Untuk gelembung dalam minuman ringan, lihat karbonasi.
Karbonisasi adalah istilah untuk konversi dari zatorganik menjadi karbon atau residu yang mengandung karbon melalui pirolisis atau destilasi destruktif. Hal ini sering digunakan dalam kimia organik dengan mengacu pada generasi gas batubara serta aspal batubara dari batubara mentah. Bahan bakar fosil umumnya merupakan produk dari karbonisasi sayuran. Istilah karbonisasi juga diterapkan pada pirolisis batubara untuk memproduksi kokas. Karbonisasi juga merupakan suatu tahap dalam proses pembuatan arang, dan dianggap sebagai langkah yang paling penting dari semuanya karena memiliki kekuatan untuk mempengaruhi seluruh proses mulai dari pohon yang tumbuh hingga distribusi akhir arang ke berbagai sumber.[2]
Dalam industri pemrosesan wol, karbonisasi[3] adalah nama untuk proses kimia dimana materi sayuran dihilangkan dari wol, yaitu merupakan bagian dari proses penggosokan wol.
Proses
Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endotermik atau eksotermik tergantung pada suhu dan proses reaksi kimia yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan suhu karbonisasi, sifat reaksi, dan perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Proses karbonisasi dilakukan melalui dua cara, pertama dengan pemanasan secara langsung dalam tungku yang berbentuk kubah. Pemanasan menggunakan tungku merupakan cara yang paling tua dimana batubara dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika zat terbang terbakar habis, proses pemanasan dihentikan. Kelemahannya antara lain terdapat produk samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar, disamping itu produktivitas sangat rendah.[4]
Cara kedua adalah karbonisasi batubara dengan pemanasan tak langsung atau sistem distilasi kering. Dalam hal ini batubara ditempatkan pada ruang tegak sempit dan dipanaskan dari luar (pemanasan tak langsung). Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam tanur bakar yang berisi batubara. Pada suhu sekitar 375 °C - 475 °C, batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475 °C - 600 °C, terlihat munculnya cairan tar (aspal) dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas. Pada suhu 600 °C - 1100 °C, proses stabilitas kokas dimulai.
Cara ini selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk samping berupa aspal, amonia, gas metana, gas hidrogen dan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. sedangkan produk cair berupa aspal, amonia dan lain-lain dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.
Pengujian
Beberapa pengujian untuk karbonisasi adalah sebagai berikut:
Free Swelling Index
Tes ini dilakukan untuk menentukan angka peleburan dengan cara memanaskan sejumlah sampel pada temperatur peleburan normal (kira-kira 800 °C). Lalu setelah pemanasan atau sampai volatil dikeluarkan, sejumlah kokas tersisa dari peleburan. Swelling number dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan kecepatan pemanasan.
Tes karbonisasi Gray-king
Tes Gray-king menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memanaskan sampel di dalam tabung tertutup dari temperatur 300 °C menjadi 600 °C selama 1 jam untuk karbonisasi. Temperatur rendah dan dari 300 °C menjadi 900 °C selama 2 jam untuk karbonisasi temperatur tinggi.
Tes Karbonisasi Fischer
Prinsipnya sama dengan metode Gray-king, perbedaan terletak pada peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung alumanium selama 80 menit. Aspal dan liquor dikondensasikan kedalam air dingin. Akhirnya didapatkan persentase kokas, aspal, dan air. Sedangkan jumlah gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes fischer umum digunakan untuk batubara dengan rentang rendah (Brown coal lignite) untuk karbonisasi temperatur rendah.
Plastometer gieseler
Plastometer gieseler adalah viskometer yang memantau viskositas sampel batubara yang lebih telah dileburkan.
Briket batubara yang dikarbonisasi lebih sehat, higienis dan mudah digunakan. Selain itu, harganya relatif murah. Keuntungan dari briket terletak pada penggunaan batubaranya. Batubara yang digunakan untuk briket justru batubara yang berkualitas rendah. Proses karbonisasi akan memengaruhi karakteristik pembakaran.
Karbonisasi dan biodiesel
Dalam salah satu studi,[6] karbonisasi digunakan untuk membuat katalis baru untuk generasi biodiesel dari etanol serta asam lemak. Katalis dibuat oleh karbonisasi gula sederhana seperti glukosa serta sukrosa. Gula diproses selama 15 jam pada 400 °C di bawah aliran nitrogen hingga residu karbon hitam yang terdiri dari campuran kompleks dari lembaran karbon polisiklikaromatik. Bahan ini kemudian diolah dengan asam sulfat, yang memfungsikan lembaran dengan situs katalitik sulfonit, karboksil, serta hidroksil.
^Green chemistry: Biodiesel made with sugar catalyst Masakazu Toda, Atsushi Takagaki, Mai Okamura, Junko N. Kondo, Shigenobu Hayashi, Kazunari Domen and Michikazu Hara Nature 438, 178 (10 November 2005) DOI:10.1038/438178aAbstract
Bacaan lebih lanjut
Funke, A.; Ziegler, F. (2010). "Hydrothermal Carbonization of Biomass: A Summary and Discussion of Chemical Mechanisms for Process Engineering". Biofuel. Bioprod. Bior. 4 (2): 160–177..
Hu, B.; Wang, K.; Wu, L; et al. (2010). "Engineering Carbon Materials from The Hydrothermal Carbonization Process of Biomass". Adv. Mater. 22 (7): 813–828.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) .
Titirici, M.; Antonietti, M. (2010). "Chemistry And Materials Options of Sustainable Carbon Materials Made By Hydrothermal Carbonization". Chem. Soc. Rev. 39: 103–116..
Pranala luar
Lihat entri karbonisasi di kamus bebas Wiktionary.