Iskandar Muhammad Djabir Sjah (1902—1975) adalah Sultan Ternate ke-46. Sultan sangat membenci penjajahan. Hal ini tidak lepas dari pengalaman hidupnya. Ayahnya ditangkap dan dibuang oleh Belanda. Djabir dan saudara-saudaranya juga dibawa ke Batavia dan dididik menurut cara-cara Belanda. Tetapi di sana Djabir justru makin mengenal politik dan menjadi simpatisan Jong Islamieten Bond.
Setelah Indonesia merdeka dan Sultan kembali ke Ternate, mulailah terjadi gesekan atau ketidaksesuaian dengan golongan pemuda. Para pemuda menginginkan negara berbentuk kesatuan, sedangkan Sultan teguh pada pendiriannya yaitu federal. Alasannya adalah pertimbangan kondisi alam dan geografis serta beraneka ragam kebudayaan yang ada di Indonesia. Konsep Moloku kia raha inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran dan pendapat Sultan. Walaupun begitu dalam sistem pemerintahan Sultan adalah nasional demokrat.
Sultan kemudian ditanya mau tinggal di Jakarta atau pulang ke Ternate. Sultan terpaksa memilih tinggal di Jakarta. Alasannya adalah bila kembali ke Ternate pasti timbul konflik dengan para pemuda. Yang kedua adalah untuk membersihkan nama baiknya. Di JakartaSultan bekerja di Kementerian Dalam Negeri. Sultan Iskandar Muhammad Djabir Syah wafat 4 Juli1975. Tahun 1995 kerangkanya dipulangkan ke Ternate dengan penghormatan yang besar sesuai adat kerajaan.[1]