Klepu, Keling, Jepara
SEJARAH MBAH KIYAI SURO BAUT DAN MBAH KIYAI ASMOPANI Bismillah ........ Konon ceritanya. Sebelum kedatangan beliau berdua didesa Klepu sudah ada tiga makam tua atau punden, yaitu: 1. Mbah Goto atau Mbah Gomerto atau ada yang menyebut Ronggo Toh Joyo atau ada lagi yang menyebut Ronggo Jati di Klero (baca di Google Ki Gede Klero mungkin memiliki hubungannya) beliau adalah panglima perang mataram yang pergi meninggalkan jabatan dan kedudukan untuk nyepi atau menyendiri mencari Ridlo Allah Subhanahu Wa Ta'ala terbukti makam atau pundennya tidak boleh dibangun tertutup. 2. Mbah Ranten atau Mbah Ratmo Wijoyo (laki-laki) di Pondok 3. Mbah Niah (perempuan) di Krajan. Yang jelas mereka bertiga Islam. Kemudian pada tahun kurang lebih 1835 M datanglah Mbah Kiyai Suro Baut (pemakaian nama 'Suro' orang zaman dahulu berarti bukan orang sembarangan) konon beliau dilahirkan dari daerah Tuban bersama gurunya yang bergabung menjadi pasukan perang Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Mataram yang melawan penjajahan Belanda pada tahun 1825 - 1830 M, jadi beliau adalah sisa sisa pasukan P. Diponegoro yang ditugaskan didaerah sekitar Pati - Juwana untuk mengawasi Loji Belanda yang berada di desa Kaliori Juwana. Bersama teman dekatnya Ki Sambong, oleh karena P. Diponegoro ditawan karena kelicikan Belanda akhirnya Ki Suro Baut dan Ki Sambong melarikan diri kearah utara sampailah Ki Suro Baut di desa Sirahan sedang Ki Sambong kedesa Dukuh Seti. Di desa Sirahan tidak lama Ki Suro Baut melanjutkan perjalanannya kembali dan menemukan tempat yang cocok yaitu Klepu. Tidak lama Ki Suro baut menemukan pendamping hidup yang dicintai yaitu Mbah Menak asli warga Klepu. Waktu itu didesa Klepu vakum, tidak ada pemerintahan desa. Penduduk masih sangat jarang, (masih alas gung liwang liwung) beragama Islam tetapi belum mengenal Syariat Islam. Mulailah Ki Suro Baut mengenalkan Syariat Islam ke warga sekitar dengan mendirikan Surau Kecil disamping rumahnya di Dukuh Kauman Desa Klepu (tepatnya ditikungan depan rumah Kasban Klepu Rt. 15 Rw. 01), di antara santrinya dari luar desa yang dikenal adalah: 1. Mbah Entek dari Desa Damarwulan, 2. Mbah Kantong dari Desa Watuaji 3. Mbah Nomblok dari Desa Jlegong yang konon ceritanya karena belum begitu paham Syariat Islam bila sembahyang/sholat ketiga santrinya menghadap kedesa masing-masing. Buah kasihnya Ki Suro Baut dan Mbah Menak ada 4, (1. Warsinah, 2. Warsono, 3. Pono, 4. Sibah menikah dengan Ki Asmopani dari Dukuh Dalung Desa Klepu). 1.1. Warsinah: 1. Karjono, 2. Pono, 3. Sarno, 4. Sawijah. 1.2. Warsono: 1. Waripah, 2. Warjo, 3. Rasimah, 4.Sumadi, 5. Rasilah, 6. Baris, 7. Samirah, 8. Mashud. 1.3. Pono: 1. Slamet (tidak di Desa Klepu) 1.4. Sibah: 1. Basirah, 2. Kardi, 3. Nawi, 4.Sholeh. Baru pada tahun 1925 M Desa Klepu ada pemerintahan kembali Pemerintahan Persipan dibawah kekuasaan Belanda dengan Pejabat Sementara Petinggi Mbah Sowi Guno dari Dukuh Benggeng dia juga seorang Kiyai yang mengajarkan Syariat Agama Islam dan sudah mengenal musik rebana, namun sayang dia tidak punya keturunan. Kepemimpinan Mbah Sowi Guno hanya dua tahun. Dan selanjutnya diadakan pemilihan Kepala Desa/Petinggi berturut-turut Petinggi Desa Klepu; 1. Petinggi Den, 2. Petinggi Suto, 3. Petinggi Saman, 4. Petinggi Kardi, 5. Petinggi Parwi, 6. Petinggi Masyuri, 7. Petinggi Ali Jubaidi, 8. Petinggi Kosim, 9. Petinggi Kusaeri, 10. Petinggi Musyafa', 11. Petinggi Abdul Rofik. 12. Petinggi Sutoyo Seangkatan Mbah Kiyai Sowi Guno Mbah Kiyai Asmopani meneruskan perjuangan Mbah Kiyai Suro Baut mendirikan mushola kecil yang sekarang menjadi Masjid Raudlotul Muttaqin Kauman, Klepu. (maaf tentu banyak kekurangannya).[1] (Carik Desa Klepu) di [2]
Letak GeografisSebelah utara berbatasan dengan Desa Jlegong, sedangkan di sebalah selatan berbatasan dengan Desa Watuaji, pada sebelah barat berbatasan dengan Desa Gelang, dan di sebelah timur berbatasn dengan Desa Kelet dan Desa Damarwulan. AdministrasiDesa Klepu terdapat beberapa dukuh, yaitu:
Struktur Pemdes
PendidikanDaftar Nama Sekolah dan Pondok Pesantren, di antaranya:
Tradisi
|