Kepulauan ini adalah sumber sengketa antara Republik Korea dengan Jepang yang telah terjadi bertahun-tahun lamanya sampai saat ini.[4]
Nama Liancourt diambil dari Le Liancourt, nama sebuah kapal pemburu paus asal Prancis yang hampir menabrak batu karang di sekitar kepulauan itu pada tahun 1849.[5] Baik dalam bahasa Korea[6] atau Jepang,[7] nama kepulauan ini berganti-ganti sepanjang waktu, yang juga membuat rumitnya masalah sengketa atas wilayah ini.
Kepulauan Liancourt terbagi atas 2 buah pulau besar dan 35 pulau yang lebih kecil. Total luas wilayah ini adalah 0,18745 km² dengan puncak tertinggi mencapai 169 meter dari permukaan laut yang berada di Pulau barat (West Islet) atau Seodo (서도, 西島; "Pulau barat") dalam bahasa Korea atau Ojima (男島, おじま; "Pulau Laki-laki") dalam bahasa Jepang.
Kepulauan ini diketahui pula memiliki cadangan gas bumi yang cukup besar dan belum dieksplorasi.[9]
Geografi
Pulau Barat (atas) dan Pulau Timur (bawah)
Kepulauan Liancourt terbagi menjadi dua pulau utama, yakni Otokojima (男島; Pulau Laki-laki) dalam Bahasa Jepang atau Seo-do (西島; Pulau Barat) dalam Bahasa Korea dan Onnajima (女島; Pulau Wanita) atau Dong-do (東島; Pulau Timur). Pulau Otokojima (男島; Pulau Laki-laki) berukuran lebih besar dengan dasar yang lebih lebar dan puncaknya lebih tinggi, namun daratan Onnajima (女島; Pulau Wanita) lebih dapat diakses. Keunikan alam Pulau Otokojima (男島; Pulau Laki-laki) adalah pantainya yang memiliki banyak gua. Onnajima (女島; Pulau Wanita) memiliki sebuah kawah serta 2 buah gua besar yang dapat diakses melalui laut.
Secara keseluruhan terdapat sekitar 90 buah pulau dan batu karang,[10][pranala nonaktif] batuan vulkanik yang terbentuk dari Zaman Cenozoikum sekitar 2 – 4,6 juta tahun yang lalu. Sebanyak 37 buah dari pulau-pulau ini merupakan daratan yang permanen.
Luas keseluruhan Kepulauan Liancourt adalah 187.450 m² (46 are) dengan puncak tertinggi 169 meter. Pulau Barat luasnya 88.640 m² dan Pulau Timur 73.300 m².[10] Pada tahun 2006, tim geologi Korea Selatan meneliti bahwa kepulauan ini terbentuk sekitar 4,5 juta tahun yang lalu dan sangat rentan terhadap erosi. Sedangkan eksplorasi geologi mineral Jepang menunjukkan bahwa Takeshima atau Liancourt mengandung sumber gas besar.
Jarak terdekat antara Kepulauan Liancourt dengan daratan Semenanjung Korea adalah 217 km dan berjarak 212 km dari daratan daerah Chugoku, di Pulau Honshu (Jepang).[11] Namun wilayah adminstrasi terdekat wilayah Korea Selatan adalah Pulau Ulleung yang berjarak sekitar 87 km. Kepulauan ini dapat dilihat dari Ulleung dalam keadaan cuaca yang cerah dan apabila kabut sedang tidak menyelimuti. Dan dapat terlihat samar-samar dari Kepulauan Oki, di Prefektur Shimane yang berjarak 157 km.[12][13] Pulau terdekat dari wilayah Jepang adalah Pulau Oki, yakni sekitar 157 km. Dari Pulau Oki, Kepulauan Liancourt tak dapat terlihat dalam kondisi cuaca yang seperti apapun.[14][15][16]
Iklim
Dikarenakan lokasinya yang cukup jauh dan ukurannya yang sangat kecil, kepulauan ini mengalami cuaca yang keras. Jika gelombang alun lebih besar dari 3 sampai 5 meter, maka pendaratan kapal tidak memungkinkan, sehingga rata-rata feri hanya dapat berlabuh sekali dalam empat puluh hari.[17] Walau begitu, cuaca rata-rata tahunannya hangat dan basah akibat pengaruh Arus Laut Jepang yang hangat. Curah hujan tahunan pun sangat tinggi, yakni 1324 mm dengan hujan salju yang jarang pada musim dingin.
Ekologi
Bebatuan umum kepulauan ini adalah formasi vulkanik yang diselimuti lapisan tanah dan lumut.[18] Tercatat sekitar 49 spesies tanaman, 107 jenis burung dan 93 jenis serangga yang ditemukan di kawasan ini. Sedangkan pada dasar laut, terdapat 160 jenis algal dan 368 jenis spesies hewan invertebrata.[19]
Walaupun air tawar segar mengalir sebanyak 1100-1200 liter per hari, mesin-mesin dan pipa desalinasi telah didatangkan untuk memproses air laut untuk konsumsi dikarenakan sumber air bersih telah tercemar oleh kontaminasi guano.[20] Sejak tahun 1970-an, beberapa spesies tanaman pohon dan bunga telah diperkenalkan.[butuh rujukan] Menurut catatan sejarah, kepulauan ini memiliki beberapa jenis pohon endemik pada masa lalu, dan sekarang telah lenyap karena penebangan besar-besaran dan kebakaran akibat latihan militer. Baru-baru ini penelitian menemukan spesies pohon merambat yang berusia 100-120 tahun.[21][22].[23][24] Keberadaan spesies ini di kepulauan ini dapat menaikkan statusnya sebagai wilayah alami di bawah undang-undang internasional.[25]
Demografi dan ekonomi
Penduduk permanen kawasan ini adalah warga negara Korea Selatan, yakni pasangan suami istri Kim Sung-do (김성도) dan Kim Shin-yeol (김신열) yang bekerja sebagai nelayan beserta 37 orang petugas penjaga pantai. Adapula 3 orang dari lembaga Kementerian Hubugan Maritim dan Perikanan, serta 3 orang lain sebagai penjaga mercusuar. Pada masa lalu umumnya para nelayan hanya tinggal untuk sementara.[26]
Selama bertahun-tahun masyarakat tidak diizinkan berwisata ke Kepulauan Liancourt karena kawasan ini merupakan cagar alam yang dilindungi. Baru pada tahun 2004, sekitar 1.597 orang wisatawan diizinkan untuk berkunjung. Sejak pertengahan bulan Maret 2005, semakin banyak wisatawan yang berkunjung, dimana maksimal hanya 70 orang yang diizinkan untuk setiap kali kunjungan. Satu kapal ferry melayani kunjungan beberapa kali setiap hari dan daftar booking selalu penuh.[27] Harga tur yang ditawarkan adalah sekitar ₩ 350.000 per orang (sekitar $ 250 semenjak tahun 2009).
Konstruksi
Di bawah pemertintahan Korea Selatan, Kepulauan Liancourt telah mengalami pembangunan yang signifikan. Kini kawasan ini telah mempunyai 1 buah mercusuar, landasan helikopter, serta lambang bendera Korea Selatan yang berukuran besar dan dapat terlihat dari atas. Kemudian adapula fasilitas kotak pos,[28] tangga dan barak polisi.[29] Pada tahun 2007, 2 buah mesin desalinasi diinstal untuk memproduksi sebanyak 28 ton air bersih per harinya.[20] Terdapat pula 2 buah menara komunikasi telepon seluler yang dibangun oleh perusahaan telekomunikasi Korea Selatan.[30]
Masalah lingkungan
Kawasan laut di sekitar kepulauan ini mengalami masalah serius akibat pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah permukiman para penjaga pantai dan penghuni mercusuar. Akibatnya air laut menjadi keruh dan beberapa vegetasi laut dan terumbu karang mati. Sejak November tahun 2004, diketahui sekitar sekitar 8 ton limbah dibuang langsung ke laut setiap harinya.[31]
Kepulauan Liancourt sampai sekarang adalah sumber sengketa antara Republik Korea dan Jepang. Menteri Luar Negeri Jepang pada tahun 2005 bersikukuh mengklaim Liancourt dengan menjadikan tanggal 22 Februari sebagai Hari Takeshima.[32][33] Pernyataan ini menimbulkan penolakan dan protes keras dari pihak Korea Selatan, sehingga hubungan Tokyo-Seoul sempat memburuk. Kedua negara mengklaim telah memiliki Kepulauan Liancourt sejak ratusan tahun yang lalu berdasarkan data-data dan dokumen sejarah masing-masing. Korea Selatan mengaku telah menguasai Liancourt sejak zaman Silla di bawah pemerintahan Raja Jijeung pada tahun 512 M [34] dan menganggap bahwa Jepang baru mengklaim kepulauan itu sejak mereka menjajah Korea pada tahun 1910.[35]
Upaya Korea Selatan untuk mempertahankan klaimnya atas Liancourt didukung oleh pihak Korea Utara.[36]
Peta
Dokdo (Usan, 于山) telah ditarik di sebelah barat Ulleung (鬱陵島). (1530, Korea)
Zoom Usando (于山島, kiri) dan Ulleungdo (鬱陵島, kanan). (1530, Korea)
Peta tertua Karang Liancourt. (1656, Jepang)
Pulau Oki(隠岐) di kanan bawah, Karang Liancourt di tengahnya, dan Ulleungdo di sebelah kiri. (1724, Jepang)
Karang Liancourt (松嶋) dan Ulleungdo (竹嶋) telah digambar di peta yang garis bujur dan garis lintangnya telah digambar. (1775, Jepang)
Itu dianggap bahwa Karang Liancourt (松シマ) milik domain Jepang. (1790, Jepang)
Peta asian.(1857, Jepang)
Karang Liancourt telah ditarik sebagai pulau terpencil selain pulau Oki. (1875, Jepang). (1875, Japan)
Korea, Jepang dan Cina.(1891, Jerman)
Dokdo (Usan) telah ditarik tepat di sebelah Ulleungdo. (1899, Korea)
^"Act 1395 amending Chapter 14-2, Ri-Administration under Ulleung County, Local Autonomy Law, Ulleung County (울릉군리의명칭과구역에관한조례 [개정 2000. 4. 7 조례 제1395호])". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-07. Diakses tanggal 2009-10-20. "Pursuant to Act 1395 amending Chapter 14-2, Ri-Administration under Ulleung County, Local Autonomy Law, Ulleung County, passed March 20, 2000, enacted April 7, 2000, the administrative designation of Dokdo addresses as 42 to 76, Dodong-ri, Ulleung-eup, Ulleung County, North Gyungsang Province, is changed to address 1 to 37, Dokdo-ri, Ulleung-eup, Ulleung County, North Gyungsang Province." "2000년 4월 7일 울릉군조례 제1395호로 독도리가 신설됨에 따라 독도의 행정구역이 종전의 경상북도 울릉군 울릉읍 도동리 산42~76번지에서 경상북도 울릉군 울릉읍 독도리 산1~37번지로 변경 됨."[1]Diarsipkan 2009-03-01 di Wayback Machine.
^BAEK In-ki, SHIM Mun-bo, Korea Maritime Institute. "A study of Distance between Ulleungdo and Dokdo and Ocean Currents (울릉도와 독도의 거리와 해류에 관한 연구) Dec 2006,". ISBN9788979983401. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-12. Diakses tanggal 2009-10-20.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) pp. 20-22: "Kawakami Kenzo presented a mathematical formula for calculating visible distance... with the highest elevation of Dokdo at 157 metres above sea level... supposing point of view at 4 metres above sea level (deck height on an common vessel being 2.5 metres and height of observer's eyes at 1.5 metres giving 4.0 metres), he obtained a visible distance of 30.305 nautical miles (56.124 km). Lee Han-key (1969), taking a more recent measurement of elevation of Dokdo ... at 174 metres above sea level, and elevation of Ulleung Is' Mt Seong'in at 985 metres above sea level, obtained a visible distance of 9.317 mil laut (17.255 km)... demonstrated that any observer, facing Dokdo from Ulleung Is at an elevation greater than 120 metres, can sight Dokdo." (가와카미 겐조(川上健三; 1966)는 시달거리(視達距離, visible distance) 공식을 제시하고... 독도... 157m로 보고 眼高를 4m(높이 2.5m의 갑판 상에서 1.5m의 사람이 선 경우)로 가정하여, 독도를 볼 수 있는 범위를 약 30.305해리 (56.124km)로 계산하였다. 이에 따라 가와카미는 울릉도와 독도는 50해리 떨어져 있으므로 울릉도에서는 독도를 볼 수 없다고 주장하였다. 이에 대해 이한기(1969)는 서도... 174m로 하고, 울릉도... 985m를 적용하여 93.17해리라는 시달거리를 계산하였다... 울릉도에서 120 m 만 올라가면 독도를 볼 수 있다는 것을 보였다.)
^ibid. pp. 43-44: "It is not any clear day that Dokdo is visible from Ulleung Is; local weather around the Dokdo area must not be foggy... The minor islets in the immediate neighborhood of Ulleung proper are visible on any day of the year provided the fog is not overly dense to be impenetrable. Dokdo, in contrast, is just so far that it is only visible on 'a clear day, and when any fog is absent near Dokdo." (오늘날 울릉도에서 독도를 볼 수 있는 날은 그냥 맑은 날이 아니라 '독도 부근에 해무가 없는 맑은 날'이다... 울릉도 주위의 섬들은 해무가 아주 짙게 낀 날을 제외하고 일년 중 대부분 볼 수 있다. 그러나 독도는 '독도 주변에 해무가 없는 맑은 날'에만 보일 만큼 떨어져 있다.)
^National Geographic Atlas of the World, 7th edition. pp. 103-104. This map of Japan and Korea shows the highest point of all islands of the Oki Archipelago on Dogo (島後) Island with peak at 608 metres above sea level.
^At 377 meters lower than Ulleung Is' highest peak, the visible distance from the highest peak of Oki's Dogo Island towards an island of height 174 metres (Lee Han-key's figure for the West Islet of Liancourt Rocks) is considerably less than 9.317 mil laut (17.255 km). The actual distance from Oki Iss to Liancourt Rocks is 85 mil laut (157 km). Kawakami's visible distance formula requires minimum elevation of observer on top of Dogo Is at 755 metres; observer must be standing at 147 metres above the highest Dogo peak to make a sighting of Liancourt Rocks.
^Joong'ang Daily. "A 1454 Dokdo Description Confirmed (옛 문헌에 나온 독도기록은 사실이었다)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-07. Diakses tanggal 2009-10-20. "Japanese [historical] records .... are devoid of any instance of sighting Dokdo (Liancourt Rocks) with the eye [from a Japanese territory]." (일본 측 문헌에는 ... 독도를 눈으로 확인했다는 기록조차 없다.)
^BAEK In-ki, SHIM Mun-bo, Korea Maritime Institute. "op. cit". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-12. Diakses tanggal 2009-10-20.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) p. 48: There are records attesting to the existence of trees [on Liancourt Rocks] in the past. (과거에는 독도에도 수목이 있었다는 기록이 있기는 하다.)
^LEE Kyu Tae, Chosun Daily (June 27, 2003). "(pseud.)The Trees of Liancourt Rocks".[pranala nonaktif permanen]독도의 나무는 본래 무쇠처럼 단단했던 것으로 알려지고 있다. 오랫동안 나무 하나 자라기 힘든 돌섬으로 알려져 있었지만 독도에도 나무가 자라고 있었던 것이다. 〈조선일보〉 이규태 씨에 따르면 남해의 거문도에는 독도에서 꺾어온 나무로 만들었다는 가지 방망이며 가지홍두깨가 있었다고 한다. 또한 배를 만들 때 이 독도에서 꺾어온 나무로 나무못을 만들어 박았다 한다. 이규태 씨는 그의 칼럼에서 다음과 같이 적고 있다.
'30여 년 전 거문도에서 80대의 노 어부 박운학 옹을 만난 적이 있는데, 그에 의하면 구한말 당시 거문도 어부들은 울릉도에 가서 아름드리 거목을 베어 배를 만들고, 또 그 재목을 뗏목으로 만들어 끌고 온다고 했다. 해변에 움막을 치고 배를 만드는데 쇠못을 구할 수가 없어 독도까지 가서 나무를 베어와 그 나무못으로 조립을 했다한다. 왜냐하면 이 바위섬에서 자란 나무는 왜소하지만 몇 백 년 몇 천 년 풍운에 시달려 목질이 쇠만큼 단단해져 있기 때문이라 했다. 독도나무를 베어오면서 물개 한 마리를 잡아와 기름을 짜고 그 기름으로 밤을 밝혔다.'
그렇다면 독도에서 이 나무가 없어진 이유는 무엇일까? 이규태 씨는 '문경새재 박달나무가 방망이 홍두깨로 다 나갔듯이 독도 나무도 나무못이나 방망이 홍두깨로 모조리 베어져 나갔을 것'이라고 추정한다. 그런데 울릉도 주민들의 생각은 조금 다르다. 그들은 독도의 나무가 없어진 주범으로 미 공군의 독도폭격을 들고 있다. '엄청난 폭탄을 퍼부었는데 독도에 풀 한포기 살아있겠어요? 폭격당시 울릉도에서도 보일 정도로 독도 쪽에서 불꽃과 연기가 피어올랐으니까요. 나무는 그 때 모조리 타버렸죠.