Drs. H.Mudaffar Sjah, BcHk. (13 April 1935 – 19 Februari 2015) adalah seorang sultan dari Kesultanan Ternate. Dia adalah sultan Ternate ke-48. Selain itu dia juga merupakan anggota DPD RI asal Provinsi Maluku Utara, yang dilantik pada 30 September2014.[1]
Keluarga
Mudaffar Sjah adalah anak kedua dari pasangan Sultan Iskandar Muhammad Djabir Sjah (1929—1975), Sultan Ternate ke-47 dengan Boki Mariam, puteri Sultan Muhammad Usman dari Bacan. Mudaffar Sjah memiliki tujuh saudara seayah dan merupakan putera ketiga dari anak - anak Sultan Iskandar Muhammad Jabir Sjah.[2]
Mudaffar Sjah menikah sebanyak empat kali. Dari empat pernikahannya itu, dia dikaruniai tiga belas orang anak. Selain itu Sultan Mudaffar Sjah juga mengadopsi seorang puteri.[3]
Sebagai Sultan Ternate
Setelah Sultan Iskandar Muhammad Jabir Sjah mangkat pada 1975, dewan kesultanan Bobato 18 bersidang dan memutuskan menunjuk serta mengangkat Mudaffar Sjah sebagai Sultan Ternate ke-48.
Mudaffar pernah menolak menjadi sultan Ternate karena khawatir tak mampu mengemban tanggung jawab itu. Mulai 1950, kondisi Kesultanan Ternate relatif tak normal. Pemerintah pusat saat itu memaksa sultan pindah ke Jakarta. Kegiatan Kesultanan Ternate pun vakum. Dua kali rakyat Ternate meminta Sultan kembali, tetapi hal itu tak bisa dilakukan karena besarnya tekanan politik.[4]
Mudaffar Sjah menata kembali struktur adat Kesultanan Ternate, mengisi kekosongan jabatan, dan menjalankan sejumlah hukum adat sebagai perekat masyarakat. Maka, Kesultanan Ternate mampu menggelar Legu Gam Moloku Kie Raha atau Pesta Rakyat Maluku Utara, mulai tahun 2002 setelah sempat vakum sejak 1950. Legu gam yang berlangsung selama 17 hari merangkum ekspresi seni budaya 29 suku di Maluku Utara.[5]
Sultan Mudaffar bercita-cita menjadikan dinar dan dirham sebagai mata uang yang berlaku di Indonesia sesuai syariat Islam sebagaimana yang pernah berlaku di Nusantara pada masa lampau. Perjuangan itu dimulai Sultan pada 2013 dengan meluncurkan tabungan dirham dan dinar dengan sasaran masyarakat Ternate dan kabupaten/kota lain di Maluku Utara (Malut), sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk tujuan itu, Kesultanan Ternate melalui Percetakan Dinar Islam Dunia mencetak koin dinar dan dirham untuk digunakan rakyat Ternate dalam pembayaran zakat, maskawin dan simpanan.[6]
Dinar Kesultanan Ternate dijamin oleh World Islamic Mint. Berikutnya Dinar dan Dirham akan diberlakukan di pasar khusus Legu Gam (pesta rakyat) Kesultanan Ternate yang digelar tiap Maret / April setiap tahunnya. Sultan juga menyarankan agar Dinar dapat diamalkan dalam lingkungan pesantren. Masyarakat Ternate sendiri menerima fatwa Sultan tersebut dengan antusias.[7]
Mudaffar juga punya misi menjadikan warga yang agamais dengan memberlakukan Jumat Suci di Ternate. Semua kegiatan dihentikan, tidak ada suara dan kegiatan, kecuali hanya mendengungkan firman Allah di mana-mana. Jumat Suci ini memang relatif baru digerakan. Harapan Mudaffar, Jumat Suci ini bisa membawa kedamaian dan ketenangan warga Ternate. ‘Jumat Suci’ ini bisa disebut gerakannya yang terakhir, sebelum dirinya sakit dan akhirnya mangkat.[8]
Sultan Mudaffar di mata para tokoh, masyarakat dan orang terdekatnya dikenal sebagai pribadi yang berkharisma, humoris dan merakyat serta mudah bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status.[9]
Sultan Mudaffar dikenang sebagai sosok pengayom dan pelindung umat beragama. Hal itu terlihat ketika Ternate dilanda konflik horizontal yang bernuansa agama tahun 1999. Mudaffar melindungi kehidupan umat Nasrani di Ternate, sekalipun konflik pada akhirnya meluas dan meluluhlantahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bagi Mudaffar, adat adalah perekat masyarakat.[7]
Karier Politik
Mudaffar Sjah memiliki pengalaman panjang sebagai politikus. Dia mengawali karier politiknya di Partai Golkar dan pernah menjadi anggota DPRD Maluku tahun 1971—1977. Mudaffar Sjah juga pernah menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Maluku Utara. Setelah itu, dia terpilih menjadi Anggota MPR utusan daerah Maluku Utara 1998—2002. Pada pemilu 2004 Mudaffar Sjah terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Partai Demokrasi Kebangsaan mewakili Maluku Utara. Berikutnya pada 2009 dan 2014 Mudaffar Sjah beruntun terpilih sebagai wakil Maluku Utara sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah RI.[7]
Akhir Hayat
Pada Pemilu 2014, Sultan Mudaffar kembali terpilih sebagai Anggota DPD RI mewakili Maluku Utara periode 2014—2019 namun belum lama dilantik dia jatuh sakit. Memasuki tahun 2015, kesehatan Sultan Mudaffar memburuk dan sempat dua kali dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta hingga tanggal 19 Februari 2015 dini hari saat dia akhirnya menningal dunia. Jenazah Sultan diterbangkan ke Ternate pagi itu juga dan disambut ribuan rakyat yang berduka. Sultan Mudaffar Sjah meninggal di usia 79 tahun 10 bulan 6 hari dan dikuburkan di kompleks makam Raja - raja Ternate di belakang Mesjid Kesultanan Sigi Lamo.[10] Kepergian dia diiringi isak tangis ribuan rakyat Ternate dan Maluku Utara.[11] Sejumlah tokoh nasional pun turut menyampaikan belasungkawa mereka lewat media sosial.[12]