Hou Tu (Hanzi=后土; lit. "Penguasa Bumi" atau "Dewi Bumi") adalah dewa alam yang dipuja secara resmi hingga akhir masa kekaisaran Tiongkok. Ia juga disebut Dizhi (地祗) dan merupakan persamaan dari Taiyi (Hanzi=太一; lit. "Persatuan Agung"), mewakili Surga. Pemujaan untuknya dilakukan di musim panas. Pada masa Dinasti Han (前漢) (206 SM - 8 M), altar untuknya didirikan di dalam lingkungan ibu kota, terutama di sebelah selatan.[1] Gendernya Hou Tu tidak tetap, sering kali dianggap sebagai dewa dan terkadang sebagai dewi. Sebagai dewi, ia juga disebut Hou Tu Niang Niang (厚土娘娘).[2] Ia disembah Kaisar Wu dari Han sekitar tahun 113 SM.[3]
Legenda
Putra Gong Gong
Naskah Lǐjì (禮記), Bab Jifa (祭法), menyebutkan Hou Tu sebagai putra dari Gong Gong (共工) yang menguasai sembilan provinsi. Ia bertugas menyamaratakan (ping 平) semua wilayah di dalam kerajaan, itulah sebabnya ia dipuja sebagai dewa tanah.[1]
Peta Sungai Kuning
Houtu muncul dalam beberapa legenda mengenai banjir Sungai Kuning. Yu Agung awalnya tidak berhasil membuat terusan yang menghubungkan Sungai Kuning ke laut karena ia menggali ke arah yang salah. Ibu Suci Houtu kemudian membuat peta Peta Sungai Kuning dan menyuruh burung utusannya untuk menyampaikan kepada Yu. Ia harus menggali ke timur sehingga diperoleh terusan yang benar.[4]
Zhang Ming De
Pada masa Dinasti Zhou, Zhang Ming De merupakan seorang pelayan sederhana pada sebuah rumah tangga pemilik tanah yang kaya-raya. Tuan Shang bermaksud menikahkan putri bungsunya dengan kerabat yang jauh, ia memerintah Zhang Ming De untuk mengawalnya selama perjalanan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba turun badai salju dan gadis tersebut hampir meninggal karena kedinginan. Zhang Ming De bergegas melepas seluruh pakaiannya untuk ia tutupkan pada putri tuannya. Meskipun si gadis selamat, Zhang Ming De sendiri meninggal. Tak lama setelah kematian Zhang, di langit muncul enam huruf 南天門大仙福德神 (Pintu Langit Selatan Dewa Fu De). Tuan Shang merasa sangat bersyukur kepada Zhang Ming De karena telah menyelamatkan hidup putrinya kemudian membangun sebuah kuil untuk menghormatinya. Sebelum akhir masa Dinasti Zhou, ia dikenal sebagai Hou Tu, tetapi kini lebih dikenal sebagai Fu De Zheng Shen.[5]
Legenda Tembok Raksasa China
Pada masa Dinasti Qin, banyak masyarakat awam yang ditangkap untuk bekerja paksa dalam proyek pembangunan Tembok Panjang Tiongkok. Banyak pria-pria dewasa dari Mengjiang yang akhirnya tewas dalam proyek ini. Para wanita dari Mengjiang berdukacita sehingga mereka menangis sepanjang perjalanan mereka menuju lokasi pembangunan. Setelah melalui perjalan panjang yang sukar, mereka berhasil mencapai Tembok Besar dan melihat tulang-belulang putih berserakan, tidak dapat teridentifikasi lagi. Seorang pria tua berambut serta berjanggut kelabu tiba-tiba muncul dan berkata, "Teteskan darahmu pada tulang. Jika tulang itu berubah warna, tulang itu adalah tulang kerabatmu." Banyak yang mengikuti petunjuk itu sehingga mereka berhasil menemukan tulang-belulang keluarga mereka. Kisah tersebut melahirkan legenda mengenai Hou Tu.[5]
Kultus
Houtu mulai dipuja semenjak pemerintahan Kaisar Wu dari Han pada tahun 113 SM.[3][6] Awalnya ia dipuja sebagai satu sosok dewa bumi.[7]
Ia merupakan dewa bumi dan panen, disamping merupakan bagian dari kosmologi Tionghoa mengenai langit dan bumi. Persembahan untuknya biasanya dipendam dalam tanah. Selain dipuja pada altar kekaisaran di ibu kota, ia juga dipuja pada lokasi berupa gundukan tanah pada setiap desa dan kota. Ia terkadang dianggap sebagai pemelihara dinasti kekaisaran atau roh anggota keluarga kaisar yang telah meninggal.[7]
Kultus Hou Tu berubah menjadi dewi Houtu Nainai pada abad ke-14 tanpa diketahui penyebabnya. Pada dinasti-dinasti selanjutnya, dalam ritual untuk Houtu Nainai, kaisar secara simbolis mencangkul tanah yang paling pertama pada permulaan tahun, di depan Altar Pertanian di Beijing, supaya kesuburan pertanian sepanjang tahun menjadi terjamin.[7]
Taoisme
Dalam Taoisme, Hou Tu dianggap sebagai asisten Huangdi (黃帝, Kaisar Kuning) dan merupakan salah satu dari Empat Pemandu (四御). Sebagai asisten, ia membawa tali yang ia gunakan untuk mensurvei tanah.[1]
Konfusianisme
Berdasarkan Naskah Lǐjì (禮記), Bab Yueling (月令), pusat dunia diperintah oleh Huangdi sebagai sang "kaisar" atau "penguasa" (di 帝), dan Hou Tu merupakan spiritnya (shen 神).[1]
Pada teks Xiaojing wei (孝經緯), dijelaskan bahwa dunia terlalu luas jika hanya memuja satu dewa saja, sehingga kuil-kuil lokal (she 社) didirikan. Persembahan diberikan kepada setiap dewa lokal (sheshen 社神) masyakarat tersebut.[1]
Kumpulan naskah Chuci (楚辭, lit. Puisi dari Selatan) menjelaskan bahwa Hou Tu memerintah wilayah gelap (youdu 幽都) di bawah permukaan bumi.[1]
Dalam kultur lain
Secara lebih luas, Hou Tu terkadang digunakan sebagai gelar pejabat lokal yang mengatur tanah dan bangunan (tu zheng 土正 atau "orang yang meralat tanah").[1]