Indo Tambangraya Megah (atau ITM) adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia yang bergerak dalam bidang investasi, terutama di sejumlah anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, perdagangan batu bara ditambah sektor lainnya seperti pembangkit listrik. Berkantor pusat di Pondok Indah Office Tower III, Jl. Sultan Iskandar Muda, Pondok Indah Jakarta,[1] perusahaan ini merupakan anak usaha dari Banpu Pcl, Thailand.
Perusahaan juga memperluas energi terbarukan dengan mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya hibrida[2]
Sejarah
PT Indo Tambangraya Megah didirikan pada 2 September 1987.[1] Bisnis dan anak perusahaan dari ITM dalam sejarahnya terikat dengan Grup Salim yang merupakan perintis dari bisnis batu baranya. Salim Grup memulai bisnis pertambangannya dengan PT Kitadin yang memiliki konsesi tambang batu bara seluas 930 ha di Kalimantan Timur pada 1986.[3] Tidak lama kemudian, muncul PT Indominco Mandiri (sejak 1997),[4] PT Trubaindo Coal Mining (patungan Truba Grup dan Salim Grup), PT Barasentosa Lestari, dan beberapa perusahaan lainnya yang juga terjun ke bisnis batubara.[5][6] Kelompok bisnis ini kemudian dikenal dengan nama Indocoal.[7]
Sebagai bagian dari pembayaran BLBI ke bank milik Salim, Bank Central Asia (BCA), Salim Grup terpaksa menyerahkan seluruh bisnis batubaranya ke BPPN, termasuk perusahaan-perusahaan diatas dan tentu saja PT Indo Tambangraya Megah.[8] BPPN lalu mengadakan tender untuk mencari siapa pembeli bisnis batu bara Indocoal yang memiliki kapasitas produksi 5 metrik ton/tahun. Dari beberapa pesaing seperti PT Timah, PT Bukit Asam, dan PT Bhakti Investama Tbk, Banpu lewat PT Centralink Wisesa International akhirnya bisa meminang aset Indocoal seharga US$ 45,5 miliar pada Maret 2001.[9][10][11] Setelah penjualan itu, Banpu kemudian juga mengakuisisi sebagian saham anak-anak usaha Indocoal yang sebagian sahamnya masih dimiliki oleh perusahaan Grup Salim lain, seperti 35% saham Indocement di PT Indominco Mandiri.[12] Dalam beberapa tahun kemudian, seluruh perusahaan eks-Indocoal dikonsolidasikan sebagai anak usaha PT Indo Tambangraya Megah oleh Banpu,[13] ditambah akuisisi pada beberapa perusahaan lainnya. Maka, dari sebelumnya secara langsung memiliki Indominco (sejak 11 November 1988), ITM pada pertengahan 2000-an sudah memiliki sejumlah anak usaha seperti PT Bharindo Ekatama dan PT Jorong Barutama Greston.[14]
Sejak 18 Desember 2007, ITM telah menjadi perusahaan publik dengan melepas 20% sahamnya di Bursa Efek Jakarta (kini Bursa Efek Indonesia) dengan harga penawaran umum perdana Rp 14.000/lembar. Dana yang diperoleh aksi IPO ini mencapai Rp 3,16 triliun.[14] Kemudian, pada 2008, saham PT Centralink dialihkan kepada anak usaha Banpu lainnya, yaitu Banpu Minerals (Singapore) Pte. Ltd. dan persentase sahamnya dilepas beberapa persen ke publik, menyebabkan sahamnya tersisa 65% dan sisanya publik. Di tahun 2010, ITM tercatat sebagai eksportir batu bara terbesar keempat di Indonesia.[3] Pada tahun 2014-2016, ITM juga mendirikan sejumlah anak usaha seperti PT ITM Energi Utama, PT ITM Indonesia dan PT Tambang Raya Usaha Tama, dan pada 2017-2020 telah mengakuisisi PT Sentral Mutiara Energy, PT Nusa Persada Resources, PT Tepian Indah Sukses dan beberapa perusahaan lainnya untuk memperluas usahanya.[13] Meskipun kebanyakan dari perusahaan-perusahaan itu adalah perusahaan yang berkaitan dengan batu bara, namun ada juga yang terjun di usaha pembangkit listrik tenaga surya.[1]
Kini, ITM memiliki enam tambang, lima pelabuhan, dan dua titik pemuatan batu bara. Enam tambang yang dimiliki ITMG berada di bawah perusahaan masing-masing, seperti PT Jorong Barutama Greston (Kalimantan Selatan), PT Bharinto Ekatama (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur), PT Trubaindo Coal Mining (Kalimantan Timur), PT Kitadin (Kalimantan Timur), dan PT Indominco Mandiri (Kalimantan Timur). Tiga pelabuhan ITM meliputi Balikpapan Coal Terminal dan Pelabuhan Bontang di Kalimantan Timur, serta Pelabuhan Jorong di Kalimantan Selatan dan titik pemuatan batu bara terletak di Muara Berau dan Muara Jawa di Kalimantan Timur. Sepanjang sembilan bulan pertama di 2021, ITMG berhasil menjual 14,8 juta ton batu bara secara ekspor. Pendapatannya pada 2021 mencapai US$ 1,3 miliar dengan keuntungan US$ 271 juta, yang terutama didapat dari hasil perdagangan batu bara baik untuk ekspor dan dalam negeri.[14]
Manajemen
- Komisaris Utama: Djisman Simandjuntak
- Komisaris Independen: Mahyudin Lubis
- Komisaris Independen: Djoko Wintoro
- Komisaris: Somruedee Chaimongkol
- Komisaris: Somsak Sithinamsuwan
- Komisaris: Fredi Chandra
- Komisaris: Kirana Limpaphayom
- Komisaris: Maneewan Vachiruckul
- Direktur Utama: Mulianto
- Direktur: Chum Ramsiri
- Direktur: Parameth Prasan
- Direktur: Isara Pootrakul
- Direktur: Ignatius Wurwanto
- Direktur: Jusnan Ruslan
- Direktur: Yulius Kurniawan Gozali
- Direktur: Stephanus Demo Wawin
- Direktur: Junius Prakarsa Darmawan[15]
Kepemilikan
- Banpu Minerals (Singapore) Pte. Ltd.: 65,14%
- Treasury stocks: 2,953%
- Publik: 31,9%[16]
Anak usaha
- PT Indominco Mandiri
- PT Trubaindo Coal Mining
- PT Jorong Barutama Greston
- PT Kitadin
- PT Bharindo Ekatama
- PT ITM Indonesia
- PT Tambang Raya Usaha Tama
- PT ITM Batubara Utama
- PT ITM Bhinneka Power
- PT ITM Energi Utama
- PT Gasemas
- PT Tepian Indah Sukses
- PT Nusa Persada Resources
- PT Energi Batubara Perkasa
- PT Sentral Mutiara Energy
- PT Graha Panca Karsa (tidak langsung)
- PT Cahaya Power Indonesia (tidak langsung)
- PT Nusantara Timur Unggul (pengendalian bersama)[15]
Rujukan
Pranala luar