Irvan Rivano Muchtar (lahir 27 Agustus 1980) adalah seorang bupati di Kabupaten Cianjur pada periode 2016-2021.
Kehidupan awal
Ia lahir di Cianjur, Jawa Barat, pada 27 Agustus 1980. Ayahnya ialah Tjetjep Muchtar Soleh, bupati Cianjur dua periode berturut-turut dari 2006-2011 dan 2011-2016.[1][2]
Di masa-masa selanjutnya, ia berpolitik dan terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Cianjur, pada periode 2009-2014, lewat partai PPP.[3] Namun begitu, ia mundur pada tahun 2012. Ia pindah ke Partai Demokrat dan menjabat sebagai Wakil Bendahara V di DPD Jawa Barat.[4] Sebelum memasuki dunia politik, ia adalah Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia Kabupaten Cianjur tahun 2006.[2]
Pada tahun 2014, ia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Jawa Barat lewat Partai Demokrat,[2] dan bahkan ia memperolah suara terbanyak kedua di dapil 3 dengan total 130.224 suara, di bawah perolehan Irianto MS Syafiuddin, mantan bupati Indramayu yang memperoleh suara sebanyak 162.103 suara dari Partai Golkar, dari dapil 10.[5]
Bupati
Pada tahun 2015, ia memasuki Partai Golkar dan keluar dari Partai Demokrat.[2][6] Pada tahun yang sama, ia ikut pemilukada di Cianjur dengan calon wakil bupati Herman Suherman, dan diusung 3 partai, yakni Partai Golkar, PBB, dan Partai Kebangkitan Bangsa.[7] Ketika itu, menurut laporan harta kekayaan penyelenggara negara, ia punya kekayaan sebanyak Rp 2 miliar, saat akan maju sebagai calon bupati.[6] Hasil pemilukada menyebutkan bahwa ia memperoleh suara 464.412 atau 49,02 persen. Penetapan ini dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa pilkada yang dilayangkan pasangan calon bupati Suranto-Aldwin Rahadian, dan ia dilantik pada 18 Mei 2016.[8][9]
Setahun kepemimpinannya, ia mempunyai kebijakan soal keagamaan, juga memunculkan jargon "Cianjur Jago" berupa penggantian 3 pilar budaya menjadi 7 pilar budaya. Selain itu, dia juga memindah pusat pemerintahan ke Kelurahan Campaka. Namun begitu, dikatakan ada kritik bahwa ia juga melakukan pembiaran pelanggaran terhadap perda penataan pasar tradisional dan modern, juga menutup jalur angkot.[10] Pada tahun 2017 pulalah, daerah yang ia pimpin mengalami bencana longsor di Cianjur. Kumparan.com menulis, bahwa bencana longsor ini menimpa 5 dusun di Desa Waringinsari, Kecamatan Takokak pada Oktober 2017. 380 rumah rusak, 1300 orang harus mengungsi karena longsor.[11] Menanggapi hal ini, Irvan menyatakan bahwa warga setempat harus pindah, mengingat desa itu rawan tanah bergerak. Namun begitu, lahan relokasi menurutnya harus aman dan tak menjauhkan penduduk dari rutinitas sehari-hari.[12]
Pada tahun-tahun pemerintahannya, ia sudah beberapa kali didemo. Pertama, di setahun pemerintahannya, pada 18 Mei 2017. Masyarakat yang mendemonya menyoroti persoalan bidang kesehatan, infrastruktur, birokrasi, dan pendidikan. Selain itu dikatakan bahwa ada program yang tidak memiliki konsep, dan dinyatakan "dan masih ada program yang terindikasi korupsi di lingkungan dinas Pemkab Cianjur".[13] Di lain kesempatan, pada 27 April 2018, ia didemo lagi dari kalangan ormas dan pesantren soal pelanggaran kebijakan. Salah satunya sehubungan dengan kebijakannya tentang pemindahan pusat pemerintahan ke Kelurahan Campaka yang menurut massa, tanpa ada kajian terlebih dahulu dan tanpa mengacu peraturan yang berlaku.[14] Pada 9 Mei 2018, ia kembali didemo oleh Koalisi Ulama dan Ummat yang memintanya mundur dari jabatan bupati yang dinilai melakukan pelanggaran dan penyimpangan kekuasaan. Pada demo kali ini, berlangsung pula demo yang mendukung bupati oleh Front Sugih Mukti.[15][16]
Pada tahun 2018, iapun hengkang dari Golkar dan masuk Partai Nasdem, mengikuti jejak ayahnya, yaitu Tjetjep Muchtar Soleh yang menjabat Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Cianjur dan caleg DPR RI dari Wilayah Jabar III di Pemilu 2019.[2][6] Di dalam Nasdem, Irvan merupakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Garda Pemuda Nasdem Jawa Barat.[17]
Kasus korupsi
Terbongkarnya kasus ini di daerah yang ia pimpin terjadi pada hari Rabu, 12 Desember 2018.[18][19][20] Penyelidikan kasus ini sudah bermula sejak 30 Agustus 2018, sampai penetapan tersangka kepada 4 orang, yakni Irvan sendiri; kemudian Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Cecep Sobandi; Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Cianjur, Rosidin; dan kakak ipar Irvan, yakni Tubagus Cepy Sethiady.[20] Irvan ditangkap pada 06.30 WIB di rumah dinasnya.[19] Adapun Tubagus Cepy Sethiady, baru menyerahkan diri kepada KPK pada Kamis, 13 Desember. Ia diduga menjadi perantara transaksi korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur karena ia dianggap sebagai orang kepercayaan dari bupati.[20][21] Pada awal operasi tangkap tangan, ada 7 orang yang ditangkap dan uang sebanyak Rp 1.556.700.000 diamankan.[21] Dalam kasus ini, KPK menemukan setidaknya 14,5 % anggaran dana alokasi khusus yang semula Rp 46,8 miliar dipangkas untuk kepentingan tertentu, yang semula diperuntukkan membangun fasilitas sekolah, di sekitar 140 SMP. Menurut Basaria Panjaitan, Wakil Ketua KPK, dari 200 SMP yang mengajukan DAK, yang disetujui adalah 140 SMP.[20]
Sebagai kesudahan daripada kasus ini, Irvan disangkakan Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP,[17][21] dan iapun mundur dari Garda Pemuda Nasdem Jawa Barat.[17][20]
Selain itu pula, masyarakat Cianjur juga mengadakan syukuran terhadap OTT KPK tersebut. Pada Jumat 14 Desember, setelah Shalat Jumat, ribuan warga memadati alun-alun Cianjur untuk meluapkan kegembiraan setelah Bupati Cianjur terjaring OTT KPK.[22] Pasca OTT, Wakil Bupati Cianjur Herman Suherman, diangkat menjadi Plt. Bupati Cianjur menggantikan Irvan.[23]
Referensi
^ ab"Profil Bupati". cianjurkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-09. Diakses tanggal 8 Januari 2019.
^Maharani, Esthi; Iman, Riga Nurul (28 April 2018). "Seribuan Massa Demo Bupati Cianjur". Republika. Diakses tanggal 9 Januari 2019.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)