Kedelai di IndonesiaKedelai di Indonesia mulai dibudidayakan sejak abad ke-17 Masehi. Budidaya kedelai di Indonesia didukung oleh wilayah daratan Indonesia yang sangat luas dengan iklim tropis. Kedelai di Indonesia utamanya digunakan dalam industri kedelai untuk menjadi bahan makanan. Penduduk Indonesia mengolah kedelai menjadi tempe, tahu, kecap, tauco dan susu kedelai. Produktivitas produksi kedelai di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya setelah perdagangan kedelai tidak sepenuhnya diatur oleh Badan Urusan Logistik. Indonesia tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negerinya sehingga telah menjadi negara pengimpor kedelai. SejarahKedelai bukan tanaman asli di Indonesia. Asal kedelai diduga dari Tiongkok Daratan yang menyebar ke beberapa negara di kawasan Asia sejak abad ke-1 M. Penyebaran kedelai ini diawali di Jepang menuju ke negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia pada abad ke-15 dan ke-16 M. Penyebaran keledai di Indonesia terjadi karena perkembangan jalur perdagangan darat dan laut.[1] Pembudidayaan kedelai di Indonesia dimulai pada abad ke-17 Masehi. Keterangan ini diperoleh dari Georg Eberhard Rumpf yang hidup pada masa tersebut. Kedelai dijadikan sebagai tanaman untuk dimakan dan dijadikan pupuk hijau.[2] PembudidayaanIndonesia memilikii wilayah daratan yang sangat luas. Sstruktur geografis Indonesia yang beriklim tropis sangat mendukung untuk pembudidayaan berbagai komoditias pertanian termasuk kedelai.[3] Di Indonesia, kedelai ditanam di daerah dataran rendah. Lahan yang digunakan adalah yang tidak mengandung air.[2] Jenis lahan yang digunakan untuk menaman kedelai di Indonesia adalah sawah. Penanaman dilakukan pada musim kemarau kedua. Pola penanaman diawali oleh padi, lalu padi, lalu kedelai.[4] Areal tanamLuas lahan panen di Indonesia mengalami peningkatan luas dengan nilai rata-rata 0,69% tiap tahunnya sejak tahun 1980 hingga 2016.[5] ProduktivitasPeningkatan produksi kedelai di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1962. Kegiatan yang dikembangkan adalah perluasan lahan produksi dan intensifikasi.[5] Produktivitas dari produksi kedelai di Indonesia bersifat tidak stabil selama periode tahun 1974–1998. Pada periode 1979–1983, luas lahan penanaman kedelai di Indonesia mengalami pengurangan sebesar 1,73% tiap tahunnya di Pulau Jawa dan sebesar 9,42% di luar Pulau Jawa.[6] Pengurangan luas lahan penanaman kedelai diikuti oleh penurunan hasil panen kedelai. Pada periode 1979–1983. produksi kedelai di Indonesia mengalami pengurangan sebesar 1,78% tiap tahunnya di Pulau Jawa. Sementara di luar Pulau Jawa pada periode ini terjadi peningkatan produksi dengan nilai 5,62%.[6] Pada periode 1984–1988, produktivitas kedelai di Indonesia kembali stabil. Areal penanaman kedelai bertambah luas sebesar 14,64% per tahun. Hasil produksinya juga meningkat sebesar 20,34% per tahun.[6] Kemudian pada periode 1994–1998, penurunan luas lahan penanaman kembali terjadi dengan nilai 5,72% per tahun. Pada periode 1994–1998, di seluruh wilayah Indonesia yang menjadi areal penanaman kedelai mengalami penurunan tingkat produksi sebesar 10,59% per tahun. Penyebab penurunan produksi yang besar pada periode ini adalah lamanya musim kemarau di Pulau Jawa pada tahun 1997 dan pengalihan lahan pertanaman menjadi perkebunan di luar Pulau Jawa akibat krisis ekonomi 1997.[6] Kemampuan produksi kedelai oleh petani di Indonesia hanya 6–7 kwintal per hektar.[2] Pada tahun 2020, produktivitas kedelai di Indonesia sekitar 1,5-2 ton/ha. Sementara dalam perhitungan kuintal, rata-rata produktivitas kedelai di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 15,69 ku/ha.[7] Satu-satunya provinsi dengan tingkat produktivitas tertinggi adalah Sulawesi Barat dengan produksi lebih dari 20 ku/ha Sementara provinsi-provinsi lainnya hanya memiliki rata-rata produktivitas 15,00-20,00 ku/ha. Provinsi-provinsi ini yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tenggara.[8] PemanfaatanKonsumsi sebagai makananKedelai adalah salah satu komoditas penting dalam usaha tani di Indonesia selain padi dan jagung.[9] Industri di Indonesia banyak menggunakan kedelai sebagai bahan baku pembuatan makanan.[10] Jenis makanan hasil olahan kedelai di Indonesia yaitu tempe, tahu, kecap, tauco, dan susu kedelai.[11] Jumlah pengrajin tempe dan tahu di Indonesia tercatat sekitar 115 ribu pengrajin pada tahun 2010.[12] Penduduk Indonesia khususnya di Pulau Jawa menjadikan makanan olahan kedelai sebagai menu penting dalam makanan hariannya.[9] Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi kedelai yang terbesar di dunia.[13] Tingkat konsumsi kedelai di Indonesia terus mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 2011, kebutuhan kedelai di Indonesia sebanyak 2,16 juta ton dan meningkat menjadi 2,2 juta ton pada tahun 2012.[14] Perdagangan internasionalIndonesia mengekspor kedelai dengan kecenderungan mengalami penurunan tiap tahunnya. Pada tahun 1961 hingga 2012, tingkat ekspor kedelai dari Indonesia mengalami penurunan rata-rata 5,92 tiap tahunnya.[15] Kesenjangan antara permintaan dan penawaran kedelai di Indonesia membuat Indonesia mulai mengimpor kedelai sejak tahun 1975.[16] Sebagian besar kedelai yang diimpor ke Indonesia berasal dari Amerika Serikat.[17] Pada tahun 1991, Indonesia semakin meningkatkan impor kedelai setelah perdagangan kedelai tidak hanya ditangani oleh Badan Urusan Logistik.[18] Pada tahun 2013, produksi kedelai di Indonesia hanya mampu memenuhi sebesar 65,61% konsumsi kedelai di dalam negeri.[15] Penurunan kemampuan produksi merupakan akibat dari pengurangan lahan penanaman kedelai di Indonesia.[19] Organisasi Pangan dan Pertanian melaporkan bahwa dari seluruh total kedelai di Indonesia pada tahun 2018, sekitar 72-82 persen berasal dari impor. Kemampuan produksi kedelai di Indonesia hanya 953 ribu ton dan kedelai impor sebanyak 2,59 juta ton.[20] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|