Gereja Huria Kristen Batak Protestan Resort Yogyakarta (HKBP Yogyakarta) merupakan sebuah gereja bersejarah di bawah naungan Huria Kristen Batak Protestan Distrik XVIII Jabartengdiy yang berlokasi di Kotabaru, Yogyakarta.[1] Resort ini berdiri pada 7 April 1946, dengan menggunakan bangunan gereja resort HKBP ini menggunakan bangunan kuno gereja Kristen Gereformeerd peninggalan zaman Belanda.[2]
Sejarah
Berkembangnya perkebunan dan industri gula pada peralihan abad ke-19 dan 20 menyebabkan terjadinya pertumbuhan jumlah warga Belanda di Yogyakarta. Residen Belanda saat itu, Canne, memohon kepada Sri Sultan Hamengkubuwana VII untuk memberikan wilayah khusus bagi masyarakat Belanda. Sri Sultan mengabulkan permohonan tersebut melalui Rijksbland van Sultanaat Djogjakarta No 12 tahun 1917. Wilayah Kotabaru (Nieuwe Wijk) mulai dikerjakan pada tahun 1917-1920 dengan arsitektur bergaya Belanda. Area perumahan dilengkapi berbagai fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah. Mayoritas warga Belanda yang tinggal pada masa tersebut menganut agama Kristen sehingga pada tahun 1923 dibangun Gereja Kristen Gereformeerd (Gereformeerd Kerk) bagi warga Belanda. Penduduk Jawa di Kotabaru juga memiliki gereja Kristen sendiri, yaitu Gereja Kristen Jawa.[3] Gereja ini diresmikan oleh Ds D. Baker pada tanggal 21 Mei 1923 dan memperoleh pengakuan Pemerintah 11 Juni 1931 no. 48 (Staatsblad 1932 No. 360).[4]
Setelah Perang Dunia II, banyak warga Belanda yang pulang karena pergolakan politik sehingga gedung Gereformeerde Kerk Djogjakarta menjadi kosong. Pada tahun 1942, bangunan gereja digunakan warga muslim menjadi masjid dan gudang meskipun belum beralih kepemilikan. Belanda berkeinginan agar gedung tersebut dapat tetap digunakan sebagai gereja sehingga perawatannya diserahkan kepada Majelis Gereja Kristen Yogyakarta. Pada tanggal 15 September 1946, Gereja Kristen Jawa meminta gedung tersebut tetapi tidak dikembalikan. Perundingan kedua tanggal 15 September 1946, HKBP mengadakan pertemuan dengan Mr. Amir Syarifudin Harahap dengan harapan agar gedung dapat digunakan oleh HKBP untuk beribadah. Tanggal 16 September 1946 HKBP mengajukan surat permohonan kepada Menteri Agama RI dan Wakil Presiden agar mengembalikan gedung tersebut menjadi gereja. Tanggal 14 Januari 1947 HKBP membuat surat susulan kepada Menteri Agama RI untuk mengembalikan gedung tersebut bersama perlengkapannya. Surat balasan dari menteri Agama bertanggal 10 Maret 1947 menyatakan bahwa permintaan masih diproses, tetapi tidak ada kejelasan lebih lanjut.[4]
Huria Kristen Batak Protestan
Masyarakat Batak telah lama merantau ke pulau Jawa untuk berbagai keperluan seperti pekerjaan dan sekolah. Pada dekade 1920 - 1940, para perantau Batak di Jawa Tengah dan Yogyakarta umumnya bertujuan untuk belajar di perguruan tinggi atau sekolah-sekolah milik pemerintah Belanda yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya.[4]
Para perantau Batak mengadakan kebaktian berpindah-pindah, karena belum memiliki tempat ibadah yang resmi. Pada tanggal 7 April 1946, umat Kristen Batak mengadakan kebaktian untuk pertama kalinya di rumah keluarga W. Hutabarat di Jalan Pakoeningratan 6, selanjutnya dijadikan hari lahir HKBP Yogyakarta. Kebaktian selanjutnya berpindah-pindah ke berbagai tempat, yaitu SD Ungaran, Gereja Protestan Margomulyo Pasar Gede, Balai Pertemuan Kristen Gondokusuman, dan gedung Sekolah Menengah Kristen Terban 33. Pada tanggal 14 Agustus 1948, jemaat HKBP menyewa gedung gereja di Jalan Soeltansboulevard 22 (sekarang Jalan I Dewa Nyoman Oka 22) dari gereja Gerefomeerd Semarang. HKBP mulai mengumpulkan dana pada tahun 1953 hingga akhirnya bulan Desember 1955 gedung gereja berhasil dibeli.[4] Gereja ini memperoleh pengakuan Ulang Pemerintah Republik Indonesia 2 April 1968 No. Dd/DAK/d/135/68 join No.33 6 Februari 1988.
Jadwal ibadah Hari Minggu
Referensi
Lihat juga