortisol, estrogen, testosteron, dan dehidrotestoteron.[2]
Industri Pangan
Penggunaan LC-MS dalam analisis keamanan dan kualitas pangan banyak dilakukan untuk mendeteksi toksin (terutama mikotoksin), pestisida, atau penambahan bahan-bahan terlarang ke dalam makanan.[4] Salah satu contohnya adalah deteksi adanya campuran daging kuda atau babi terhadap produk daging sapi halal di Jerman.[5]
Bidang Toksikologi
Dalam bidang toksikologi, LC-MS telah digunakan untuk menganali berbagai macam obat dalam satu waktu. Salah satu laboratorium bahkan mampu menganalisis sebanyak 301 obat dan hasil metabolismenya dalam sekali pengerjaan. Dalam pengembangannya, LC-MS dapat digunakan untuk menganalisis obat-obatan terlarang yang terdapat pada rambut, darah, urin, dan cairan dari mayat maupun manusia yang masih hidup.[2] Beberapa contoh narkotik yang sering dideteksi dengan LC-MS adalah amfetamin, morfin, kodein, dan kokain.[6]