Jalur kereta api Padang Panjang–Bukittinggi–Payakumbuh–Limbanang adalah segmen jalur kereta api nonaktif di Sumatera Barat yang menghubungkan Stasiun Padang Panjang dengan Stasiun Payakumbuh. Jalur ini termasuk dalam Wilayah Aset Divre II Sumatera Barat. Jalur ini merupakan jalur pegunungan dengan gradien ekstrem, sehingga untuk menaklukkannya harus menggunakan jalur rel gigi. Panjangnya adalah 72 km.[1]
Sejarah
Tak seperti jalur lainnya di Sumatera Barat yang memfokuskan diri untuk pengangkutan batu bara, jalur kereta api ini hanya digunakan untuk mengangkut biji kopi dan tentara dari Benteng Fort de Kock di Kota Bukittinggi.[2][3] Jalur ini sepaket dengan pembangunan jalur Padang–Sawahlunto. Jalur menuju Fort de Kock Bukittinggi selesai pada tanggal 1 November 1891. Selanjutnya adalah Bukittinggi–Payakumbuh pada tanggal 15 September 1896.[4]
Buku Sejarah Kota Padang tidak banyak mencatat jalur ini. Dalam catatan sejarah tersebut terdapat fakta menarik bahwa dari Payakumbuh terdapat jalur lori menuju tambang emas sejauh 25 km yang saat ini sudah ditutup. Fokusnya kemudian beralih menjadi pengangkutan penumpang. Karena kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum (akibat kebijakan motorisasi pada masa Orde Baru), maka jalur relasi Bukittinggi–Payakumbuh ditutup mulai tahun 1973[1][7] dan ditutup sepenuhnya pada tahun 1986 dengan tutupnya segmen Padang Panjang–Bukittinggi akibat kebijakan rasionalisasi lokomotif diesel yang membuat lokomotif uap dirucat semua karena jalur ini sangat bergantung dengan lokomotif uap. Sebelum ditutup, jalur segmen Padang Panjang–Bukittinggi pernah dilewati Lokomotif BB204 namun tidak mampu karena prasarana yang sangat tua.
Untuk memulai reaktivasi jalur ini, Stasiun Bukittinggi dan Stasiun Payakumbuh sudah memasang papan nama dengan logo PT KAI 2011-20. Penggusuran telah dilakukan di Stasiun Bukittinggi pada akhir tahun 2017.[8] Saat ini sedang dilakukan penyusunan AMDAL untuk jalur menuju Bukittinggi[9] dan konstruksinya akan dimulai pada tahun 2019 mendatang. Diperkirakan trase untuk reaktivasi jalurnya diubah dari yang semula menghadap jalan raya menjadi membelakangi jalan raya lintas provinsi. Reaktivasi ini dilatarbelakangi oleh kemacetan jalan menuju Bukittinggi yang tidak bisa terkontrol lagi serta menjadi prioritas utama pemerintah pusat dalam reaktivasi jalur kereta api mati bersamaan dengan jalur Cianjur–Padalarang dan Cikudapateuh–Ciwidey.
^Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).Parameter |link= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa.