Insiden penyanderaan di Nduga 2023
Insiden penyanderaan di Nduga bermula terjadi pada tanggal 7 Februari 2023 usai kelompok bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dipimpin oleh Egianus Kogoya membakar pesawat Susi Air dan kemudian menahan lima penumpang dan awak pilot di Bandara Paro, serta lima belas pekerja sipil lainnya di Kabupaten Nduga di Papua Pegunungan.[1][2] Pilot yang disandera tersebut merupakan warga Selandia Baru, Philip Mark Mehrtens.[3] Latar belakangBeberapa hari sebelum insiden, pada tanggal 4 Februari 2023, lima belas pekerja sipil yang sedang membangun Puskesmas di kabupaten tersebut menerima ancaman oleh OPM. Mereka menuduh beberapa pekerja sipil merupakan agen intelijen dari pemerintah Indonesia, oleh sebab beberapa dari mereka tidak membawa KTP.[4] Rangkaian peristiwaPada tanggal 7 Februari 2023, pesawat Pilatus PC-6 Porter dengan nomor registrasi PK-BVY[5] dari maskapai Susi Air (SI 9368) rute Timika ke Bandara Paro, hilang kontak setelah mendarat di Bandara Paro. Pesawat telah mendarat pada pukul 06.17 WIT di Paro, dimana pesawat dijadwalkan terbang kembali ke bandara Moses Kilangin dan diperkirakan mendarat di Timika pada pukul 07.40 WIT. Otoritas terkait menyatakan kehilangan kontak dengan pesawat pada pukul 09.15 WIT.[6] Beberapa jam kemudian, sebuah pengintaian udara menunjukkan bahwa pesawat terbakar di tepi bandara Paro. Nasib penumpang dan pilot belum diketahui hingga saat ini. Pesawat tengah membawa lima penumpang, empat orang dewasa dan satu balita.[7] Setelah melihat pesawat yang terbakar, TNI menyatakan bahwa kemungkinan besar para penumpang dan pilot tengah disandera usai pembakaran pesawat yang juga dilakukan oleh OPM.[8] Di hari yang sama, juru bicara OPM Sebby Sambom, membenarkan bahwa penyanderaan dan pembakaran pesawat merupakan aksi mereka. Sambom mengklaim aksi tersebut dilakukan oleh Egianus Kogoya, komandan OPM setempat.[9] Mereka menuntut pemerintah Indonesia untuk menghentikan akses ke Nduga, dan menyatakan bahwa pilot hanya akan dibebaskan jika Indonesia mengakui secara resmi kemerdekaan Papua Barat.[9][10] Selain itu juga, para sandera telah dibawa pergi dari daerah tersebut.[11] OPM mengancam akan membunuh sang pilot jika tuntutan mereka tidak dipenuhii. Dalam pernyataan mereka juga disebutkan bahwa Selandia Baru, Indonesia, Australia, Eropa dan Amerika Serikat bertanggung jawab atas pemicu dari aksi mereka ini.[12] Tidak berhenti di situ saja, OPM juga menyandera para pekerja sipil yang tengah membangun Puskemas di daerah tersebut.[13][14] Pada tanggal 8 Februari 2023, para pekerja sipil tersebut telah berhasil dievakuasi dari daerah tersebut melalui operasi gabungan Polri dan TNI.[15] Satuan dari Polri dan TNI telah mengerahkan beberapa satuannya ke daerah itu dalam melakukan evakuasi kelima belas pekerja sipil. Dua unit helikopter Eurocopter EC725 Caracal dari TNI-AD dan satu unit helikopter Bell 412 dari Polairud dikerahkan ke lokasi untuk melaksanakan evakuasi para pekerja sipil, sementara satu unit helikopter Bell-412 lainnya dari TNI-AD melakukan pengawalan pada operasi tersebut.[16] Proses evakuasi tersebut mengalami hambatan oleh akibat cuaca buruk sehingga terpaksa ditunda untuk sementara waktu sebelum akhirnya proses evakuasi tersebut dilanjutkan.[17] Pada malam 8 Februari, kepolisian menyatakan bahwa semua penumpang pesawat telah berhasil dievakuasi.[18] TanggapanPada tanggal 8 Februari, Kementerian Perhubungan menutup Bandara Paro akibat landasan yang tidak dapat digunakan. Sisa-sisa pesawat yang terbakar tidak dapat dipindahkan dan menghalangi landasan.[19] Di hari yang sama, Panglima TNI Yudo Margono menyatakan bahwa sebelumnya pihaknya telah memperingatkan kepada pihak Susi Air untuk tidak melakukan penerbangan ke Nduga. Dalam keterangannya, kawasan itu berbahaya karena minimnya aparat keamanan. Dia mengaku tidak mengetahui Susi Air melakukan rute penerbangan reguler ke daerah itu.[20] Referensi
|