Hipertensi intrakranial idiopatik (HII), adalah kondisi yang ditandai dengan peningkatan tekanan intrakranial tanpa adanya penyebab pasti yang bisa diketahui secara pasti. Dikenal juga dengan nama pseudomotor serebri atau hipertensi intrakranial benigna.[1][2][3] Kondisi ini pertama kali digambarkan oleh Quicke pada tahun 1897.[1][4] HII ini memberikan gejala yang menyerupai gejala tumor otak walaupun dengan pencitraan kepala, tumornya tidak akan ditemukan. Karena itu disebut sebagai pseudotumor serebri atau "tumor otak palsu".[3][5][6][7][8]
Gejala HII yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala dan berkurangnya fungsi penglihatan. Fungsi penglihatan yang terganggu bisa berupa timbulnya bintik buta, penglihatan ganda, penglihatan kabur dan beberapa kali episode kebutaan yang biasanya berlangsung singkat. Beberapa pasien berakhir dengan kebutaan yang permanen. Keluhan yang lain adalah timbulnya suara di dalam kepala yang seirama dengan denyut jantung, mual dan muntah, dan nyeri bahu.[6][9][10][11]
Penyebab pasti serta patofisiologi penyakit ini sampai sekarang belum jelas. Itu juga yang mendasari penggunaan istilah idiopatik yang berasal dari bahasa latin idios (sendiri) dan phateia (kesakitan) yang didefinisikan sebagai penyakit yang terjadi spontan (dengan sendirinya) tanpa ada penyebab yang jelas/pasti.[12] Diduga penyebab kondisi ini adalah gangguan dinamika cairan serebrospinal, gangguan metabolik dan genetik. Beberapa jenis obat dan penyakit lain juga dihubungkan dengan penyakit ini. Penegakan diagnosis penyakit ini menggunakan kriteria Dandy.[13]
Secara umum, penatalaksanaan kondisi ini adalah pengobatan nonbedah berupa medikamentosa, diet rendah garam, penurunan dan pengendalian berat badan dan perubahan gaya hidup. Namun bila tidak mampu dikontrol dengan pemberian obat, dapat dilakukan tindakan pembedahan.[2][5][8]
Faktor risiko terjadinya penyakit ini adalah obesitas, dan lebih banyak menyerang wanita usia produktif antara 20-50 tahun, dibandingkan kelompok prapubertas dan pria.[2][5][6]
Sejarah
Pada tahun 1897, seorang dokter berkebangsaan Jerman, Heinrich Quincke menciptakan istilah "pseudotumor serebri" untuk menggambarkan kelainan neurologis yang diyakininya memiliki semua keluhan untuk disebut sebagai tumor otak tapi tanpa adanya tumor otak yang sebenarnya. Istilah yang diciptakan oleh Quincke inilah yang sekarang dikenal dengan hipertensi intrakranial idiopatik.[1][4]
Tanda dan gejala
Gejala utama dari penyakit ini adalah nyeri kepala dan gangguan penglihatan yang bersifat bilateral. Gangguan penglihatan ini meliputi kehilangan ketajaman penglihatan, pandangan kabur, skotoma (defek pada medan penglihatan), diplopia (penglihatan ganda) dan nyeri di belakang mata karena pergerakan bola mata. Kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah serta tinitus (telinga berdenging atau bergemuruh) yang berupa sensasi suara di dalam kepala. Nyeri kepala yang dirasakan sangat hebat hingga terkadang bisa membangunkan pasien saat sedang tertidur. Nyeri kepalanya bervariasi pada beberapa orang. Namun seringnya dirasakan di bagian kepala belakang. Beberapa pasien mengeluhkan nyeri bahu, leher kaku, bahkan kesulitan untuk mengingat sesuatu.[1][2][3][6][14][15]
Penyebab
Hingga kini penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti. HII ditandai dengan peningkatan tekanan intrakranial. Intrakranial berarti di dalam kepala, dan hipertensi berarti tekanan cairan yang tinggi. HII berarti adanya tekanan cairan yang mengelilingi otak (cairan serebrospinal) yang terlalu tinggi.[2] Permasalahan sehubungan dengan peningkatan tekanan di dalam otak akibat cairan serebrospinal ini bisa timbul karena berbagai mekanisme. Yang pertama adalah bila cairan serebrospinal diproduksi dalam jumlah normal, tetapi kemampuan absorbsi oleh tubuh menurun. Hal ini jelas akan meningkatkan tekanan di dalam kepala karena kepala dilindungi oleh tengkorak yang keras dan tidak bisa menyesuaikan diri dengan peningkatan cairan di dalamnya. Yang kedua, kemampuan absorbsi dalam tubuh normal, tetapi produksinya yang berlebih, ini juga akan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam kepala. Yang ketiga tentu saja bila produksinya berlebih dan diperparah lagi dengan kemampuan absorbsinya yang menurun.[7]
Para praktisi menyebutkan kemungkinan faktor obesitas pada wanita usia produktif sebagai penyebabnya. Namun ini hanya ditemukan pada sekelompok kecil pasien. Sehingga penyebab yang lain masih harus diteliti lebih lanjut. Penelitian tentang dasar yang melandasi terjadinya penyakit ini masih terus dilakukan. Namun kebanyakan dari mereka mendukung teori yang menyatakan bahwa ini terjadi akibat resistensi atau obstruksi (penyumbatan) cairan serebrospinal melalui jalur normalnya di otak. Ini menyebabkan terjadinya produksi berlebih dari cairan serebrospinal.[2][3][4]
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada HII ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Yang pertama adalah anamnesis yang akurat. Kedua berusaha menyingkirkan semua kemungkinan penyakit yang lain yang bisa memberikan gejala yang sama. Ketiga melakukan pemeriksaan mata untuk mencari edema papil. Keempat melakukan pemeriksaan pencitraan kepala dan kelima melakukan punksi lumbal untuk menilai kenaikan tekanan intrakranial.[5] Pemeriksaan tambahan mutlak diperlukan. Bila pada penyakit lain pemeriksaan pencitraan kepala digunakan untuk mencari penyebab penyakit, pada HII justru sebaliknya. Tidak adanya temuan apa-apa pada pencitraan kepala justru akan membantu menegakkan diagnosis penyakit ini sekaligus untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit yang lain seperti tumor atau bekuan darah di otak.[2][3][6]
Anamnesis
Dari anamnesis, pasien akan mengeluhkan nyeri kepala hebat yang disertai muntah, tinitus yang sesuai dengan denyut jantung yang sering digambarkan sebagai bunyi desiran di dalam kepala yang memberat saat berpindah posisi. Ini adalah tanda khas untuk diagnosis HII. Ada gangguan penglihatan yang bervariasi mulai dari hilangnya fungsi penglihatan yang berlangsung singkat dan episodik, gangguan lapangan pandang perifer berupa defek penglihatan di daerah di bawah hidung atau pengecilan luas lapangan pandang. Pada tahap awal ketajaman penglihatan tidak terpengaruh. Namun bila keluhan ini timbul, itu menunjukkan bahwa kondisi penyakit sudah dalam stadium lanjut. Beberapa pasien juga mengeluhkan penglihatan ganda serta nyeri dan kaku di daerah bahu.[2][5][10][14][18]
Pemeriksaan mata
Papil edema adalah tanda khas untuk HII. Pembengkakannya bersifat unilateral dan simetris. Skala Frisen dapat digunakan untuk menilai derajat papil edemanya. Pemeriksaan funduskopi bisa dilakukan dan akan ditemukan kompresi choroid, pembentukan pembuluh darah baru di daerah choroid, dan peninggian retina di sekitar saraf optik.[2][6][14][18] Pemeriksaan luas lapangan pandang juga akan menunjukkan adanya perluasan daerah bintik buta dalam penglihatan pasien.[6][16][19]
Punksi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal akan menunjukkan adanya tekanan yang sangat tinggi, biasanya lebih tinggi dari 250 mmH2O atau 25 cm H2O (200-250 dianggap peningkatan sedang) namun tidak akan ditemukan tanda-tanda infeksi, sel tumor ataupun inflamasi.[6][14][20]
Pencitraan kepala
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab sekunder yang lain seperti misalnya tumor otak. Untuk pencitraan kepala dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Dari hasil pemeriksaan ini kemungkinan akan ditemukan volume otak yang normal atau sedikit mengecil, bagian posterior otak yang rata, kelenjar pituitari yang rata yang dikenal dengan istilah empty sella sign, peninggian prelaminar saraf optik, distensi ruang subarachnoid di dekat saraf optik, protrusi intraokuler saraf optik dan stenosis satu atau kedua sinus venosus transversus.[15][18][20]
Kriteria diagnosis
Kriteria untuk diagnosis HII dibuat oleh Dandy pada tahun 1937. Kriteria ini kemudian dikembangkan dengan beberapa perubahan yang menghasilkan kriteria Dandy yang sudah dimodifikasi. Kriteria tersebut meliputi :
Tidak ada kelainan neurologis lokal kecuali kelemahan nervus kranialis enam bilateral atau unilateral
Tekanan cairan serebrospinal yang lebih dari 250 mmH2O atau 25 cm H2O dengan komposisi cairan yang normal
Tidak ada tanda-tanda hidrosefalus, tumor, lesi struktural atau vaskular (termasuk thrombosis sinus venosus) pada pencitraan kepala
Tidak ditemukan kemungkinan penyebab lain kondisi ini[18]
Patofisiologi
Meskipun penyebab pastinya masih belum diketahui, seiring waktu ada sejumlah hipotesis yang dikemukakan sehubungan dengan kondisi ini. Yang pertama adalah teori edema serebral. Ini adalah teori yang paling pertama disebutkan. Namun juga dibantah oleh beberapa ahli karena peningkatan tekanan intrakranial pada kondisi ini tidak memberikan perubahan pada tingkat kesadaran, tidak ada gangguan fungsi kognitif, atau temuan gangguan neurologis dalam pemeriksaan fisis seperti yang ada pada edema serebral.[18]
Teori kedua mencurigai timbulnya kondisi ini karena adanya penyumbatan di bagian distal sinus venosus transversus yang akan menyebabkan gangguan absorbsi cairan serebrospinal dan meningkatkan tekanan di dalam intrakranial. Penelitian yang dilakukan oleh Farb dan kawan-kawan menunjukkan bukti adanya stenosis sinus venosus bilateral pada 93% pasien dengan HII bila dibandingkan dengan pasien kontrol yang hanya 7%. Namun dari literatur terbaru, belum jelas apakah penyumbatan ini adalah penyebab utama HII, atau hanya efek sekunder sebagai penyebab naiknya tekanan intrakranial atau justru hanya temuan yang sifatnya kebetulan.[18]
Ada juga teori yang menyatakan bahwa kondisi ini timbul karena peningkatan tekanan intra abdomen akibat obesitas yang akan meningkatkan tekanan pengisian jantung yang menghambat aliran balik vena dari otak yang selanjutnya akan meningkatkan tekanan vena intrakranial dan tekanan intrakranialnya sendiri. Namun hipotesis ini juga meninggalkan lubang besar dalam teorinya karena tidak mampu menjelaskan mekanisme yang sama pada pasien yang tidak menderita kelebihan berat badan.[18]
Ada teori yang menyebutkan HII terjadi akibat trombosis kecil di sinus sagitalis yang menghambat penyerapan cairan serebrospinal di lapisan arachnoid. Namun teori ini juga lemah karena tidak ditemukan hidrosefalus yang selalu terlihat pada kasus gangguan absorbsi atau produksi cairan cerebrospinal yang berlebih.[18]
Beberapa penelitian menekankan keterlibatan vitamin A karena peningkatan kadar vitamin A dalam serum dan cairan serebrospinal. Kadar retinol dan level retinol yang berikatan dengan protein juga mengalami peningkatan. Untuk ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Ini juga yang mendasari dibuatnya diagnosis hipertensi intrakranial sekunder untuk membedakannya dengan hipertensi intrakranial idiopatik yang digolongkan ke dalam hipertensi intrakranial primer.[2][18]
Pengobatan
Standar pengobatan pertama dari penyakit ini adalah perubahan pola hidup dan modifikasi diet dengan diet rendah garam. Sayangnya, modifikasi diet yang bertujuan untuk menurunkan berat badan ini hanya terbatas pada pasien yang datang dengan kelebihan berat badan.[2][3][6][14][15][16]
Noninvasif
Selama bertahun-tahun pilihan terapi utama untuk penyakit ini adalah penghambat karbonik anhidrase, asetazolamid. Dari penelitian yang dilakukan pada tahun 2014, memperlihatkan bahwa pemberian asetazolamid yang dikombinasi dengan diet untuk menurunkan berat badan, memberikan hasil yang bagus untuk perbaikan fungsi penglihatan, mengurangi pembengkakan saraf optik, dan perbaikan kualitas hidup pasien.[2]
Penghambat karbonik anhidrase ini menekan sistem enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi cairan serebrospinal dan ini berarti akan mengontrol tekanan intrakranial. Pada ibu hamil trimester pertama, asetazolamid tidak boleh diberikan. Dan pemberiannya pada trimester akhir benar-benar harus dipertimbangkan. Topiramat adalah pilihan kedua yang dapat digunakan untuk HII. Walaupun efeknya tidak sekuat asetazolamid, tetapi topiramat memiliki efek untuk mengurangi nyeri kepala dan membantu menurunkan berat badan. Beberapa jenis diuretik yang lain seperti klortalidon dan furosemid dapat digunakan. Namun belum ada obat yang telah diteliti secara mendalam seperti penelitian asetazolamid untuk kondisi ini.[2][6][16][18][19]
Dulu pemberian kortikosteroid untuk kondisi ini, sangat direkomendasikan. Namun kini tidak lagi dianjurkan karena efek samping penggunaan jangka panjangnya (terutama dalam hal meningkatkan berat badan). Apalagi belakangan diketahui bahwa obat golongan ini meningkatkan tekanan intrakranial melalui efek withdrawal yang timbul saat penggunaannya dihentikan.[18]
Invasif
Menurut Corbett, ada beberapa indikasi untuk menentukan kapan seharusnya dilakukan tindakan operatif dilakukan pada pasien dengan HII. Indikasi tersebut adalah adanya gangguan defek lapangan pandang yang baru yang sebelumnya tidak dikeluhkan, adanya perburukan gangguan visual yang sudah ada, beratnya gangguan penglihatan saat memeriksakan diri ke dokter, untuk antisipasi kemungkinan hipotensi yang dipicu oleh pengobatan hipertensi pada pasien yang menjalani cuci darah, alasan psikososial seperti ketidakpatuhan pasien mengkonsumsi obat atau keterbatasan untuk melakukan pemeriksaan lapangan pandang karena berbagai sebab, serta nyeri kepala yang bersifat refrakter.[18]
Untuk tahap awal dapat dilakukan lumbal punksi serial untuk mengalirkan cairan serebrospinal. Bila tindakan ini tidak memberikan hasil yang signifikan, atau dengan alasan ketidaknyamanan dan risiko infeksi dari punksi berulang, dilakukan tindakan operatif lanjut.[14] Tindakannya adalah dengan mengeluarkan cairan serebrospinal melalui lumboperitoneal shunt (alat berupa kateter yang dipasang di canalis spinalis untuk mengalirkan cairan serebrospinal menuju rongga peritoneum). Kateter ini ada yang dilengkapi dengan katup yang fleksibilitasnya ditentukan oleh tekanan di dalam kepala. Prosedur ini mengurangi tekanan intrakranial secara instan dan karenanya merupakan pilihan utama terapi pembedahan. Pilihan shunt yang akan dipasang ada dua yaitu LP (lumboperitoneal) shunt dan VP (ventrikuloperitoneal) shunt. Terlepas dari efikasinya, tindakan ini memiliki beberapa risiko seperti obstruksi atau migrasi shunt yang dipasang, hipotensi intrakranial dan herniasi.[2][6][10][11][18][20]
Selain itu, dapat juga dilakukan operasi fenestrasi membran saraf optik. Tujuan operasi ini adalah untuk memperbaiki kondisi papil edema. Sayangnya operasi ini hanya ditujukan untuk memperbaiki fungsi penglihatan saja tapi tidak memberikan efek untuk keluhan nyeri kepalanya. Karenanya sangat dianjurkan untuk pasien dengan edema papil namun keluhan peningkatan tekanan intrakranialnya minimal. Pada prosedur ini dilakukan insisi di lapisan bulbus anterior yang membungkus saraf optik sehingga akan terbentuk jalur untuk drainase cairan serebrospinal.[2][6][10][11][18][20]
Selain itu ada operasi pemasangan stent di vena terbesar di kepala untuk meningkatkan kemampuan aliran darah. Namun tindakan ini sangat jarang dilakukan dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut tentang efikasinya. Apalagi efek samping dari prosedur ini adalah perdarahan subdural.[6][18][20]
Diagnosis banding
Ada beberapa penyakit yang memberikan gejala yang mirip dengan HII. Diagnosis HII ditegakkan dengan mekanisme pengecualian. Artinya penyakit ini didiagnosis setelah semua kemungkinan penyakit lain sudah disingkirkan. Edema papil pada pemeriksaan mata dapat ditemukan pada berbagai keadaan seperti lesi intrakranial (tumor atau abses), peningkatan produksi cairan serebrospinal (papilloma plexus choroideus), penurunan kemampuan absorbsi cairan serebrospinal (adhesi granulasi arachnoid pasca infeksi bakteri, meningitis, perdarahan subarachnoid), hidrosefalus obstruktif, penyumbatan aliran vena (thrombosis sinus venosus, kompresi vena jugularis, pascaoperasi daerah leher.[2][18]
Pseudopapillaedema, papilitis, neuropati optik karena hipertensi, oklusi vena retina sentral, neuropati optik karena iskemia, infiltrasi diskus optik, neuropati optik herediter Leber, tumor nervus optikus orbital, papillopati karena diabetes dan neuropati optik akibat gangguan tiroid adalah beberapa kemungkinan yang juga harus dievaluasi saat ditemukan edema papil pada pemeriksaan awal sebelum dilakukan pencitraan kepala.[18]
Prognosis
Prognosis penyakit ini ditentukan oleh banyak hal. Stadium awal saat memeriksakan diri, ketepatan penatalaksanaannya dan banyak faktor lain. Kebanyakan pasien tidak pernah benar-benar sembuh dan masih menunjukkan keluhan menetap yang ringan. Meskipun prevalensi terjadinya kondisi ini lebih banyak pada wanita, faktor yang berpengaruh dengan perburukan kondisi pasien justru terjadi pada pria. Selain lebih banyak pada pria, perburukan kondisi juga dipengaruhi oleh ras (kulit hitam prognosisnya lebih jelek), anemia, apnea tidur dan onset penyakit yang bersifat akut. Tingkat rekurensi sekitar 8-38% dalam durasi beberapa minggu hingga beberapa tahun setelah dinyatakan sembuh.[8][16][18]
Rata-rata mortalitas berhubungan dengan obesitas. Morbiditas yang permanen adalah kehilangan fungsi penglihatan karena kompresi akibat edema papil disertai dengan atrofi nervus optikus progresif.[1] Insiden HII ini diperkirakan 1 berbanding 100.000 dan sekitar 20 orang penderita dari 100.000 kasus juga menderita obesitas. HII juga bisa ditemukan pada anak-anak dan pria usia produktif, tetapi dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Berbeda pada wanita, berat badan bukanlah faktor yang berperan pada kasus yang terjadi di kelompok pria dan anak-anak.[2][6][14]
Insiden pasti penyakit ini masih belum diketahui karena penyebabnya yang terlalu banyak serta kurangnya publikasi tentang penyakit ini.[2] Namun dari penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, insidennya secara umum adalah sebesar 0.9 sampai 1 per 100.000 populasi. Meningkat menjadi 1,6-3,5 per 100.000 populasi wanita saja, dan 7,9-20 per 100.000 populasi pada wanita dengan kelebihan berat badan. Ada temuan yang menarik bahwa jika hipertensi intrakranial idiopatik ini terjadi pada usia prapubertas, tidak ditemukan hubungannya dengan kelebihan berat badan dan jenis kelamin wanita. Hipertensi intrakranial idiopatik ini juga tidak punya predileksi terhadap ras tertentu. Namun prognosis setelah tegaknya diagnosis dipengaruhi oleh ras, di mana ras kulit hitam memiliki prognosis yang lebih jelek.[1][8][16][18]
Referensi
^ abcdefDewanto, George; Suwono, Wita J.; Riyanto, Budi; Turana, Yuda (2007). Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. hlm. 168. ISBN9789794489680.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abcdeGinsberg, Lionel (2007). Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. hlm. 70. ISBN9789790159471.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)