Kereta rel listrik MRT Jakarta adalah kereta rel listrik yang dioperasikan di lintas MRT Jakarta. Rangkaian kereta disebut juga sebagai Ratangga.[3][4] Rangkaian kereta diproduksi oleh perusahaan Nippon Sharyo asal Jepang sebelum dioperasikan penuh tanggal 24 Maret 2019.[1][2] Kereta ini diklasifikasikan sebagai kereta kelas eksekutif yang dioperasikan dengan formasi enam kereta di setiap rangkaian.
Sejarah
Pembuatan rangkaian Ratangga termasuk dalam proyek Fase I Jalur Utara–Selatan sebagai CP 108. Kontrak CP 108 yaitu pembuatan sarana perkeretaapian MRT Jakarta ini diberikan kepada konsorsium Sumitomo Corporation - Nippon Sharyo pada tanggal 3 Maret 2015.[5] 16 rangkaian yang terdiri atas enam kereta setiap rangkaian tersebut, dipesan dengan biaya sekitar ¥10,8 miliar (Rp145 miliar).[6] Rangkaian keretanya sendiri dibuat di Pabrik Nippon Sharyo Toyokawa.[7]
Di tengah-tengah masa produksi, desain kereta ini, desain kereta sempat berubah pada tahun 2017. Perubahan desain ini diutamakan pada bagian kabin masinis yang dinilai mirip seperti jangkrik.[8] Perubahan desain tersebut mengubah kesepakatan kontrak dan diperkirakan akan menambah biaya produksi sebanyak Rp64 miliar.[9]
Pengiriman Ratangga dilakukan pada tahun 2018. Pengiriman pertama yang terdiri atas dua rangkaian kereta tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 4 April 2018.[10][11] Nama Ratangga sebagai sebutan rangkaian ini diumumkan pada tanggal 10 Desember 2018.[3][4]
Pengujicobaan rangkaian kereta pertama kali dilaksanakan 9 Agustus 2018. Pengujian ini dilakukan untuk mengetes sistem persinyalan dan kereta.[12][13] Sementara itu, pengujicobaan rangkaian dengan penumpang pertama kali dilakukan tanggal 12 Maret 2019 yang juga sebagai uji coba publik terbatas.[14] Rangkaian Ratangga pertama kali dioperasikan secara penuh bersamaan dengan peresmian Jalur Utara–Selatan MRT Jakarta pada tanggal 24 Maret 2019.[1][2]
Spesifikasi
Setiap kereta berukuran panjang 20 meter, lebar 2,9 meter, dan tinggi 3,9 meter.[15] Setiap kereta memiliki empat pintu di masing-masing kedua sisinya, kecuali kereta pertama dan kereta keenam yang memiliki tambahan satu pintu kabin masinis di masing-masing sisinya. Kereta ini menggunakan sistem persinyalan CBTC dengan Operasi Kereta Otomatis (ATO) GoA 2 (STO). Pengendalian kereta secara otomatis ini dilakukan terpusat di Depo Lebak Bulus.[16] Meskipun begitu, tetap ada masinis di kereta untuk mengendalikan pintu dan mengoperasikan kereta ketika keadaan darurat.[17] Rangkaian MRT ini mendapatkan tenaga listrik dari Listrik Aliran Atas, sama seperti KRL Commuter Line.[18]
Formasi
Setiap satu rangkaian Ratangga terdiri atas enam kereta. Setiap rangkaian memiliki dua kabin masinis yang terletak di kereta paling depan dan paling belakang. Kedua kereta tersebut tidak memiliki motor penggerak yang disebut juga dengan trailer cars (Tc). Sementara itu, untuk kereta kedua hingga kereta kelima memiliki motor penggerak yang disebut juga dengan motor cars (M).[18] Seluruh kereta Ratangga diklasifikasikan sebagai kereta eksekutif dan memiliki nomor urut K 1 18 01 hingga K 1 18 96. Formasi selengkapnya dari satu rangkaian Ratangga terdiri atas Tc1-M2'-M1'-M2-M1-Tc2.[19]
Susunan rangkaian
Jenis
Tc2
M1
M2
M1'
M2'
Tc1
Kapasitas penumpang
307
332
336
336
332
307
Jumlah tempat duduk
48
54
51
51
54
48
Penamaan
Rangkaian kereta rel listrik ini disebut dengan nama Ratangga. Nama Ratangga setelah adanya musyawarah antara PT MRT Jakarta dengan Badan BahasaKemendikbud. Nama Ratangga diambil dari kitab Arjuna Wiwaha dan Sutasoma karangan Mpu Tantular. Ratangga sendiri memiliki arti kendaraan beroda, kereta, atau kereta perang dalam bahasa Jawa Kuno.[20] Kereta perang yang identik dengan kereta kuda yang kuat dan dinamis diharapkan menjadi doa akan lancarnya operasional MRT Jakarta. Penamaan ini diumumkan pada tanggal 10 Desember 2018.[3][4]
Pada budaya populer
Ratangga beserta bagian terowongan Jalur MRT Utara–Selatan terdapat pada bagian depan desain Rp75.000. Kereta rel listrik tersebut diletakkan tepat di bawah gambar Soekarno dan Mohammad Hatta serta di sebelah Jembatan Youtefa dan teks nilai mata uang Rp75.000. Rangkaian Ratangga dimasukkan dalam desain tersebut sebagai simbol pencapaian pembangunan infrastruktur dalam 75 tahun Republik Indonesia.[21][22]