Kelas perjalanan kereta api penumpang di Indonesia
![]() Dalam sistem transportasi rel di Indonesia, kereta api penumpang dibagi menjadi tiga kelas perjalanan, yakni kelas eksekutif, kelas bisnis, dan kelas ekonomi. Setiap kelas memiliki perbedaan, di antaranya tarif, jumlah pemberhentian, fasilitas yang ditawarkan, dan lain-lain. Bahkan dalam satu kelas, terdapat generasi sarana yang masing-masing memiliki kekhasan. Sebagai contoh, kelas eksekutif terdapat kelas Argo dan Satwa, sedangkan pada kelas ekonomi dapat berupa Premium, new image, dan generasi baru (new generation). SejarahMasa prakemerdekaanDi awal-awal operasi perkeretaapian di Indonesia, kereta api terbagi menjadi tiga kelas, yakni kelas 1 (1e klasse), kelas 2 (2e klasse), dan kelas 3 (3e klasse). Pada H-1 pengoperasian kereta api pertama pada 10 Agustus 1867, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) mengiklankan bahwa perusahaan tersebut sudah membagi kereta api menjadi tiga kelas. Adapun penetapan tarif di awal masa-masa NIS adalah, kelas 1 akan membayar tarif 100%, kelas 2 akan membayar tarif 50%, dan kelas 3 akan membayar 14%. Saat itu, hanya ada empat stasiun yang sudah dioperasikan, yakni Samarang NIS, Alastua, Brumbung, dan Tanggung.[1] Pada 1880, tepatnya setelah mulai mengoperasikan kereta apinya, Staatsspoorwegen (SS) menetapkan tarif berikut: kelas 1 akan mendapat tarif 100%, kelas 2 60%, dan kelas 3 20%. Namun, penetapan tarif dengan rumus ini masih belum ramah kantong bagi pribumi. Tambahannya, bagasi yang melebihi 30 kg (66 pon) tidak diperkenankan masuk rangkaian kereta api. Padahal, kaum pribumi menginginkan kereta api yang memungkinkan barang dagangan yang lebih dari 30 kg, terkhususnya saat hendak pergi maupun pulang dari pasar. Akhirnya, SS pun mengikuti langkah perusahaan stoomtram swasta yang memungkinkan barang dagangan bisa diangkut menggunakan kereta api, dengan memperkenalkan rangkaian kereta/gerbong kelas 4. Karena dagangan yang banyak diangkut adalah ternak kambing, kereta jenis tersebut dijuluki "kelas kambing".[2] Perusahaan-perusahaan kereta api di Hindia Belanda umumnya mengoperasikan kereta api dalam dua jenis, yakni kereta api ekspres/senel dan bumel. Kereta api ekspres (exprestrein dan sneltrein) ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke atas yang membutuhkan perjalanan cepat, sedikit pemberhentian, dan menghubungkan kota-kota besar. Adapun lawan dari ekspres/senel adalah kereta api bumel (lokal) yang dapat berhenti di semua stasiun yang dilaluinya, termasuk stasiun kecil (halte) dan perhentian (stopplaats). Keberadaannya ditujukan pada masyarakat kelas bawah yang membutuhkan akses transportasi ke pusat perdagangan.[2] Masa pascakemerdekaanPembagian dan fiturKelas eksekutifKelas eksekutif dilengkapi penyejuk udara dan sarana hiburan selama dalam perjalanan berupa tayangan audio/video yang mengudara di atas KA eksekutif mulai tahun 2000. Selain sarana hiburan, penumpang juga dapat memesan makanan dan minuman sesuai dengan menu pilihan yang disediakan dan bisa dinikmati baik di tempat duduk masing-masing maupun di kereta makan yang didesain sebagai mini bar. Per 2023, kelas eksekutif terbagi menjadi tiga, yaitu kelas kompartemen (tertutup), luxury (setengah terbuka), dan kereta duduk biasa. Kelas bisnisKelas ekonomiTahun produksi keretaReferensi
Daftar pustaka
|
Portal di Ensiklopedia Dunia