Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari 2008 invasion of Anjouan di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Invasi Anjouan 2008 (disebut Operasi Demokrasi di Komoro[6][7]) dimulai pada tanggal 25 Maret2008 dengan dilancarkannya serangan terhadap pulau Anjouan, salah satu pulau di Komoro, yang dipimpin oleh Komoro dan dibantu oleh tentara Uni Afrika, termasuk tentara dari Sudan, Tanzania, Senegal dan bantuan logistik dari Libya. Tujuan serangan ini adalah untuk menggulingkan Kolonel Mohamed Bacar yang menolak untuk meletakan jabatannya setelah pemilihan umum tahun 2007 yang kontroversial.[8]
Invasi ini terjadi pada pagi tanggal 25 Maret2008. Kota utama Anjouan dengan cepat diduduki dan pulau Anjouan dinyatakan dikuasai oleh tentara penyerang pada hari itu. Mohamed Bacar berhasil melarikan diri ke Mayotte pada 26 Maret untuk mendapatkan perlindungan politik. Kemudian ia ditahan oleh pemerintah Prancis dan dibawa ke pulau Réunion. Pada tanggal 15 Mei, Prancis menolak permintaan perlindungan politik Bacar tetapi kantor urusan pengungsian Prancis menyatakan bahwa pemimpin yang dikucilkan tidak bisa dikirim kembali ke Komoro dengan alasan risiko persekusi.[9] Beberapa analis menyatakan bahwa Uni Afrika berharap menang dengan mudah terhadap Anjouan untuk memperoleh reputasi internasional untuk menggantikan kegagalan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di Sudan dan Somalia.[10]
Latar belakang
Meningkatnya ketegangan
Pada tahun 1997, pulau Anjouan dan Mohéli mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Komoro.[11] Namun, kedua pulau ini disatukan kembali oleh Komoro tahun 2002 dan konstitusi baru menuntut pemilihan Presiden Anjouan bersama presiden pulau lainnya dan seorang presiden federal. Mohamed Bacar, yang memimpin pemerintah separatis sejak tahun 2001, terpilih sebagai Presiden Anjouan selama lima tahun. Masa jabatannya habis pada tanggal 14 April 2007 dan Houmadi Caambi menjadi presiden "acting" sejak 15 April sampai 10 Mei 2007.
Tentara federal Komoro mencoba mengambil alih Anjouan dan mengganti presiden seperti yang diamanatkan oleh pengadilan pada Mei 2007, tetapi tidak berhasil. Beberapa tentara tewas dalam pertempuran tersebut.[12] Pemerintah federal Komoro menunda diadakannya pemilihan umum Anjouan karena intimidasi dan ketidakberesan, tetapi Bacar mencetak surat suara dan mengadakan pemilihan umum pada bulan Juni, menyatakan Bacar memenangkan pemilihan tersebut dengan suara sebesar 90 persen.[13]
Pada Oktober 2007, Uni Afrika memberlakukan sanksi perjalanan terhadap Presiden Anjouan Mohamed Bacar dan beberapa pejabat pemerintahan lainnya serta membekukan aset asing mereka sementara meminta pemilihan umum yang bersih. Blokade laut terhadap Anjouan juga diberlakukan.[14] Pada Februari 2008, Komoro menolak perpanjangan sanksi Uni Afrika terhadap Anjouan dan lebih memilih solusi militer. Pemerintah Komoro menyatakan bahwa sanksi Uni Afrika yang bertujuan memaksa Bacar turun dari kekuasaan gagal untuk mencapai tujuannya.[15]
Pembangunan militer
Pada Maret 2008, ratusan tentara pemerintah Komoro mulai berkumpul di pulau Mohéli yang terletak lebih dekat terhadap Anjouan daripada pulau utama Komoro, Grande Comore. Sudan dan Senegal menyediakan 750 tentara, sementara Libya menawarkan bantuan logistik untuk operasi ini. Sebagai tambahan, 500 tentara Tanzania juga tiba di Komoro.[16][17] Prancis, bekas penjajah Komoro, juga membantu operasi ini dengan mengangkut tentara Uni Afrika ke Anjouan melalui udara.[1]
Anjouan berjanji mengadakan pemilihan umum pada Mei 2008, yang didukung oleh Presiden Afrika SelatanThabo Mbeki sebagai solusi penyelesaian krisis ini. Mbeki sekali lagi mencoba menghentikan invasi pada 14 Maret, tetapi Uni Afrika mengacuhkan proposalnya dan invasi tetap berlangsung.[18]
Insiden pra-invasi
Pada tanggal 3 Maret2008, kapal pengisi bahan bakar yang mensuplai tentara Komoro terbakar di ibu kota Komoro, Moroni. Penyebab kebakaran ini tidak diketahui.[19] Pada tanggal 11 Maret, serangan bersenjata terjadi dan tiga anggota milisi Anjouan yang setia pada Presiden Bacar ditangkap dan dibawa ke Mohéli untuk diintrogasi.[17] Diplomasi berlanjut dengan intervensi presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki yang berupaya menunda invasi Uni Afrika.[20]
Mbeki berbicara kepada ketua Uni Afrika, Presiden Tanzania Jakaya Kikwete, melalui telepon pada tanggal 14 Maret untuk menghentikan serangan yang bertujuan untuk menggulingkan Mohamed Bacar tersebut.[21]
Meskipun terjadi intervensi, kapan nelayan berisi tentara meninggalkan Moheli menuju Anjouan pada 14 Maret. Sumber Komoro dan militer Uni Afrika melaporkan bahwa kapal nelayan yang membawa sekitar lima puluh tentara dari Komoro mendarat di Anjouan selatan dan berupaya merebut stasiun polisi. Kepala Staf Salim Mohamed merevisi informasi tersebut dan menyatakan tim peninjau sekitar 10 tentara mendarat pada tanggal 14 Maret di pulau Anjouan selatan dan mencapai kota Domoni. Dua tentara terluka menurut sumber federal. Tujuan operasi ini adalah stasiun polisi Domoni di Anjouan untuk membebaskan tahanan politik.[18][22]
Tentara itu lalu mundur ke Mohéli dan kembali ke Anjouan pada hari Minggu, 16 Maret untuk menyelamatkan dua tentara yang terluka. Menurut sumber militer satu tentara federal mengalami luka pada lengan dan satu tentara lainnya mengalami luka kecil pada kaki.[23] Sumber yang sama melaporkan bahwa selama operasi sekitar dua puluh orang di Domoni tewas sebagai akibat pengeboman Komoro dan Uni Afrika di Anjouan. Fakta ini diperdebatkan oleh pemerintahan Anjouan yang menyatakan bahwa satu dari dua tentara Komoro yang menyerang Domoni pada 15 Maret telah tewas dan stasiun polisi tidak direbut. Mereka menyatakan bahwa tentara Komoro dan Uni Afrika diserang oleh tentara Anjouan selama tahap awal serangan di Domoni dan terpaksa mundur.[24]
Peran Prancis dalam krisis ini dipertanyakan ketika pada tanggal 19 Marethelikopterpolisi Prancis dari Mayotte yang berada dibawah kekuasaan Prancis jatuh di laut yang dekat dengan kota Sima, Anjouan. Laporan dari pejabat di Komoro menyatakan bahwa tidak ada yang terluka dalan kecelakaan tersebut. Helikopter tersebut merupakan milik polisi perbatasan dan udara di Mayotte.[25] Kritik menuduh bahwa helikopter tersebut terlibat dalam usaha membawa Bacar ke pengasingan di Prancis, dan menuduh bahwa Bacar bertahan sangat lama karena ia dilindungi oleh Prancis.[26][27]
Militer Prancis mengangkut sekitar 300 tentara Tanzania dan 30 ton muatan ke Grand Comore antara 14 Maret hingga 16 Maret. Menurut laporan, diplomat Prancis menyatakan bahwa Prancis siap mengangkut tentara Senegal juga, tetapi tidak melakukannya. Sumber diplomatik menyatakan Prancis "mendukung" usaha dialog tetapi dengan syarat Bacar menerima kehadiran tentara Afrika di pelabuhan dan bandar udara di Anjouan.[28]
Invasi
Pada pagi tanggal 24 Maret 2008, lima kapal yang mengangkut 1.500 tentara Uni Afrika meninggalkan pelabuhan Fomboni, ibu kota pulau Mohéli.[7] Bacar dan tentaranya berusaha bertahan hingga titik darah penghabisan.[29] Helikopter Komoro menyebarkan leafletMutsamudu dan di seluruh Anjouan, menyatakan bahwa serangan militer akan dilakukan dan meminta rakyat tetap tinggal di rumah.[10]
Sekitar 450 tentara mendarat di bagian utara Teluk Anjouan pada 25 Maret. Tembakan pertama terdengar pada pukul 5 pagi (GMT+3) di kota Ouani, dekat bandara dan kediaman presiden.[30] Tentara gabungan dengan cepat bergerak ke kota Ouani dan mengamankan lapangan udara. BBC melaporkan bahwa ibu kota, bandara, pelabuhan dan kota kedua telah diduduki.[31] Pada pertengahan hari, istana presiden telah ditinggalkan.[30] Namun, jurnalis lain melaporkan bahwa penyerang telah "berjuang untuk bergerak lebih jauh melawan tembakan otomatis tentara Anjouan" dan di siang hari "bertempur dengan artileri berat dan terus mengguncang kota Ouani."[29]
Setelah bandara direbut, tentara penyerang berpencar ke barat daya untuk menyerang kaum loyalis Anjouan di Mutsumundu, dan sisanya menuju ke tenggara untuk merebut pelabuhan Bambao M'Sanga dan kota Domoni tanpa perlawanan.[31]
Laporan awal menyatakan bahwa pemerintahan Bacar telah melarikan diri ke pedalaman. Namun, laporan lain dari pemerintah Komoro pada 25 Maret menyatakan bahwa Mohamed Bacar telah melarikan diri ke Mayotte.[32] Tidak ada tanggapan dari pemerintah Bacar, tetapi juru bicara Komoro menyatakan bahwa tentara invasi telah diberi tahu untuk mencarinya dan melakukan pencarian di rumah-rumah.[33]
Tentara invasi terus bertempur melawan kantung-kantung perlawanan di seluruh pulau pada 26 Maret. Ambulans datang untuk membawa pemberontak yang terluka dan suara senapan sporadis terdengar. Pejabat menyatakan tiga pemberontak tewas dan 10 terluka. Selain itu, 100 orang, anggota polisi Anjouan dan penduduk yang dekat dengan Bacar dan anggota komite politik-militer pemerintahan telah ditangkap.[4]
Akibat
Mohamed Bacar melarikan diri ke Mayotte dengan mengendarai perahu motor. Laporan pada 26 Maret memastikan keberadaannya di pulau tersebut dan dinyatakan ia telah meminta suaka politik kepada Prancis.[34]Associated Press melaporkan dari Paris bahwa Prancis sedang mempertimbangkan permintaan suaka politik.[35] tetapi para pemimpin Komoro meminta Prancis untuk mengembalikan Bacar kepada Komoro,[36] dan terjadi demonstrasi anti-Prancis yang menyerukan hal serupa.[37] Prancis menyatakan bahwa Prancis akan memproses suaka politik secepatnya,[38] tetapi pada 27 Maret, Bacar dipindahkan ke pulau Réunion, dimana ia dituntut dan diselidiki karena secara ilegal memasuki wilayah Prancis ketika membawa senjata, bersama dengan 23 orang pengikutnya.[39] Kasus ditolak untuk alasan prosedur, tetapi Bacar dan 23 orang lainnya tetap berada dalam tahanan.[40]
Pada akhir Maret, beberapa pendukung dari Bacar telah ditangkap, termasuk Caabi El-Yachroutu, seorang mantan wakil presiden, Perdana Menteri dan Presiden Interim dari Komoro. Tiga lainnya ditemukan bersembunyi di Domoni pada 29 Maret, termasuk Mohamed Abdou Mmadi (mantan Menteri Transportasi dan juru bicara Bacar), Ibrahim Halidi (mantan Perdana Menteri dan penasihat Bacar), dan Ahmed Abdallah Sourette (mantan Kepala Pengadilan Konstitusional).[41]
Pada 5 April 2008, Bacar ditahan.[42] Presiden Komoro Sambi mengunjungi Anjouan pada awal April, menandai kunjungan pertamanya sejak Mei 2007. Dia menyatakan bahwa ia berharap agar gerakan separatis di Anjouan akan berhenti dengan penghapusan kekuatan Bacar, dan ia memuji para pemimpin Afrika yang telah memberikan bantuan untuk invasi.[43]
Bertentangan dengan laporan sebelumnya bahwa Prancis tidak mendukung invasi tersebut, Prancis menyetujuinya dan membantu mengangkut tentara Uni Afrika ke Anjouan melalui udara.[1] Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Kouchner menekankan pada 8 April bahwa Prancis tidak mendukung Bacar atau menyediakan perlindungan apapun padanya, dan memberikan dukungan penuh pada Uni Afrika.[44]
Pada 18 April, Bacar, dengan 21 pengawal terdekatnya, dilepaskan dari penjara dan dikembalikan ke tahanan rumah di pangkalan udara Réunion.[45] Pada 23 April, diumumkan bahwa Kantor Perlindungan Pengungsi dan Orang Tak Berkewarganegaraan Prancis (Office français de protection des réfugiés et apatrides; OFPRA) menerima permintaan suaka dari dua bawahan Bacar dan menolak enam dari mereka; mereka yang suaka politiknya ditolak dikirim ke negara pihak ketiga dan tidak dikembalikan ke Komoro karena kekhawatiran akan terjadinya persekusi. OFPRA masih perlu menangani kasus Bacar dan bawahannya.[46]
Permintaan suaka Bacar di tolak pada 15 Mei 2008. Akan tetapi, kantor pengungsi Prancis memutuskan bahwa pemimpin terusir tidak dapat diekstradisi ke Komoro karena bahaya persekusi. Ministre de l’Outre-Mer Prancis Yves Jégo menyatakan bahwa Prancis akan mendukung usaha pemerintah Komoro. "Kami akan meneruskan konsultasi dengan Komoro sehingga hukum dapat diterapkan."[47]Pemilihan Presiden di Anjouan diadakan pada 15 Juni dan 29 Juni2008. Pemilu ini dimenangkan oleh Moussa Toybou.
^Fabricius, Peter (2008-03-16). "Mbeki intervenes to halt AU invasion". Independent Online. Independent News & Media. Diakses tanggal 2008-03-25.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)