Watuaji, Keling, Jepara
Watuaji adalah desa di Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi desa ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Jepara. Desa Watuaji memiliki beberapa tempat yang bersejarah. GeografisDesa Watuaji memiliki batas wilayah:
AdministratifDukuhDesa Watuaji terdiri dari Dukuh, yaitu:
RT/RWDesa Watuaji terdiri dari:
SejarahNama dari Watuaji dari dua kata yaitu Watu dan Aji dalam bahasa Indonesia berarti Batu dan Berharga. Desa tersebut dinamai Watuaji atau Batu Berharga karena di desa ini terdapat peningalan-peninggalan batu pada masa prasejarah. Peninggalan tersebut terletak disekitar daerah aliran Sungai pedot . Sangat mengagumkan dari bebatuan tersebut ada yang menyerupai Tembok yang masayarakat setempat menyebutnya Watu Gebyok, ada yang menyerupai Tiang Penyangga Rumah yang disebut dengan Watu Soko, ada Tumpukan Batu Batu Tumpuk, ada juga yang menyerupai Payung dsb. Sampai saat ini peninggalan-peninggalan tersebut masih bisa kita lihat di desa ini yang masih utuh. Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut tentang peninggalan tersebut,kejelasan tentang apakah batu-batu tersebut merupakan reruntuhan Candi atau peningalan zaman Batu masih menjadi sebuah pertanyaan dibenak masyarakat hingga saat ini. Sehingga teori-teori konspirasi oleh pemikiran baru bermunculan.Inilah beberapa teori-teori yang berhasil saya kumpulkan dan pendukung dari teori tsb: Menurut folklor dan cerita turun temurun yang berkembang disini batu-batu tersebut merupakan peninggalan [Kerajaan Demak]. Dikisahkan Wali Songo pernah ingin membuat masjid di desa ini,pembuatan masjid tersebut perencanaan pembangunannya hanya dalam satu malam,akan tetapi mengalami kegagalan yang dikarenakan pada malam itu bertepatan dengan bulan purnama sehingga pada waktu subuh sudah seperti pagi hari. Ayam-ayampun berkokok dan masyarakat pada waktu itu bangun untuk melaksanakan aktivitas hariannya Menjemur Kapas melihat hal tersebut para Wali yang membangun Masjid menganggap gagal karena ulah masarakat disitu sehingga mengutuk Dalam Bahasa Jawa disebut Disabdo masyarakat desa bahwa sampai tua tidak akan laku menikah serta membuat kayu-kayu material masjid menjadi batu (untuk hal ini diperkuat adanya bukti batu berbentuk seperti tersebut di atas). Kebenaran akan cerita tersebut juga masih di pertanyakan,karena tidak adanya bukti nyata ataupun sesuatu yang pernah ditemukan.Dan dalam kisah Wali Songo sendiri tidak pernah disebutkan adanya kebenaran tentang membuat masjid yang tidak terselesaikan. Ini adalah kemungkinan kedua yang didasarkan pada kedekatan antara desa Watuaji dan kerajaan Kalingga yang mana masih dalam satu Kecamatan. Tetapi Kerajaan Kalingga sendiri seperti hanya dongeng karena Kerajaan tersebut seperti hilang ditelan bumi. Pada tahun 1990, di seputar Puncak Saptarngo Pegunungan muria dekat desa Tempur, Prof Gunadidan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti yang diberinama Prasasti Rahtawun,Empat Arca Batara Guru, Narada, Togog,dan Wisnu,Candi Angin dan Candi Bubrah yang dinyatakan sebagai peningglan kerajaan Kalingga atau Holing. Tetapi sepertinya Arkeolog tersebut tidak mampir didesa Watuaji sehingga teori ini masih dalam koridor belum ada bukti. Sampai dengan saat ini belum ada Arkeolog yang mencoba untuk menguak misteri bebatuan tsb,paling tidak diperlukan uji karbon yang bisa memperkirakan usia batu sehingga bisa membandingkan folklor tentang Masjid para Wali dan Tahun berdirinya kerajaan Demak (1478-1518 M),bila ternyata uji karbon menunjukan tahun yang sama maka bisa dimungkinkan folklor yang berkembang adalah benar tetapi jika uji karbon ternyata berbeda maka kemungkinan bisa saja batu tersebut peninggalan zaman Megalitikum atau sebuah Candi peninggalan hindu,karena letak Desa watuaji berada di dalam lingkup Kerajaan Kalingga yang mana masih dalam satu Kecamatan,bisa dimungkinkan bahwa batu tersebut adalah candi peninggalan Kerajaan Ratu Sima yang tersohor itu.Waw sebuah penemuan besar yang masih menunggu untuk dikuak oleh Arkeolog. Selain peninggalan tersebut di atas,ada juga Makam Syech Maulana Ahmad Husain seorang Ulama' penyebar Agama Islam.Akan tetapi sejarah mengenai asal usul makam ini juga sampai saat ini belum begitu jelas hanya diketahui bahwa dia sedang mengembara menyebarkan agama islam dan Wafat di desa ini. Pemdes WatuajiStruktur pemerintah desa Watuaji periode 2013-2018:
PariwisataDesa Watuaji terdapat beberapa tempat wisata, yaitu:
PotensiMata pencaharian penduduk setempat adalah (1) berkebun kapuk randu (Ceiba pentandra) tapi sekarang sudah semakin langka itu dikarenakan harga jual dan biaya produksi tidak sesuai. Kebanyakan pohon kapuk dipotong untuk dijual kayunnya. (2) Petani Sawah ( Padi,Kacang,Jagung) (3) Budidaya sengon laut (Paraserianthes falcataria). (4) Budidaya Coklat (5) Budidaya Kopi (6) Merantau; kebanyakan usia produktif merantau ke kota besar dan ke luar Jawa yang lagi proses peningkatan infrastruktur, dan TKI/TKW. Dan beberapa tanaman lain Yang bernilai ekonomi tinggi seperti Lada, Gaharu, Cengkih dll. Dahulu Terdapat pula beberapa usaha kecil kerajinan Meubel namun sekarang sudah tidak ada lagi. Itu disebabkan Langkanya Bahan baku,Harga Bahan Baku yang mahal dan biaya produksi yang tinggi namun harga jual yang murah membuat usaha tersebut gulung tikar. Rencana Kepala DesaDesa Watuaji di juluki sebagai Kutha Watu (Kota Batu) karena banyak peninggalan sejarah berupa batu. Kepala Desa Watuaji berencana bekerjasama dengan Pemkab Jepara dan bekerjasama dan dengan warga masyarakat Desa Watuaji untuk mengembangkan wisata di Desa Watuaji, supaya dapat meningkatkan ekonomi warga setempat. yaitu dengan cara:
Membangun warung kopi yang menjual kopi khas asli Desa Watuaji dan makanan khas Jepara. Bangunan warung harus berbentuk arsitektur Jawa dengan atap genteng wuwuwngan khas Jepara tetapi dindingnya bercorak berbentuk batu. Membangunnya dekat dengan daerah bebatuan unik seperti dekat dengan Batu Gebyok, Batu Soko, Batu Tatal, dll.
Membangun toko oleh-oleh khas asli Desa Watuaji, seperti kopi watuaji, kopi dapur kuwat, gelang dari batu-batu alam, cincin batu alam, dan berbagai pernak pernik bertema batu, dll. Bangunan toko harus berbentuk arsitektur Jawa dengan atap genteng wuwuwngan khas Jepara tetapi dindingnya bercorak berbentuk batu. Membangunnya dekat dengan daerah bebatuan unik seperti dekat dengan Batu Gebyok, Batu Soko, Batu Tatal, dll.
Akses jalan yang beraspal supaya memudahkan wisatawan untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di Desa Watuaji. Membangunnya dekat dengan daerah bebatuan unik seperti dekat dengan Batu Gebyok, Batu Soko, Batu Tatal, dll.
Membangun Gazebo dengan desain arsitektur khas Jawa dengan sedikit ukiran khas Jepara serta atap genteng wuwungan khas Jepara. Atau membangun gazebo dengan desain berbentuk mirip menyerupai dengan batu. Membangunnya dekat dengan daerah bebatuan unik seperti dekat dengan Batu Gebyok, Batu Soko, Batu Tatal, dll.
Membangun bangku taman dari bahan semen supaya awet, tetapi dibentuk dan dicat menyerupai dengan batu. Membangunnya dekat dengan daerah bebatuan unik seperti dekat dengan Batu Gebyok, Batu Soko, Batu Tatal, dll.
Membangun Taman dengan rumput jepang dan bunga warna warni yang tertata indah, serta memasang berbagai permainan untuk anak di antaranya ayunan, perosotan, dll. Membangunnya dekat dengan daerah bebatuan unik seperti dekat dengan Batu Gebyok, Batu Soko, Batu Tatal, dll. |